Suara Kasih: Mempraktikkan Enam Paramita dan MenghargaiSumber Daya Alam
Jurnalis : DAAI News, Fotografer : DAAI News Judul Asli:
Acara Pemberkahan Akhir Tahun akan segera digelar | |||
Acara Pemberkahan Akhir Tahun sudah akan mulai digelar. Para insan Tzu Chi dari negara yang berbeda-beda akan kembali ke Taiwan untuk menjalani pelantikan dan pelatihan. Setiap tahun, insan Tzu Chi giat merekrut Bodhisatwa dunia dan menginspirasi mereka untuk membangun ikrar luhur. Jumlah relawan yang dilantik terus bertambah dari tahun ke tahun. Saya sangat gembira melihatnya. Saya sangat berharap setiap relawan yang telah dilantik bisa memikul tanggung jawab untuk bersumbangsih sebagai Bodhisatwa dunia. Seperti yang saya ulas dalam ceramah tadi pagi, kita harus mempraktikkan Enam Paramita dan membangkitkan hati Bodhisatwa. Enam Paramita meliputi dana, sila, dan apa lagi? (Kesabaran, semangat, konsentrasi, dan kebijaksanaan). Kalian semua telah tahu dan bisa menghapalnya. Akan tetapi, kalian hanya sekadar menghapal atau benar-benar mengingatnya di dalam hati? Saya berharap setiap orang dapat memahami bahwa Enam Paramita adalah metode untuk menapaki Jalan Bodhisatwa di dunia. Praktik Bodhisatwa harus disesuaikan dengan kebutuhan umat manusia. Dengan menyempurnakan Enam Paramita, barulah kita dapat membimbing semua makhluk sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan mereka. Kita harus memberikan bimbingan sesuai dengan kemampuan pendengar. Selain itu, kita juga harus bersumbangsih tanpa pamrih sesuai dengan kebutuhan mereka. Inilah Jalan Bodhisatwa yang sesungguhnya. Di dalam ceramah tadi pagi, saya mengulas satu poin yang sangat penting, yakni kesabaran yang tak terpengaruh kondisi. Artinya, dalam kehidupan ini, janganlah kita terpengaruh oleh mimik wajah orang lain, janganlah kita terpengaruh oleh nada bicara orang lain, janganlah kita terpengaruh olehkata-kata kasar dan fitnahan dari orang lain. Kita jangan terpengaruh oleh semua itu. Kita harus memiliki hati yang jernih untuk terjun ke tengah umat manusia. Untuk itu, kita harus melatih kesabaran. | |||
| |||
Beberapa hari lalu, insan Tzu Chi dari Kanada kembali ke Taiwan untuk mengikuti pelatihan. Setiap orang dari mereka bertekad untuk merekrut 100 orang donatur. Saya naik ke atas panggung dan memberi tahu mereka,“Bukan merekrut 100 orang donatur, tetapi merekrut 100 orang anggota komite.” Mereka sangat terkejut mendengarnya. Sungguh, untuk merekrut 100 orang donatur sangatlah mudah karena kita hanya ingin mereka berbuat baik. Kita tidak berbagi Dharma dengan mereka sehingga cinta kasih mereka tidak terbangkitkan. Jika demikian,maka kekuatan yang tercipta sangatlah kecil. Kita harus berbagi Dharma dengan mereka agar mereka bisa menyerap Dharma ke dalam hati. Setelah menyerap Dharma ke dalam hati sendiri, kita juga harus menginspirasi orang lain agar membangkitkan ikrar luhur. Inilah yang harus kita lakukan. Jadi, bukan merekrut 100 orang donatur, melainkan merekrut 100 orang anggota komite. Kemudian, komite-komite itu akan kembali merekrut donatur baru. Inilah semangat sebutir benih tumbuh menjadi tak terhingga, dan yang tak terhingga tumbuh dari satu benih.Yang terpenting adalah kita harus menggalang hati agar orang-orang berkesempatan untuk mendalami ajaran Buddha. Dengan demikian, barulah dunia ini bisa damai dan harmonis. Pada bulan Agustus lalu, Filipina diterjang Badai Tropis Trami yang menyebabkan bencana besar. Pascabencana, insan Tzu Chi segera terjun untuk mencurahkan perhatian dan menyalurkan bantuan darurat. Namun, dari laporan berita tadi pagi, saya melihat banyak korban bencana setempat yang masih tinggal di rumah yang bobrok. Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Saya merasa tak sampai hati melihatnya. Karena itu, insan Tzu Chi kembali bergerak untuk melakukan pembagian bantuan. Kita juga bisa melihat bencana akibat ulah manusia yang terjadi di Zamboanga pada bulan September lalu telah menghancurkan ratusan sekolah setempat. Karena itu, insan Tzu Chi di Taiwan tengah mempersiapkan ruang kelas rakitan untuk mereka. Meski ia hanya ruang kelas rakitan sementara, tetapi ketahuilah bahwa ia dibangun dengan sangat kokoh. Melihat para relawan begitu bekerja keras, saya merasa sangat gembira. Setidaknya, ruang kelas rakitan itu bisa dipakai selama 3 hingga 5 tahun. Sembari menunggu gedung sekolah setempatdibangun kembali, anak-anak masih bisa terus bersekolah di ruang kelas rakitan tersebut. Saya sangat berterima kasih atas hal ini. | |||
| |||
Begitu pula dengan di Taiwan. Beberapa hari ini, media massa terus melaporkan tentang bebek kuning raksasa di Taiwan. Sebenarnya, apa yang perlu dilihat dari bebek tersebut? Saya sungguh tidak mengerti. Orang-orang saling berdesakan untuk melihatnya dan menciptakan banyak sampah. “Sampah yang terkumpul oleh para petugas kebersihan sudah berjumlah beberapa ton. Untuk membersihkan semua sampah itu hingga tuntas selama acara ini berlangsung, kami membutuhkan lebih dari 10.000 relawan,” ucap Tian Wei, Wakil Kepala Dinas Kebudayaan Taoyuan. Inilah ketersesatan hidup manusia. Sikap konsumtif seperti ini sungguh memboroskan sumber daya alam, mencemari lingkungan, dan lain-lain. Selain itu, media massa juga melaporkan bahwa bebek karet itu terbuat dari plasticizer. “Bebek kuning raksasa itu terbuat dari bahan PVC. Ia bisa melepaskan bahan kimia beracun ke dalam air secara perlahan-lahan. Semakin lama, bahan kimia yang dilepaskan akan semakin banyak. Ini akan berdampak pada kehidupan di perairan,” jelas Xie He-lin, Kepala Sekretaris Taiwan Watch Institute. Dua tahun lalu, plasticizer mendatangkan masalah besar bagi masyarakat. Namun, sekarang, manusia kembali membuat bebek dari bahan yang sama. Saya sungguh sulit memercayainya. Entah apa yang dipikirkan oleh manusia. Jika orang-orang yang melihat bebek karet raksasa itu mau mendengar ajaran Buddha, maka alangkah baiknya. Jika mereka mendonasikan uang yang mereka hamburkan untuk berbuat amal, maka alangkah baiknya. saya sungguh sulit memercayainya. Singkat kata, saya sungguh sulit memercayainya. Melihat orang-orang hidup dalam ketersesatan, saya sungguh merasa tidak berdaya. Kita harus menjaga pikiran kita sendiri, memiliki pandangan yang benar, serta memandang semua makhluk dengan mata Bodhisatwa. (Diterjemahkan Oleh: DAAITV) | |||
Artikel Terkait
Bahagia Tercipta dari Ketulusan Memberi dan Menerima
03 Oktober 2013 Ungkapan syukur karena telah diberi kesempatan mengumpulkan karma baik. Pada dasarnya kebahagiaan dan rasa bersyukur tercipta dari saling memberi dan menerima.Bantuan Gelombang Ketiga untuk Lombok
30 Agustus 2018Jalinan Jodoh dengan Masyarakat Tebing Tinggi Melalui Pembagian Beras Cinta Kasih
22 Juni 2017Tzu Chi Tebing Tinggi kembali mengadakan bakti sosial. Kali ini, Minggu, 18 Juni 2017, bakti sosial berupa pembagian Beras Cinta Kasih kepada 1353 keluarga kurang mampu di Kecamatan Padang Hulu, Kota Tebing Tinggi yang meliputi tiga kelurahan.