Suara Kasih: Membangkitkan Ikrar Bajik, Melindungi Makhluk Lain dan Diri Sendiri
Jurnalis : DAAI News, Fotografer : DAAI News Judul Asli:
Para pengusaha membangkitkan ikrar bajik
| |||
Kemarin, pengusaha dari 11 negara berkumpul bersama di Aula Jing Si untuk mengikuti acara penutupan kamp pelatihan. Saya merasa tersentuh melihatnya. Selama 3 hari itu, mereka melepaskan status mereka, mengikuti jadwal pelatihan kita, dan berjalan dalam barisan yang rapi. Mereka mengikuti pelatihan dengan sangat disiplin, bukankah ini menampilkan keharmonisan? Antar sesama berinteraksi dengan harmonis dan membentuk tim yang damai. Kemarin, setiap Bodhisatwa naik ke atas panggung dan mengucapkan ikrar. “Saya berharap saya bisa benar-benar menjadi bagian dari Tzu Chi. Saya akan terjun ke tengah umat manusia dan merekrut lebih banyak Bodhisatwa dunia dari Parisagar ikut menjadi insan Tzu Chi,” ucap Huang Xing-de. Sungguh membuat orang merasa tersentuh melihatnya. Bodhisatwa dunia tersebar ke seluruh dunia. Di mana ada bencana, Bodhisatwa dunia akan muncul untuk membantu. Kita bisa melihat pada bulan Mei tahun lalu, Italia diguncang gempa. Insan Tzu Chi dari Eropa berkumpul bersama dan segera bergerak ke Italia. Hati mereka yang paling tulus dan cinta kasih mereka membuat warga setempat sangat tersentuh. Para instansi pemerintah juga telah melihat ketulusan insan Tzu Chi. Para korban bencana juga menerima bantuan kita dengan senang hati. Insan Tzu Chi menjadi teladan nyata untuk bersumbangsih dengan penuh cinta kasih. Mereka juga tidak menganggap diri mereka paling berjasa. Meski insan Tzu Chi menggalang sumber daya secara mandiri di sana, tetapi mereka selalu mengatakan bahwa semangat ini berasal dari Tzu Chi di Taiwan. Insan Tzu Chi menjelaskan kepada para warga agar mereka memahami bahwa lebih dari empat puluh tahun lalu, Tzu Chi berdiri di Taiwan dan berawal dari menyisihkan 50 sen ke celengan bambu setiap hari. | |||
| |||
Mereka terus mengingat hal ini. Jadi, hidup di dunia ini, untuk apa kita mempermasalahkan hubungan darah? Sesungguhnya, asalkan kita dapat mencurahkan cinta kasih yang penuh ketulusan, maka kita akan menyadari bahwa semua umat manusia di dunia berhubungan erat dengan kita. Kita juga bisa melihat berita tentang Zamboanga. Pada bulan September lalu, kondisi di Zamboanga sangat tidak aman. Kaum pemberontak menguasai sebagian kota Zamboanga. Warga yang berhasil mengungsikan diri ditempatkan di tempat penampungan. Insan Tzu Chi juga membahayakan diri untuk menyediakan makanan hangat bagi para warga. Banyak orang yang juga menyumbangkan barang bantuan kepada Tzu Chi. Setiap hari, insan Tzu Chi berada di sana untuk memisahkan dan mengemas paket bantuan demi menyalurkannya kepada orang yang membutuhkan. Baik bantuan makanan maupun barang kebutuhan lainnya, semuanya mereka galang secara mandiri di sana. Selama hampir 20 hari, insan Tzu Chi berkontribusi di daerah bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia. Saat relawan Yang kembali, saya bertanya kepadanya, “Apakah kondisi di sana sudah stabil?” Dia menjawab, “Masih belum.” “Saat pagi hari, kondisi sepertinya sudah stabil.” “Akan tetapi, pada malam hari masih terdengar suara tembakan.” “Karena itu, banyak warga masih belum berani kembali beraktivitas.” Tujuan relawan Yang kembali ke Taiwan adalah ingin berterima kasih kepada Tzu Chi Taiwan yang telah memberikan dukungan semangat kepada mereka. Selain itu, mereka memerlukan bantuan agar anak-anak bisa kembali bersekolah. Banyak sekolah yang telah dirusak. Jadi, kali ini relawan Yang kembali untuk melaporkan bahwa mereka membutuhkan 160 ruang kelas rakitan. Insan Tzu Chi di Taiwan segera bekerja untuk menyiapkannya. | |||
| |||
Namun, pada bulan Oktober lalu, Filipina kembali diguncang gempa yang mengakibatkan kerusakan parah. Insan Tzu Chi segera bergerak untuk menyalurkan bantuan darurat. Intinya, pada kehidupan di dunia ini, kondisi alam yang tidak tenteram dan cuaca yang tidak selaras sungguh membuat orang merasa khawatir. Dua atau tiga hari yang lalu, Taiwan juga diguncang gempa berkekuatan 6,3 skala Richter. Kita harus merasa bersyukur karena semua orang aman dan selamat. Karena itu, kita harus lebih bersungguh hati membantu orang yang membutuhkan. Kita harus berperilaku kemanusiaan agar semua orang bisa hidup aman dan damai. Setiap orang harus hidup berdampingan dengan damai dan harmonis. Namun, sebagian orang malah membunuh makhluk lain. Sungguh membuat orang merasa tak sampai hati melihatnya. Di Peru, ada segelintir nelayan yang berburu ikan hiu demi mengambil sirip ikan hiu untuk memenuhi nafsu makan orang lain. Demi memenuhi nafsu makan orang lain, mereka membunuh makhluk lain. Demi menangkap ikan hiu, mereka membunuh ikan lumba-lumba untuk dijadikan umpan karena ikan hiu menyukai daging ikan lumba-lumba yang masih segar. Bukankah manusia juga menghalalkan segala cara demi mengejar nafsu keinginannya? Seperti ikan hiu, demi memakan daging ikan lumba-lumba, akhirnya ia sendiri juga dibunuh. Manusia membunuh begitu banyak mahluk hidup, tetapi akhirnya apa yang diperoleh umat manusia? Empat unsur menjadi tidak selaras dan manusia menderita berbagai penyakit. Selain itu, masih ada banyak dampak lain yang masih belum diketahui. Meski demikian, umat manusia masih hidup dalam ketersesatan. Jadi, saya berharap setiap orang dapat menenangkan hati dan berpikir dengan baik. Kita yang terlahir di dunia ini hendaknya menciptakan lingkungan seperti apa agar hati kita bisa tenang, setiap orang bisa hidup tenteram, dan bumi ini bisa aman. Inilah makna dari hidup kita. (Diterjemahkan Oleh: Karlena Amelia) | |||
Artikel Terkait
Berdonasi dan Belajar Kepemimpinan Bersama Tzu Chi
06 Oktober 2016Kamis, 29 September 2016, mahasiswa yang tergabung dalam ALSA (Asian Law Student’s Association) Indonesia melakukan kunjungan ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Kunjungan ini diikuti oleh 200 peserta dari berbagai Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia.