Suara Kasih : Menanam Benih Baik

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Menanam Benih Baik
dan Melenyapkan Karma Buruk
 

Warga di berbagai negara hidup dalam penderitaan
Memiliki cinta kasih di tengah kondisi yang sulit
Menanam lebih banyak benih berkah untuk melenyapkan karma buruk
Berpengertian dan berlapang dada demi menghimpun berkah

 

“Setelah pulih dari bencana, kami juga ingin menjadi relawan Tzu Chi dan membantu orang yang membutuhkan bantuan seperti kami. Kami akan mengumpulkan barang daur ulang untuk disumbangkan kepada Tzu Chi guna membantu orang yang membutuhkan,” kata seorang warga korban gempa di Haiti.

Setiap hari kita melihat kondisi orang yang hidup menderita di berbagai negara, juga melihat Bodhisatwa dunia yang menciptakan berkah bagi masyarakat. Dengan adanya jalinan jodoh yang baik, barulah cinta kasih kita dapat terbangkitkan. Untuk hidup penuh kesadaran, kita harus menapaki Jalan Bodhisatwa dan bersumbangsih di tengah masyarakat guna membimbing dan menginspirasi orang-orang yang hidup menderita. Kita harus bekerja keras untuk menggalang lebih banyak Bodhisatwa dunia.

Bodhisatwa dunia harus senantiasa memiliki tekad penuh welas asih untuk meringankan penderitaan makhluk lain. Janganlah kita takut akan kesulitan, sebaliknya kita harus terjun ke tengah masyarakat karena rasa iba terhadap mereka yang menderita. Selain berbagai bencana yang terjadi di dunia, kini banyak orang terancam wabah penyakit. Contohnya, warga Haiti yang hidup dalam kondisi sulit selama bertahun-tahun. Karena ketertinggalan dan pendidikan yang minim, banyak warga hidup dalam kondisi sulit. Mereka hidup dalam kondisi sulit, ditambah lagi mereka tak berpendidikan. Ini sungguh merupakan lingkaran buruk.

Gempa bumi dahsyat yang terjadi pada 12 Januari lalu, tak hanya mengakibatkan para warga kekurangan kebutuhan materi, melainkan juga banyak bangunan yang rusak dan timbul wabah penyakit. Sejak bulan Oktober lalu, penyakit kolera mulai mewabah di Haiti. Selama berpuluh-puluh tahun ini, meski selalu hidup dalam kondisi minim, mereka tak pernah terjangkit oleh penyakit kolera. Selain itu, kegiatan pemilu juga mengakibatkan kekacauan pada masyarakat setempat. Hal ini mengakibatkan upaya pembangunan semakin sulit dilaksanakan.

Karena kurangnya air bersih, sanitasi warga pun menurun dan mengakibatkan mewabahnya penyakit menular. Selain itu, warga sangat percaya takhayul. Mereka percaya bahwa ilmu sihirlah yang menyebabkan wabah penyakit ini. Ada juga orang yang curiga apakah pasukan perdamaian PBB yang membawa bakteri penyakit ini ke negara mereka. Karena itu, terjadi sebuah aksi protes terhadap pasukan perdamaian PBB.

Meski bencana gempa bumi telah berlalu hampir satu tahun, namun para warga tetap hidup menderita. Sungguh, penderitaan ini bagaikan neraka dunia. Pada saat tim medis PBB ingin memberikan perawatan medis, warga setempat menolaknya. Mereka berkata bahwa akan lebih banyak penyakit menular dibawa oleh personil PBB. Karena itu, mereka menolaknya. Kita sungguh tak berdaya. Hingga kini korban jiwa akibat penyakit kolera telah mencapai lebih dari 2.500 orang. Selain itu, orang yang terjangkit diperkirakan lebih dari 110.000 orang. Karena itu, pasukan perdamaian PBB membentuk kelompok kecil untuk mencari tahu penyebab wabah kolera ini dan cara menanganinya. Masalah inilah yang belum terpecahkan sehingga warga Haiti terus menderita.

Insan Tzu Chi dari Amerika Serikat, Si Cheng dan Ji Jiao kembali datang ke Haiti pada tanggal 17 Desember lalu untuk meninjau kondisi di sana karena program bantuan kita di Haiti belum berakhir. Kita telah berjanji kepada mereka untuk memperbaiki gereja para suster Katolik dan membangun kembali 3 gedung sekolah. Akibat kebijakan pemerintah yang tidak menentu, kita kesulitan menemukan lahan, ditambah lagi dengan adanya pertimbangan lain dari pusat Ordo Kesusteran Saint Anne. Setelah penundaan berulang kali, kini akhirnya mereka menyetujui Tzu Chi membantu pembangunan gereja mereka. Karena itu, pada tanggal 17 Desember lalu, mereka berdua pergi ke Haiti dan kembali ke Amerika Serikat pada tanggal 19 Desember. Karena pemerintah mengumumkan hasil pemilu pada tanggal 20 Desember, maka ketegangan kembali terjadi di sana.

Sungguh, hidup ini penuh dengan penderitaan. Orang yang terlahir di Haiti sungguh menderita. Myanmar juga pernah dilanda Badai Nargis. Meski warga setempat hidup dalam kondisi sulit, namun batin mereka sangat tenang. Pascabencana badai Nargis, kita memberikan bantuan benih padi dan pupuk kepada para petani di Myanmar. Mereka sangat berterima kasih kepada kita. Kita juga memberi mereka tenda yang berlogo Tzu Chi. Mereka dapat menggunakannya untuk berlindung dari hujan atau menjadikannya sebagai alas untuk menjemur padi.

Saya akan menggunakannya untuk menutupi atap, tidak akan menjadikannya sebagai alas. Ia sangat berterima kasih. Ia berkata bahwa segala sesuatu yang berlogo Tzu Chi patut dihormati. Karena itu, ia tak akan menjadikannya sebagai alas, melainkan menggunakannya sebagai pelindung atap.

Ia mengganggap benih padi yang diberikan Tzu Chi sebagai anugerah. Saat tanamannya terserang hama, ia menolak memakai pestisida karena ia tahu bahwa Tzu Chi menghormati semua makhluk hidup. Meski tanamannnya terserang hama, ia tak menggunakan pestisida dan selalu berkata-kata baik di sawahnya, “Semoga padi dapat cepat tumbuh dan orang di seluruh dunia memiliki makanan. Semoga Master (Cheng Yen) sehat selalu. Semoga kami memiliki hasil panen yang baik.” Dengan berkata-kata baik setiap hari, hama tanaman pun hilang. Ia sungguh memiliki hati lapang dan pikiran murni. Sungguh mengagumkan. Ia hidup dalam kondisi sangat sulit. Meski hasil panennya tak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarganya selama setahun, namun ia bersikeras untuk menyisihkan segenggam beras untuk membantu orang yang membutuhkan. “Meski tak memiliki nasi untuk makan, kami juga tak akan mengeluarkan beras ini karena beras ini akan disumbangkan,” begitu katanya. Hal ini sungguh tidak mudah. Meski hidup serba kekurangan, namun ia kaya secara spiritual dan tahu untuk membalas budi. Lihatlah, ia sungguh tulus dan mengagumkan. Hidupnya sungguh penuh harapan.

Dengan menanam benih kebajikan, kita akan menuai buah yang baik. Karena itu, pada kehidupan ini, kita harus senantiasa bersyukur dan lebih banyak menanam benih berkah. Setiap hari kita harus penuh pengertian dan berlapang dada agar dapat mengikis karma buruk. Jika kita tak saling pengertian, maka karma buruk kita akan semakin besar bagai gumpalan bola salju. Karena itu, kita harus senantiasa berpengertian dan berlapang dada agar segala jalinan jodoh dan karma buruk dapat terkikis sedikit demi sedikit. Jadi, kita harus lebih banyak menjalin jodoh baik agar cinta kasih kita dapat terbangkitkan. Diterjemahkan oleh: Lena

 
 

Artikel Terkait

Merajut Kembali Silaturahmi dengan Warga Kampung Belakang

Merajut Kembali Silaturahmi dengan Warga Kampung Belakang

12 Juni 2017

Minggu, 11 Juni 2017, sebanyak 30 relawan Tzu Chi mengunjungi kembali rumah-rumah warga penerima bantuan Bedah Rumah Tzu Chi di Kampung Belakang, Dadap, Kamal, Jakarta Barat. Kali ini relawan juga memberikan bingkisan Lebaran kepada warga, berupa: beras (10 kg), biskuit, dan 2 botol sirup untuk warga menyambut Hari Lebaran.

Waisak Tzu Chi 2018: Keharmonisan Dalam Keberagaman

Waisak Tzu Chi 2018: Keharmonisan Dalam Keberagaman

14 Mei 2018

Selain relawan Tzu Chi, kegiatan ini juga selalu dihadiri para tokoh dari berbagai agama di Indonesia. Doa jutaan insan kali ini dihadiri sebanyak 43 pemuka agama di antaranya pemuka agama Buddha, Katolik, Hindu, dan Konghucu. Ini menunjukkan suatu keharmonisan dalam keberagaman.


Serah Terima Sekolah dan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Sulawesi Tengah

Serah Terima Sekolah dan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Sulawesi Tengah

23 Mei 2022

Tzu Chi Indonesia menyerahkan tata kelola Sekolah dan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Sulawesi Tengah kepada pemerintahan setempat.

Tiga faktor utama untuk menyehatkan batin adalah: bersikap optimis, penuh pengertian, dan memiliki cinta kasih.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -