Suara Kasih: Melatih Diri

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News

Judul Asli:

 

  Melatih Diri agar Tak Terpengaruh oleh  
Kondisi Luar 

 

 

Sikap sesuka hati, kegelapan batin, dan kekacauan pikirandapat menciptakan karma buruk
Melatih diri agar tak terpengaruh oleh kondisi luar
Perbedaan antara orang bijak dan manusia awam
Menumbuhkan kebijaksanaan untuk mencapai kondisi batin yang hening

Dalam praktik Jalan Bodhisatwa, kita harus senantiasa bersungguh hati dan mencari kebenaran. Kemanakah kita mencari kebenaran? Bagaimana kita mempelajari Dharma? Ada suatu ungkapan berbunyi: "Carilah Dharma di Puncak Burung Nasar". Namun, di manakah Puncak Burung Nasar? di dalam hati setiap orang. Hati yang paling tulus adalah ladang pelatihan yang paling baik, karena itu, kita harus melatih diri dengan hati yang penuh ketulusan. Dengan hati yang tulus, barulah kita dapat mempelajari Dharma dan menapaki Jalan Kebenaran.

Sejak masa tanpa awal, manusia memiliki pikiran yang menyimpang, karenanya kita terus terombang-ambing di tengah lautan penderitaan. Kita tidak tahu bagaimana menuju tepi yang terang, karenanya kita membutuhkan pelita. Kita harus memiliki mercusuar di setiap dermaga agar orang-orang dapat mengikuti lampu mercusuar untuk kembali ke tepi yang terang. Mercusuar yang dimaksud adalah Dharma. Ajaran sangatlah banyak, tidaklah mudah bagi kita untuk mengenal Dharma yang sesuai dengan kondisi kita. Contohnya dalam hal medis. Untuk melakukan transplantasi sumsum tulang, kita harus mencari sumsum tulang di antara puluhan ribu orang baru dapat menemukan satu yang cocok, demikian pula dengan Dharma. Sejak masa tanpa awal, manusia telah dinodai oleh kegelapan batin dan berjalan tersesat. Karenanya, tidaklah mudah bagi kita untuk mempelajari Dharma. Tanpa jalinan jodoh, Dharma tak dapat meresap ke dalam hati kita.

Kita sungguh penuh berkah, kita harus senantiasa bersyukur karena di zaman seperti sekarang ini kita berjodoh untuk berjalan ke arah yang sama. Kini telah ada mercusuar di dermaga, kita semua dapat berjalan mengikuti lampu mercusuar tersebut untuk menuju tepi yang terang. Jadi, untuk menyelami Dharma, kita harus bertobat. Dharma bagaikan air. Kita harus bertobat atas segala kebodohan dan membersihkan kegelapan batin. Karena itu, kita membutuhkan air yang bersih dan murni untuk membersihkan noda batin. Air yang dimaksud adalah Dharma. Kita harus menyelami Dharma dengan hati yang paling tulus agar dapat membersihkan noda batin.

Kita juga harus berikrar untuk menyucikan enam indra. Saat enam indra bersentuhan dengan enam objek, kita harus mengendalikan diri. Janganlah kita bertindak sesuka hati dan terpengaruh oleh kondisi luar. Bila terpengaruh, maka kita akan berjalan semakin menyimpang.

Saya sering mengulas tentang karma kolektif manusia. Dari manakah karma kolektif berasal? Karma kolektif berasal dari sikap sesuka hati, kegelapan batin, dan kekacauan pikiran semua mahluk. Karena kebodohan batin, manusia bertindak sesuka hati. Karenanya, mereka tak dapat memahami prinsip kebenaran. Saat pikiran dalam kondisi kacau, mereka akan menciptakan banyak karma buruk. Mereka semakin terjerumus dalam nafsu keinginan. Pada saat seperti itu, mereka bagaikan seekor gajah yang terus tenggelam ke dalam air. Inilah pikiran manusia masa kini, manusia selalu membiarkan nafsu keinginannya semakin membesar sehingga semakin banyak karma buruk yang tercipta. Mereka juga bagaikan ngengat yang terbang mengelilingi lilin tanpa mengetahui kondisi sekitar yang berbahaya. Kita harus mengasihi diri sendiri dan menyucikan enam indra.

Dalam melatih diri,kita harus memperoleh kesadaran. Selain memperoleh pengetahuan dan kecerdasan, kita juga harus menumbuhkan kebijaksanaan. Ketika enam indra kita bersentuhan dengan objek luar, kita harus menumbuhkan kebijaksanaan agar hati kita tidak terpengaruh oleh kondisi luar. Saat berhubungan dengan kondisi luar, kita harus mawas diri dan meningkatkan kewaspadaan, dengan demikian, barulah kita memiliki kebijaksanaan.

 

Pada masa Buddha hidup terdapat sebuah kisah tentang seorang pria bernama Singalaka yang berasal dari keluarga berada. Ia memahami ajaran Buddha, ia mendengar, merenungkan, dan mempraktikkan Dharma dengan sungguh-sungguh. Ia mulai memahami bahwa kehidupan manusia mengalami fase lahir, tua, sakit, dan mati. Kehidupan manusia tidaklah kekal, terlebih lagi, segala sesuatu di dunia. Ia memahami ajaran Buddha, Ia menyadari bahwa kekayaan yang ia miliki tak bersifat kekal. Karena itu, ia ingin mencari sesuatu yang abadi, tidak timbul dan tidak lenyap. Ia bukan mencari materi, tetapi kekayaan spiritual dan prinsip kebenaran. Buddha sangat memujinya. Singalaka sangat menyadari ketidakkekalan.

Meski berasal dari keluarga berada, tetapi ia memahami bahwa hubungan keluarga juga tidak kekal. Baik orang yang sangat dekat dan kita kasihi, harta yang berlimpah, maupun kedudukan tinggi, suatu saat kita akan kehilangan semuanya.

Selain itu, karena adanya anggota keluarga, ia menjadi penuh kekhawatiran. Karena menyadari ketidakkekalan, ia memutuskan untuk menjadi biksu dan menjadi murid Buddha. Ia ingin mempelajari Dharma dan mengatasi noda batin. Buddha merasa sangat senang karena Singalaka memutuskan menjadi biksu. Ia bersedia melepaskan kekayaan serta kedudukan yang dimilikinya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia awam selalu terbuai oleh nafsu makan dan mengejar materi. Orang yang memiliki kesadaran akan melepaskan diri dari nafsu keinginan dan bersedia bergabung dalam komunitas pembina diri untuk melewati hidup yang sederhana. Inilah perbedaan antara orang bijak dan manusia awam. Kita sungguh harus memuji Singalaka. Kebijaksanaan Buddha yang tertulis dalam Sutra Kebijaksanaan Buddha yang tertulis dalam Sutra patut kita pelajari. Diterjemahkan oleh: Karlena Amelia.


Artikel Terkait

Menebar Cinta Kasih Di Bulan Ramadan

Menebar Cinta Kasih Di Bulan Ramadan

07 Juni 2018
Pada Jumat, 1 Juni 2018, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia membagikan bingkisan lebaran kepada warga kurang mampu di wilayah Kecamatan Penjaringan. Sebanyak 1500 bingkisan lebaran dibagikan kepada warga di tiga RW yang masuk dalam wilayah Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Sosialisasi Eco Enzyme di Tzu Chi Hospital

Sosialisasi Eco Enzyme di Tzu Chi Hospital

08 Juli 2022

Kamis, 7 Juni 2022, diadakan sosialisasi dan sharing dari relawan Tzu Chi mengenai eco enzyme. Sebanyak 105 orang perawat Tzu Chi Hospital hadir untuk mendengar manfaat dan cara membuat eco enzyme.

Segudang Manfaat Eco Enzyme

Segudang Manfaat Eco Enzyme

31 Oktober 2020

Belum tergerak untuk bikin Eco Enzyme di rumah padahal sebenarnya sayang banget sama lingkungan? Elly Widjaja, relawan Tzu Chi dari Komunitas He Qi Barat 2 sudah memanfaatkan Eco Enzyme untuk banyak keperluan sehari-hari. Jadi dengan Eco Enzyme, ia pun bisa mengurangi penggunaan produk pembersih berbahan kimia yang merusak lingkungan. 

Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -