Suara Kasih: Mawas Diri dan Melakukan Antisipasi terhadap Angin Topan

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News

 

 

 

Judul Asli:

Mawas Diri dan Melakukan Antisipasi terhadap Angin Topan

Mawas diri dan melakukan antisipasi terhadap angin topan
Memperhatikan kaum papa dengan memberikan barang bantuan
Semua makhluk hidup memiliki hakikat kebuddhaan
Menghormati dan mengasihi orang lain serta menanam benih karma baik

Cuaca bulan Juni tahun ini sangat panas. Dahulu, musim panas memang sangat panas, namun di tempat yang teduh, masih ada angin bertiup sehingga kita masih bisa merasa sejuk. Akan tetapi, kini, meski berada dalam ruangan atau di koridor, kita tetap merasa panas karena hawa panas dari luar bisa masuk ke dalam. Karena itu, setiap rumah memerlukan penyejuk udara atau kipas angin. Akan tetapi, orang-orang masih merasa penyejuk udara atau kipas angin juga tidak cukup. Sesungguhnya, energi listrik jauh lebih tidak cukup. Ini adalah lingkaran yang sangat buruk.

Untuk menghilangkan hawa panas, orang-orang memilih bermain air. Ini sungguh berbahaya, terlebih lagi bagi anak-anak. Ini membuat orang tua mereka merasa khawatir. Terhadap kondisi cuaca demikian, kita sungguh harus meningkatkan kewaspadaan. Prakiraan cuaca melaporkan bahwa ada sebuah topan  yang terbentuk di atas permukaan laut. Kita harus meningkatkan kewaspadaan dan memantau perkembangan cuaca. Kehidupan manusia sungguh tidak kekal. Di Taiwan, sebuah pabrik mebel terbakar tanpa diketahui penyebabnya. Dua petugas pemadam kebakaran yang masih muda meninggal dunia dalam insiden tersebut. Sungguh tak tega melihatnya. Musibah selalu terjadi dalam sekejap. Karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, kita harus berhati tulus dan mawas diri dalam menghadapi orang dan mengerjakan segala sesuatu.

Di musim panas yang sangat ekstrem ini, kita harus meningkatkan kewaspadaan. Kita juga melihat tayangan penuh kehangatan. Beberapa hari ini, kita dapat melihat insan Tzu Chi Afrika Selatan, Lesotho, Swaziland, Mozambik, dan Zimbabwe menyalurkan bantuan beras dan selimut. "Amitabha. Terima kasih. Saya sangat senang. Terima kasih, Tzu Chi Taiwan," ucap penerima bantuan. Setiap orang berterima kasih  kepada Taiwan dan Tzu Chi. Selain itu, kebahagiaan mereka juga diungkapkan lewat nyanyian lokal.

Meski hidup di kondisi serba kekurangan, mereka tetap berhati lapang dan berpikiran murni serta mempertahankan gaya hidup yang diwariskan oleh leluhur mereka. Mereka tidak menuntut banyak. Melihat kondisi lingkungan hidup mereka, kita hendaknya sangat bersyukur dan tahu berpuas diri. Karena itulah,  kita harus memandang ke seluruh dunia agar bisa bersikap penuh pengertian  dan memahami penderitaan orang lain. Lalu, menilik kembali diri sendiri, kita harus bersyukur atas kehidupan yang kita miliki. Jika setiap orang bisa bersyukur atas kehidupannya, saya yakin itu adalah  kehidupan yang paling penuh berkah.

Kita juga melihat sebuah keluarga yang hidup serba kekurangan di Malaysia. Mengetahui kasus tersebut, insan Tzu Chi segera memikirkan cara untuk membantu. "Setelah minum susu, dia sudah lebih kuat.  Setelah makan bubur, sekarang dia sudah lebih sehat. Dia sudah tidak sakit lagi. Sekarang dia sudah bisa berjalan dan duduk sendiri. Kami sangat bersyukur. Apa pun bantuan dari kalian, kami mensyukurinya," ucap penerima bantuan.

Bantuan yang diberikan insan Tzu Chi sungguh mendatangkan manfaat yang besar bagi keluarga tersebut. Tentu saja, insan Tzu Chi di Tiongkok juga melakukan hal yang sama. Secara perlahan-lahan, jumlah insan Tzu Chi di sana semakin bertambah. Relawan abu-abu putih sangat banyak. Melalui penderitaan orang lain, mereka bisa melihat kebenaran hidup. Jadi, Dharma ada di setiap tempat. Melihat rumah penerima bantuan yang sudah tak layak huni, insan Tzu Chi segera memikirkan cara  untuk membantu. Setelah membantu mereka menyediakan tempat tinggal yang aman, insan Tzu Chi merasa bahagia. Kontribusi mereka sudah sangat mendekati kontribusi insan Tzu Chi Taiwan. Kini, di Tiongkok sudah ada Bodhisatwa dunia yang memperhatikan orang yang membutuhkan sehingga kehangatan bisa terasa di setiap tempat. Melihat mereka memberi manfaat bagi orang lain, saya sangat bersyukur. Jadi, kita harus menggenggam waktu saat ini untuk berbuat baik.

Setelah mendengar ajaran Buddha, kita harus segera menapaki Jalan Bodhisatwa. Kita harus yakin bahwa semua makhluk hidup memiliki hakikat kebuddhaan. Coba dengar betapa merdu suara genta yang dipukul oleh anjing ini. Di Jepang, ada seekor anjing  yang bisa memukul genta. Di Dharma Drum Mountain yang terletak di Taiwan bagian tengah, ada seekor burung yang bisa meniru orang melafalkan nama Buddha. Burung itu melafalkan "Amitabha" dengan penuh irama. Ia sungguh menggemaskan. Semua makhluk hidup memiliki hakikat kebuddhaan.

Kita harus meyakininya. Kita harus melindungi semua makhluk hidup. Saya yakin pada kehidupan lampau,  burung itu adalah seorang pelafal nama Buddha. Entah karma apa yang telah ia perbuat sehingga terlahir sebagai burung. Akan tetapi, ia masih memiliki kesadaran lanjutan untuk melafalkan nama Buddha. Mungkin ini caranya untuk membimbing orang lain. Intinya, kita harus kembali pada hakikat kebuddhaan yang murni.

Kita harus meyakini hukum sebab akibat yang diajarkan oleh Buddha. Kita harus lebih yakin bahwa segala sesuatu tak dapat dibawa serta, hanya karma yang akan terus mengikuti. Kesadaran kedelapan kita terus berlanjut dari kehidupan ke kehidupan. Segala benih karma yang kita ciptakan baik benih baik maupun buruk, semuanya akan tersimpan  di dalam kesadaran kedelapan. Jadi, di kesadaran kedelapanlah tersimpan segala perbuatan kita melalui tubuh, ucapan, dan pikiran. Jika perkataan yang kita ucapkan mendatangkan sukacita bagi orang-orang dan bisa membimbing mereka ke jalan yang benar, maka kita akan mendapat pahala melalui ucapan.

Benih baik ini akan tersimpan dalam kesadaran kedelapan kita. Menolong orang lain juga akan menciptakan benih baik yang tersimpan dalam kesadaran kedelapan. Sebaliknya, jika kita merugikan, melukai dan mengacaukan hati orang lain, atau menjerumuskan orang lain, maka benih buruk akan tercipta dan tersimpan dalam kesadaran kedelapan. Singkat kata, kita harus bersyukur atas tubuh kita ini. Kita harus berterima kasih  atas budi luhur orang tua kita. Kita harus lebih bersyukur karena pada kehidupan lampau kita telah mengikat jalinan jodoh baik sehingga kini kita bisa  mendengar ajaran Buddha. Kita harus menyerap Dharma ke dalam hati dan mempraktikkannya dalam keseharian. Jika tindakan kita tak terlepas dari Dharma, maka segala yang kita lakukan akan bisa menciptakan berkah bagi dunia. (Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou )

 
 

Artikel Terkait

Menyehatkan Gigi Warga Cipanas

Menyehatkan Gigi Warga Cipanas

02 Maret 2018

Minggu, 25 Februari 2018, Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia mengadakan baksos pengobatan gigi gratis bagi warga Cipanas yang berlokasikan di GOR Brimob, Cipanas, Kabupaten Cianjur. Kegiatan ini pun berhasil menangani 583 pasien.

Menggalang Kepedulian Terhadap Bumi

Menggalang Kepedulian Terhadap Bumi

22 Juli 2013 Sebenarnya pelestarian lingkungan tidak sesulit yang kita bayangkan, asalkan memiliki tekad dan kemauan tentu akan terwujud. Mari kita mulai pelestarian dari diri kita dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Pemberdayaan Akar Rumput

Pemberdayaan Akar Rumput

21 Juni 2012 Suriadi, Kepala Departemen Training dan Pengembangan Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia, berbagi kepada sekitar 200 peserta yang hadir mengenai sejarah Tzu Chi yang dirintis oleh seorang Bhiksuni, yaitu Master Cheng Yen bersama dengan 30 ibu-ibu rumah tangga di Taiwan.
Dalam berhubungan dengan sesama hendaknya melepas ego, berjiwa besar, bersikap santun, saling mengalah, dan saling mengasihi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -