Suara Kasih : Makna Hari Raya

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Makna Hari Raya Cengbeng

     

Berbakti sebagai wujud balas budi terhadap orangtua
Memahami makna Cengbeng sesungguhnya
Sifat hakiki manusia adalah sumber moralitas dan kebajikan
Memiliki pandangan benar dan tidak tenggelam dalam takhayul

Waktu terus berlalu. Hari Cengbeng dirayakan setiap tahun. Dilihat dari maknanya, “Ceng” berarti suci dan bersih tanpa noda, “Beng” berarti terang dan jelas. Sifat bajik yang terkandung dalam diri kita haruslah senantiasa dijaga. Kita pun harus mengingat leluhur dan senantiasa mengingatnya.

Berbakti, Awal dari Segara Kebajikan
Moralitas manusia bersumber dari batin. Kita harus senantiasa berterima kasih. Kepada siapa? Orang tua. Dari manakah tubuh ini berasal? Ini adalah pemberian orangtua. Awal dari segala kebajikan adalah berbakti.

Ketika seorang murid Konfusius bertanya mengenai bakti, beliau menjawab bahwa itu dimulai dari sikap. Sikap kita harus membuat orang tua merasa bahagia. Sikap manusia zaman sekarang terhadap orang tua sangat tidak layak.

Lihatlah sikap mereka, tiada rasa hormat sedikit pun terhadap orang tua. Saya pernah mendengar seorang arsitek berkata bahwa ketika orang membangun rumah, mereka merancang kamar tidur utama dan ruang belajar anak dengan baik. Bagaimana dengan kamar tidur orangtua? Mereka berkata bahwa orangtua tidak membaca dan tidak melakukan apa-apa, maka buatlah ruangan yang seadanya dengan penerangan yang juga seadanya.

 

Namun, ketika orangtua meninggal, diadakan upacara perkabungan yang megah. Beginilah orang-orang zaman sekarang. Semua dilakukan hanya untuk pamer bahwa saya sangat mampu; mampu membeli lahan yang luas dan membangun makam yang megah, inilah wujud bakti saya.

Berbakti dan Menghormati Orangtua
Apakah ini yang disebut berbakti? Saat orang tua masih hidup, mereka diberi tempat tinggal yang tidak layak dan setelah meninggal, rumput liar dibiarkan tumbuh di makam mereka. Pepatah kuno berbunyi, “Lebih baik berbakti saat orang tua hidup, daripada memberi persembahan di makam mereka.”

Sesungguhnya, saat orang tua masih hidup, kita harus patuh terhadapnya. Jika pandangan mereka kurang tepat, kita harus menggunakan kebijaksanaan untuk menuntun mereka ke arah yang benar. Konfusius pernah berkata, “Seseorang dapat menasihati orangtua dengan lembut.” Artinya, Ketika pandangan orangtua kurang tepat, kita harus sungguh-sungguh meluruskannya. Namun, jika mereka tidak menghiraukan, kita harus harus menghormati dan tidak melawan. Kita harus tetap menghormati orang tua.

Ketika orang tua melakukan kesalahan, kita harus berusaha menebusnya. Ketika orang tua masih hidup, kita sungguh harus berbakti. Ketika mereka telah tiada, kita harus tetap bersyukur atas budi luhurnya. Contohnya, Almarhum Tuan Lee. Usaha perkapalannya sangat berkembang. Biasanya, saat meresmikan kapal baru, orang akan mengundang bintang ternama atau pejabat pemerintah untuk menghadiri upacara dan memberikan nama bagi kapal tersebut.

Sebaliknya, Tuan Lee tidak demikian. Orang yang ia undang untuk meresmikan kapal adalah ibunya sendiri. Kapal baru tersebut pun dinamai sesuai nama ibunya. Ibunya pula yang membuka pelayaran pertama. Ia berkata bahwa sejak kecil ia sudah kehilangan ayahnya. Ibunya harus bekerja keras membesarkannya. Karenanya, ia sangat berterima kasih atas budi luhur ibunya dan sangat berbakti seumur hidupnya. 

Setelah ibunya meninggal, ia membangun makam yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Dalam kondisi apa pun, ia mengunjungi makam ibunya setiap hari dan bercerita kepadanya tentang kegiatannya sehari sebelumnya dan apa yang akan ia lakukan hari ini. Ia pun membersihkan makam tersebut setiap hari. Inilah makna ziarah dan dan Hari Cengbeng sesungguhnya, yakni berterima kasih atas budi orang tua. 

Berziarah ke makam sekali dalam setahun lebih baik daripada tidak sama sekali. Kita harus membersihkan makam dan mengingat budi luhur orang tua. Tidak seharusnya juga kita mempersembahkan daging, apalagi jika meletakkannya di hadapan nisan dengan tidak rapi. Ini sama saja dengan meletakkan bangkai hewan di depan makam orang tua. Selain itu, janganlah membakar kertas sembahyang atau membakar rumput liar di sekitar makam karena jika kurang hati-hati, dapat menimbulkan kebakaran. Sebuah titik api yang kecil dapat membakar habis padang yang luas.

Sungguh, jangan lagi membakar kertas sembahyang karena hal ini menimbulkan pencemaran. Kita harus berhati-hati dalam hal ini. Kita harus berhati-hati dalam hal ini. Dengan hati yang penuh rasa terima kasih, kita hendaknya menceritakan kepada anak-anak tentang kebaikan kakek dan neneknya. Inilah makna ziarah yang sesungguhnya, yakni mengenang kebajikan orang tua dan mengajarkan anak-anak. Inilah sebuah kesempatan yang baik.

Jadi, saya berharap setiap orang dapat kembali sifat hakikinya yang murni, sumber dari moralitas dan kebajikan. Dengan demikian, barulah kita dapat menciptakan dunia yang bebas dari bencana.Di dunia ini bencana datang silih berganti. Ini semua disebabkan oleh ketidakselarasan empat unsur, Bagaimana kita meredakan semua ini? Satu-satunya cara adalah menyucikan hati manusia.Jika tidak, di mana pun kita berada, kita takkan dapat bertahan hidup tanpa air.

Seorang anak di Tiongkok menuturkan bahwa Paman dan bibi dari Jiangnan, mengantarkan air dan memberikannya kepadanya. Ia menjelaskan dalam enam hari ia hanya meminum satu setengah botol. Walaupun ia merasa haus di siang hari, namun ia tetap minum sedikit. Inilah yang terjadi di Tiongkok. Orang-orang kekurangan air. Meski ada orang yang memberikan air minum kepada siswa-siswi di sekolah, namun ketika mendapatkannya, siswa-siswi pun tak rela meminumnya, bahkan hingga ketika tiba di rumah, karena mereka ingin menyimpannya dan membaginya kepada anak-anak lain.

Berada di Jalan yang Benar
Bayangkan, kita sungguh harus menyayangi bumi ini dan tidak membiarkannya semakin terluka. Tumbuhan yang ada berfungsi untuk melindungi sumber air. Anak di Tiongkok ini pun menjelaskan, “Jika besok turun hujan, Saya ingin menyiram kebun sayur agar tanaman juga dapat melepas dahaga mereka. Saya juga ingin menampung air hujan untuk digunakan di kemudian hari. Saya mencuci muka dengan air yang saya gunakan untuk mencuci sayuran. Kemudian saya gunakan untuk makanan ternak.”

Saudara sekalian, dalam hidup ini kita sungguh harus rajin dan hemat. Diri kita berhubungan erat dengan alam, termasuk iklim dan semua makhluk. Tanggal 5 April adalah Hari Cengbeng. Sesuai namanya, kita harus menjaga bumi ini tetap bersih dan memiliki sumber air yang cukup agar tanah dapat hijau kembali. Kita pun harus menjaga kebersihan udara, janganlah menciptakan pencemaran. Jadi, yang harus kita lakukan adalah membangkitkan makna Hari Cengbeng.

Untuk itu, harap semua orang senantiasa mengingat makna Hari Cengbeng sekaligus menerapkannya bagi batin kita agar batin kita kembali murni. Inilah makna Cengbeng yang sesungguhnya. Batin kita harus berada di jalan yang benar dan senantiasa ingat akan kewajiban. Janganlah tenggelam dalam takhayul. Kita harus memiliki pandangan benar.  

 

Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi
Foto: Da Ai TV Taiwan

 

Artikel Terkait

Kunjungan Walikota Manado: Mempererat Jalinan Jodoh Dengan Tzu Chi

Kunjungan Walikota Manado: Mempererat Jalinan Jodoh Dengan Tzu Chi

28 Februari 2014 Kunjungannya ke Tzu Chi Center merupakan wujud silaturahmi dan juga wujud ungkapan terima kasih karena Tzu Chi merupakan organisasi kemanusiaan pertama yang turun membantu Manado di masa tanggap darurat bencana.
Padang: Paket Cinta Kasih untuk Korban Gempa

Padang: Paket Cinta Kasih untuk Korban Gempa

05 Oktober 2009
Empat hari pascagempa yang melanda Padang, atau Minggu 4 Oktober 2009, organisasi HimpunanTjinta Teman (HTT) bekerjasama dengan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Padang dan Jakarta, kembali membagikan bantuan cinta kasih.
Apresiasi Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 untuk Tzu Chi Indonesia

Apresiasi Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 untuk Tzu Chi Indonesia

17 Desember 2015
Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia memperoleh Apresiasi Ekspedisi Nusantara Jaya (ENJ) 2015 yang diberikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Republik Indonesia pada Selasa, 15 Desember 2015 di Balai Sudirman, Jakarta Selatan.
Mampu melayani orang lain lebih beruntung daripada harus dilayani.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -