Suara Kasih : Membantu dengan Welas Asih
Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News Judul Asli: Membantu Korban Bencana Kehidupan di dunia penuh ketidakkekalan Lihatlah insan Tzu Chi di Paraguay. Meski jumlahnya tak banyak, namun mereka secara rutin mencurahkan perhatian dan menyalurkan bantuan bagi desa-desa terpencil yang kurang mampu. Tahun lalu mereka mengunjungi Ciudad del Este, sebuah desa di bagian utara Paraguay. Kehidupan di desa tersebut sungguh minim. Insan Tzu Chi menyalurkan bantuan di sana meski jalanan sulit dilalui. Lihatlah betapa sulitnya insan Tzu Chi membawa satu truk barang bantuan menuju desa terpencil itu. | |||
Kesulitan demi kesulitan telah mereka lalui. Jalanan sungguh sulit dilalui, namun tiada yang sulit jika memiliki tekad. Akhirnya mereka tiba dan menyalurkan barang bantuan yang cukup untuk beberapa waktu bagi warga setempat. Namun, mereka menyadari minimnya sarana pendidikan anak-anak di sana. Ruang kelas mereka sangat sederhana, hanya ditopang oleh empat tiang dan kondisi atapnya pun sangat memprihatinkan. Insan Tzu Chi tak sampai hati melihatnya. Karena itu, mereka bertekad membangun ruang kelas untuk anak-anak di sana. Pada pertengahan bulan Februari lalu, para relawan mulai mempersiapkan material bangunan yang sederhana dan membawanya ke desa tersebut untuk membangun sekolah. Meski sekolah tersebut sangat sederhana, namun bagi warga setempat, sekolah tersebut sangatlah mewah. Saat peresmian sekolah bulan Mei lalu, anak-anak sangat senang. Para relawan pun mulai mengajarkan anak-anak dengan Kata Perenungan Jing-Si. Saya percaya bahwa kelak pendidikan di desa ini akan penuh harapan. Melihat banyak orang yang menderita dan bencana yang terjadi di dunia ini, insan Tzu Chi harus segera memberi dukungan, mendampingi, dan menenangkan batin korban bencana. Insan Tzu Chi mendampingi mereka mengatasi penderitaan yang tak terkira. Contohnya, di Honduras. Badai Tropis Agatha pada bulan Mei lalu mengakibatkan kerusakan di beberapa negara di Amerika Tengah. Salah satu di antaranya adalah Honduras. Insan Tzu Chi di sana tidaklah banyak, terlebih lagi pada mulanya warga di sana sudah mengalami kesulitan ekonomi. Bapak Chang adalah pengusaha dari Taiwan. Di Honduras, ia sendiri mengalami kesulitan ekonomi. Namun, ia pun menjalani hidup hemat untuk dapat turut membantu korban bencana. Ia tak sampai hati melihat anak-anak di tempat penampungan yang kekurangan gizi. Hatinya merasa tidak tenang. Karena itu, ia mulai mengajak empat relawan lainnya untuk mengurus anak-anak tersebut. Karena tak mampu membeli susu, mereka membeli kacang kedelai. Setelah membeli kacang kedelai, ia memindahkan mesin penggiling kacang ke tempat penampungan dan mulai membuat susu kacang kedelai di sana. Mereka bahkan tak membuang ampas hasil saringan susu kacang kedelai. Mereka mencampur ampas tersebut dengan tepung jagung untuk dibuat menjadi kue. Hanya dengan sekitar 200 dolar NT (Rp60.000), lebih dari 200 anak di tempat penampungan dapat makan dengan bahagia. Bapak Chang mengembangkan welas asih dan kebijaksanaan di tengah penderitaannya sendiri. Ia mampu bersumbangsih bagi anak-anak di sana. | |||
| |||
Kini mereka telah menempati rumah baru. Lihatlah ia terus membersihkan lantainya. Ketika ada yang bertanya mengapa ia terus membersihkan lantai yang sudah bersih, ia pun menjawab, “Ini adalah rumah baru, jadi harus terus dijaga kebersihannya agar bebas dari debu.” “Karena itu, saya harus membersihkannya agar enak dipandang dan saya juga dapat tinggal dengan nyaman,” katanya lagi. Saya turut merasa senang untuk mereka. Saya pun sungguh tersentuh. Terlebih lagi, pada saat perencanaan pembangunan rumah-rumah ini, saya berkata kepada arsitek bahwa kita harus membangun rumah yang dapat membuat warga rindu pulang ke kampung halaman. Artinya, agar para kaum muda yang bekerja di luar kota selalu ingat akan kampung halaman, selalu ingat akan kampung halaman orang tua, serta sanak saudaranya sehingga mereka akan sering pulang dan berbakti kepada orang tuanya. Kini kita telah mencapainya. Contohnya, keluarga Fang. Lihatlah keluarga ini. Ketika putrinya berusia 4 tahun, sepasang suami istri ini sudah pergi merantau untuk bekerja ke Fujian, sejauh 4.000 kilometer dari Sichuan. Sampai saya sebesar ini, ibu baru sekali merayakan ulang tahun saya, yaitu ketika saya berumur 10 tahun. Hanya sekali itu saja. Apakah kamu rindu pada ibu? ”Ya,” jawabnya. Apa yang kamu lakukan jika rindu pada ibumu? “Saya akan melihat fotonya sampai tertidur. Kadang saya menangis melihat fotonya. Begitu,” katanya lagi. | |||
| |||
Kita juga mendapat kabar bahwa orang tuanya akan kembali ke Sichuan setelah setahun. Dengan demikian, mereka dapat berbakti kepada orang tua, menjaga putrinya, dan bekerja di desa mereka. Ini semua berkat Bodhisatwa dunia yang terus menyebarkan cinta kasih. Sungguh membuat orang bersyukur melihatnya. Kita telah melihat insan Tzu Chi di seluruh dunia yang bersumbangsih dengan cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin. Ini sungguh hal yang tidak mudah. Selain membuka jalan dengan cinta kasih, membangun segala sarana dan prasarana dengan welas asih, kita juga membangun tempat tinggal yang aman dengan penuh pemahaman, dan dengan penuh kebijaksanaan membantu mereka untuk dapat hidup dalam keharmonisan. Inilah praktik welas asih dan kebijaksanaan. | |||
Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi Foto: Da Ai TV Taiwan | |||
Artikel Terkait
Berbagi 1.000 Paket Takjil Menjelang Berbuka Puasa
27 April 2022Menjelang waktu berbuka puasa, Perkumpulan Muda-Mudi Mahasiswa Tzu Chi Indonesia (Tzu Ching Indonesia), bersama insan Tzu Chi He Qi Timur membagikan 1.000 paket takjil, Minggu, 24 April 2022.