Suara Kasih: Melindungi Alam dan Berinteraksi dengan Penuh Cinta Kasih

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Melindungi Alam dan Berinteraksi dengan Penuh Cinta Kasih

 

Kebakaran hutan menyebabkan kerusakan parah bagi bumi
Melindungi alam semesta dan memahami hati Buddha
Relawan dari Mozambik tidur di bawah pohon demi persiapan kegiatan pembagian beras
Menyebarkan cinta kasih di gereja dan membangkitkan akar kebajikan setiap orang

 

Belakangan ini, kita sering melihat berita tentang kebakaran hutan. Bagaimana mungkin bumi mampu menanggung kerusakan besar seperti ini? Bukan saja tanah yang terbakar, begitu juga pohon-pohon di hutan. Pohon bisa menghasilkan oksigen yang segar dan menyerap karbon dioksida. Ia juga bisa menyerap air hujan, dan mengeluarkannya perlahan-lahan untuk menjaga konservasi tanah. Pohon sungguh berperan besar dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, manusia merusak hutan demi keuntungan pribadi. Manusia menebang pohon untuk dijual demi mendapatkan keuntungan besar. Manusia bahkan mengeksploitasi gunung, menggali terowongan, dan membuka jalan demi mengembangkan tempat wisata.

Lihatlah, bukankah manusia terus merusak alam demi keuntungan pribadi? Seiring berjalannya waktu, semua tindakan ini membawa kerusakan besar bagi bumi. Hutan-hutan di bumi ini terus dirusak oleh manusia. Karena itu, kita hendaknya segera menyelaraskan pikiran setiap orang. Ada sebuah ungkapan berbunyi, “Gunung tidaklah tinggi, ambisi dan keinginan manusialah yang paling tinggi.” Ungkapan ini menggambarkan keserakahan manusia yang menutupi seluruh bumi ini. Asalkan manusia bisa menyelaraskan pikiran, mengubah ketamakan menjadi cinta kasih untuk menyayangi bumi dan melindungi umat manusia, maka setiap orang adalah bibit kebajikan.

Dalam “Sutra Makna Tanpa Batas”, ada sepenggal lirik berbunyi, “Menyebarkan benih kebajikan.” Artinya adalah menyebarkan benih kebajikan ke seluruh dunia dan ke dalam hati setiap orang agar tunas bodhi dapat bertumbuh menjadi pohon yang besar. Dengan begini, setiap orang akan bisa menapaki Jalan Bodhisatwa yang lurus menuju arah yang benar, berkontribusi sebagai Bodhisatwa dunia, serta senantiasa memutar roda Dharma. Inilah yang disebut pemutaran roda Dharma. Bagaimana cara kita memutar roda Dharma di dunia ini? Kita dapat melihat kesungguhan hati insan Tzu Chi di Mozambik. Tadi sebelum keluar, saya mendengar kaki Dai-lin terluka dan harus memakai gips.

Namun, dia tetap berpartisipasi dalam kegiatan pembagian beras. Dia sungguh bersemangat. Dimulai dari tanggal 11 Agustus, 12 Agustus, hingga 13 Agustus, mereka melakukan pembagian bantuanselama tiga hari berturut-turut. Setiap kegiatan itu sangat membuat orang tersentuh. Salah satu lokasi pembagian bantuan adalah di Matendene.

Karena kondisi jalan, truk yang mengangkut beras tidak mampu menjangkau tempat pembagian beras yang berada di depan sebuah gereja. Karena itu, para warga berbaris di sepanjang jalan menuju gereja untuk membantu memindahkan beras. Sementara itu, Dai-lin dan seorang relawan lain berada di dalam gereja untuk menjelaskan kepada para warga bahwa beras bantuan tersebut berasal dari Taiwan dan bagaimana proses pembagian beras akan dilakukan. Mereka juga banyak berbagi tentang kisah perjalanan Tzu Chi yang dimulai dari 50 sen. Dia juga memutar rekaman video dan menjelaskan setiap tayangan kepada mereka. Selain itu, relawan setempat yang dahulu menerima bantuan dari Tzu Chi juga ikut hadir berbagi dengan warga setempat. Mereka melakukan semua ini demi membangkitkan cinta kasih warga setempat dan membuat mereka mengerti bahwa setiap orang bisa memiliki kekayaan batin. Karena itu, warga setempat menjadi tahu barang bantuan itu berasal dari mana dan bagaimana mereka harus menerimanya dengan penuh rasa syukur. Dai-lin juga mengajak setiap orang untuk berdoa bersama. Dia sungguh memiliki kebijaksanaan dan cinta kasih. Jadi, segala sesuatu bisa dicapai. Jadi, semua hal bisa dilakukan. Asalkan ada niat, maka tak ada yang sulit untuk dilakukan. Jika tidak, di Mozambik yang mayoritas penduduknya hidup serba kekurangan, bagaimana mungkin Dai-lin mampu menginspirasi lebih dari 100 relawan lokal untuk berkontribusi bersama insan Tzu Chi?

Selain itu, kita juga melihat wakil ketua dan sekretaris jenderal Palang Merah setempat juga hadir di lokasi pembangian bantuan. Mereka diutus oleh ketua Palang Merah untuk belajar. Itu karena sebelumnya, ketua Palang Merah juga hadir dalam kegiatan pembagian beras kita dan dia sangat berharap Palang Merah juga bisa seperti insan Tzu Chi yang menginspirasi warga kurang mampu ikut berkontribusi dengan hati penuh cinta kasih. Mulanya, mereka menyatakan bahwa mereka hanya datang melihat dan belajar. Akan tetapi, semakin melihat, mereka merasa semakin tersentuh hingga akhirnya mereka berinisiatif untuk ikut membantu.

Ini sungguh merupakan interaksi penuh cinta kasih. Asalkan memiliki cinta kasih di dalam hati, maka tidak akan ada perbedaan agama, suku, serta organisasi sosial. Cinta kasih bagaikan udara. Di mana pun kita berada, udara segar akan mengelilingi kita. Dari tayangan ini, kita dapat melihat relawan dari Afrika Selatan menjadi teladan bagi relawan di Mozambik. Mereka berdiri dengan tegap dan bersedia melakukan pekerjaan apa pun.

Lihatlah, terhadap lansia yang lemah, mereka memapahnya untuk menunggu di bawah pohon. Kemudian, relawan muda datang mengambil beras dan mengantarnya ke hadapan mereka dengan penuh rasa hormat. Sambil membungkukkan badan, mereka menyerahkan beras kepada para lansia. Ini semua berkat pelatihan penuh cinta kasih. Relawan setempat telah dibimbing untuk mencurahkan cinta kasih dengan tulus. Karena itu, untuk mengubah pola pikir, dibutuhkan Dharma. Ketika roda Dharma berputar, maka roda batin akan ikut berputar. Jika demikian, hati setiap orang akan dipenuhi cinta kasih dan kekayaan batin mereka akan semakin berkembang. Ada pula kisah yang sangat menyentuh, yakni dua orang relawan yang tidur di bawah pohon. Tanggal 12 Agustus, usai pembagian beras di Matendene, dua orang relawan kita segera menuju Muoanba untuk mempersiapkan pembagian beras pada keesokan harinya. Mereka membawa serta beberapa selimut dan transit bus beberapa kali, tetapi perjalanan masih jauh. Apa yang harus dilakukan? Demi keamanan, mereka tidur di bawah pohon dengan beralaskan selimut. Setelah pagi, mereka baru melanjutkan perjalanan.

Inilah cinta kasih. Setelah kegiatan berakhir, hingga usai kegiatan, kedua relawan itu sama sekali tidak mengungkit hal ini. Namun, ada relawan lain yang melihatnya dan mengambil foto mereka. Saat foto mereka diperlihatkan, Dai-lin sangat memuji mereka. Kedua relawan tersebut mengatakan itu tidak ada apa-apa. Inilah cinta kasih yang sesungguhnya. Lihatlah, inilah cinta tanpa pamrih. Inilah sumbangsih tanpa pamrih. Mereka telah berhasil melakukannya. Jadi, asalkan ada niat maka tidak ada hal yang sulit dilakukan. Asalkan memiliki tekad, kita bisa mewujudkan dunia yang indah. Inilah yang disebut hutan Bodhi yang tumbuh dari satu akar. Ajaran yang sama bisa mengakar di seluruh dunia dan memberi manfaat besar. (Diterjemahkan Oleh: Karlena Amelia )

 
 

Artikel Terkait

Benih Cinta Kasih di Banda Aceh

Benih Cinta Kasih di Banda Aceh

31 Januari 2012
Setelah selesai melaksanakan acara syukuran Tahun Baru Imlek di Lhokseumawe, keesokan harinya (25/1) semua relawan Tzu Chi kembali menuju ke Banda Aceh untuk mengadakan acara yang sama di Hotel Medan, Banda Aceh.
Meretas Jalan Menuju Kesembuhan

Meretas Jalan Menuju Kesembuhan

08 Juni 2009 Demi merengkuh kesembuhan atas penyakit yang diderita, banyak orang yang berupaya sekuat tenaga mencari pengobatan. Baik melalui pengobatan medis maupun alternatif. Tak jarang, jika sudah kepepet, barang-barang berharga pun dijual agar dapat membiayai pengobatan yang sedang dijalani.
Cemberut dan tersenyum, keduanya adalah ekspresi. Mengapa tidak memilih tersenyum saja?
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -