Suara Kasih: Membangun Ikrar Luhur Tanpa Batas

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Membangun Ikrar Luhur Tanpa Batas

Menjadi Silent Mentor demi perkembangan ilmu kedokteran
Kehidupan manusia ada batasnya, tetapi ikrar tidak terbatas
Mempercayai ajaran Master dengan tulus dan mempraktikkannya dengan giat
Mewariskan pelita Buddha agar dapat terus bersinar

“Terkadang, saya berpikir dalam hati apakah saya bisa menyerahkan tubuh saya secara utuh kepada murid-murid jurusan kedokteran untuk diteliti. Jadi, saya memiliki pemikiran bahwa kelak, saat mereka membuat goresan pisau pada tubuh saya, maka saat itulah harapan saya terpenuhi,” ujar Li He-Zhen, relawan Tzu Chi.

Kita baru saja melihat tayangan Relawan Li He-zhen berkata kepada para murid jurusan kedokteran kita,“Kalian boleh ribuan kali salah menggoreskan pisau di tubuh saya, tetapi jangan sekali pun melakukan kesalahan di tubuh pasien kalian.”

Lihatlah, dia berkontribusi dengan begitu tulus. Setiap kali membicarakannya, dalam otak saya selalu terbayang kejadian saat dia datang dari Taoyuan ke Hualien. Saya berpapasan dengannya di koridor Griya Jing Si. Dia tersenyum dan berkata dengan tenang,“Saya terkena kanker stadium akhir. Dokter memvonis saya hanya bisa bertahan hidup selama 2 hingga 3 bulan. Saya datang sendiri ke Hualien agar setelah meninggal, saya tidak menyusahkan orang lain untuk membawa tubuh saya ke sini.”

Istrinya berkata, “Saya sangat sedih. Akan tetapi, melihat dia begitu tenang, saya pun tidak berani mengacaukan ketenangan hatinya. Dia sangat tenang. Namun, saya hanya bisa menangis diam-diam,” Sang istri mengungkapkan isi hatinya dengan berlinang air mata. Dia merasa tidak rela.

Tahun itu, Relawan Li dirawat di ruang rawat paliatif RS Tzu Chi Hualien. Jadi, dia ingin menjadi Silent Mentor. Saya pun meminta Universitas Tzu Chi mengirim para mahasiswa untuk datang berbincang-bincang dengannya.

“Setelah memeriksakan diri,saya terus menolak menjalani operasi karena saya sudah memiliki tekad untuk menyumbangkan tubuh saya agar dapat diteliti oleh kalian semua. Jadi, saya rasa operasi dan kemoterapi adalah hal yang mubazir dan dapat merusak tubuh saya. Saya berharap agar dapat menyerahkan tubuh saya secara utuh ke tangan kalian,” ujar Li He-Zhen kepada para mahasiswa/I kedokteran dari Universitas Tzu Chi.

Hari itu, saya berencana untuk melakukan kunjungan keliling. Dia telah mendonasikan uang sebesar 1 juta dolar NT. Saya khawatir tidak sempat melantiknya setelah saya pulang dari perjalanan saya. Jadi, sebelum pergi, saya terlebih dahulu melantiknya menjadi komisaris kehormatan. Saya bertanya kepadanya, “Apakah hatimu tenang?” Dia berkata,”Jika berkata saya sudah merelakan semuanya,maka itu adalah suatu kebohongan. Akan tetapi, saya sering mendengar ajaran Master. Bolehkah saya tidak rela?” Dia menjawab dengan sangat tenang.

Kebetulan di belakang kami ada sebuah lukisan karya Hsieh Kun-shan. Lukisan itu terlihat seperti bunga teratai, tetapi jika dilihat dengan sungguh-sungguh, maka akan terlihat sebuah gambaran Buddha Sakyamuni. Saya pun berkata,“Lihatlah, bunga teratai itu sesuci hati Buddha. Gambaran Buddha tersembunyi dalam kolam teratai itu. Setelah kamu meninggal dengan membawa serta hatimu yang suci, maka kamu harus cepat kembali.”

Relawan Li adalah salah satu Silent Mentor kita yang pertama. Kelas simulasi bedah kali ini merupakan bagian dari pembelajaran murid-murid kedokteran Tzu Chi. Selain itu, para dokter Tzu Chi dan murid kedokteran dari luar negeri juga ikut berpartisipasi dalam simulasi kali ini.

Di antara 8 orang Silent Mentor kali ini, salah satunya merupakan pasien simulasi semasa hidup. Dia adalah Jian Huang-bin. Sejak dahulu, kesehatannya sangat buruk. Akan tetapi, selama belasan tahun ini, dia mengikuti Dokter Gao berkeliling ke berbagai RS Tzu Chi di Taiwan untuk berperan sebagai pasien simulasi. Dia berperan bagai pasien sungguhan.

Suatu ketika,dia memerankan pasien yang tersengat lebah sehingga tangannya bengkak. Dia pun sengaja menyuntikkan air ke bagian bawah kulitnya agar tangannya membengkak. Dia melakukannya dengan hati yang begitu tulus. Dia menggunakan tubuhnya untuk mengungkapkan berbagai penderitaan yang dialami oleh pasien. Dia menggunakan cara ini untuk mengajari para dokter muda.

Pada awal tahun ini, dia mengalami gagal jantung dan akhirnya meninggal. Kali ini, dia menjadi Silent Mentor. Dia merupakan murid saya yang sangat dekat di hati. Dia sungguh berkontribusi bagi misi kesehatan Tzu Chi. Meskipun usianya baru 56 tahun, tetapi dia memanfaatkan setiap detik dalam hidupnya dengan sangat bermakna. Saya yakin Relawan Jian kelak akan kembali lagi ke alam manusia.

Semoga dia kembali ke Dunia Tzu Chi dan terus menginspirasi semua orang. Selain itu, kita juga melihat Tuan Zhu Jin-xia. Dia mengenal Tzu Chi lewat sebuah buku saku tentang saya dan sejarah Tzu Chi. Setelah membaca buku saku yang tipis itu, dia dengan begitu bersungguh hati membangkitkan tekad dan menegakkan ikrar untuk mendukung misi Tzu Chi.

Selama bertahun-tahun ini, dia hidup dalam kesederhanaan demi membantu saya menolong umat manusia. Baik saat membangun rumah sakit maupun membangun sekolah, dia selalu mendukung. Dia bahkan mendonasikan uang sebesar 1 juta dolar NT. Segala yang Master katakan dan lakukan benar-benar tanpa pamrih, semuanya hanya demi orang-orang yang menderita. Agar dapat lebih dekat dengan Tzu Chi, dia pun pindah dari Taipei ke Hualien.

“Saya akan mengatakan dengan jujur alasan mengapa saya pindah ke sini. Semua ini karena saya ingin..,” ujar Zhu Jin-xia .

Hatinya begitu murni bagaikan bunga teratai. Dia mempelajari dan meyakini Dharma dengan cara yang begitu sederhana. Apa yang saya katakan langsung diterima dan dipraktikkan olehnya. Harapannya tidak banyak. Dia hanya ingin bersumbangsih. Inilah Bodhisatwa dunia.

Dalam simulasi bedah kali ini ada delapan Bodhisatwa. Jadi, pada tubuh setiap Silent Mentor, ada tiga orang dokter yang belajar melakukan pembedahan. Bukankah ini semua dilakukan demi meningkatkan kualitas pelayanan medis dan menciptakan berkah bagi manusia di masa depan? Saya sangat bersyukur, sangat tersentuh, juga tidak sampai hati.

Orang-orang ini pernah memiliki jalinan jodoh yang begitu dalam dengan saya. Namun, kematian adalah bagian dari kehidupan. Kelahiran merupakan awal dari kematian, kematian merupakan awal dari kehidupan baru. Jadi, mereka akan memulai kehidupan baru. Semoga mereka dapat tenang dan damai. Saya yakin mereka sudah kembali ke alam manusia ini. Saya mendoakan mereka dan berterima kasih kepada mereka. (Diterjemahkan Oleh: Karlena Amelia)

 
 

Artikel Terkait

Baksos Papua: Dari Tzu Chi untuk Manokwari

Baksos Papua: Dari Tzu Chi untuk Manokwari

04 Juni 2012 Jumat, 1 Juni 2012, insan Tzu Chi kembali mengadakan bakti sosial kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu. Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi ke-84 ini di lakukan daerah yang terletak di pantai utara daerah Kepala Burung Pulau Papua, yaitu Manokwari, Papua Barat, tepatnya di RSUD Manokwari.
Menemukan Sukacita Dhamma

Menemukan Sukacita Dhamma

06 September 2016
Kegiatan bedah buku relawan komunitas He Qi Pusat, Xie Li Sunter kembali diadakan pada Sabtu, 27 Agustus 2016. Ada sebanyak 11 orang relawan yang terdiri dari 2 orang relawan komite, 8 orang relawan biru putih, dan 1 orang relawan abu putih yang menghadiri bedah buku. Kesempatan tersebut digunakan relawan untuk mengetahui lebih dalam tentang buku berjudul Batin yang Damai karya Master Cheng Yen.
Wujud Kepedulian Tzu Chi untuk Warga Jagir

Wujud Kepedulian Tzu Chi untuk Warga Jagir

10 Oktober 2018

Minggu pagi yang cerah di wilayah Jagir, Wonokromo relawan Tzu Chi sudah bersiap untuk menyiapkan perlengkapan dan logistik untuk Baksos Umum Degeneratif dan Pembagian Kacamata. Baksos yang digelar pada Minggu, 7 Oktober 2018 ini adalah lanjutan dari Baksos Gigi yang dilaksanakan satu minggu sebelumnya, yang berlokasi di Kelurahan Jagir.

Berbicaralah secukupnya sesuai dengan apa yang perlu disampaikan. Bila ditambah atau dikurangi, semuanya tidak bermanfaat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -