Suara Kasih: Menciptakan Berkah di Dunia
Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News Judul Asli:
Polusi lingkungan mencemari bahan makanan | |||
Beberapa waktu belakangan ini, suhu di bumi ini sangat panas. Bumi ini seperti sedang terbakar. Saya sering mengumpamakannya demikian. Matahari bagaikan sedang digoreng, dan pasir di bumi bagaikan sedang dibakar. Cuaca seperti ini sangat menyiksa. Akan tetapi, semua ini adalah akibat ulah manusia sendiri. Populasi manusia di bumi ini sudah terlalu banyak. Selain itu, pola hidup manusia telah menyimpang. Setiap orang ingin menikmati hidup, sehingga menghabiskan banyak listrik, air, dan sumber daya alam serta terus menciptakan polusi. Dua hari lalu, saya melihat siaran berita melaporkan bahwa ada banyak sawah di Zhanghua yang terkontaminasi logam berat. Semua kerja keras petani menjadi sia-sia. Bahan makanan untuk manusia juga menjadi berkurang. Akibat manusia selalu ingin mencari kesenangan, maka banyak pabrik dibuka. Jika jumlah pabrik bertambah, maka limbahnya dapat mencemari sumber air dan tanaman pangan yang dibutuhkan oleh manusia. Ini adalah sebuah siklus buruk. Akibatnya, pencemaran terus bertambah. Hal ini bisa membawa kerugian besar bagi manusia. Inilah yang terjadi pada generasi kita. Entah bagaimana generasi penerus kita bertahan hidup di bumi ini. | |||
| |||
Di Brasil, anggota TIMA dan relawan Tzu Chi bersama-sama mengunjungi daerah yang minim sarana pengobatan dan kekurangan pangan. Para tenaga medis dari tujuh spesialisasi bersama-sama mengadakan baksos di sana. Di sana banyak warga yang menderita sakit dan tidak mampu pergi berobat. Karena itu, para insan Tzu Chi pergi membantu mereka. Insan Tzu Chi juga mengunjungi para penerima bantuan untuk memahami kondisi terkini mereka, seperti pendidikan anak mereka, pekerjaan orang tua mereka, dll. Bukankah ini cinta kasih tanpa mementingkan jalinan jodoh? Para penerima bantuan dan relawan serta para dokter Tzu Chi tidak memiliki hubungan darah. Mengapa para insan Tzu Chi tetap peduli? Itu karena cinta kasih tanpa syarat. Karena merasa tidak tega, maka para relawan berkumpul bersama tanpa gentar akan kesulitan dan terjun ke tengah umat manusia untuk menolong orang-orang yang menderita. Pertolongan mereka bukan bersifat jangka pendek, melainkan jangka panjang. Para relawan menganggap penerima bantuan bagaikan keluarga sendiri. Para relawan mengunjungi mereka bagai mengunjungi kerabat dekat. Melihatnya, kita sungguh merasakan kehangatan. Jika setiap orang bisa seperti ini, maka semua orang akan dapat menghimpun kekuatan cinta kasih di dalam hati untuk bersumbangsih. Mereka akan menyadari bahwa hidup bukanlah semata-mata mengejar kenikmatan atau bergaya hidup mewah. Saya sering mengimbau semua orang agar cukup makan 80 persen kenyang dan menyisihkan 20 persennya untuk membantu orang lain. Jika kita bisa hidup lebih hemat sedikit, maka kita akan memiliki kemampuan lebih untuk membantu orang lain. Inilah cara menghimpun cinta kasih. Kita juga melihat para pemeran Drama Da Ai bersama-sama relawan Tzu Chi pergi ke Filipina untuk mengadakan konser amal. Kita juga bisa melihat anak yang mendapat bantuan beasiswa juga naik ke atas pentas untuk berterima kasih karena berkesempatan untuk kuliah. Jika tidak ada Tzu Chi, dia tidak punya kesempatan untuk kuliah. Para artis dari Taiwan juga memperagakan sebagian dari adaptasi Sutra “Dharma bagaikan Air”. Sungguh membuat orang merasa tersentuh. | |||
| |||
Baiklah, singkat kata, ini adalah kekuatan cinta kasih yang jika dihimpun, akan bisa mengubah hidup manusia. Lihatlah Qiu Xiu-po. Sejak dilantik menjadi anggota komite hingga sekarang, dia sudah berkontribusi di Tzu Chi selama 20 tahun. Selain menjadi anggota komite dan komisaris kehormatan, Dia juga merupakan relawan daur ulang. Dia melakukan semuanya. Setelah divonis menderita kanker limfoma, dia malah semakin paham bahwa manusia harus memanfaatkan waktu yang ada. Ia berkata, “Saat menderita penyakit, saya semakin memahami bahwa kita tidak tahu apakah hari esok atau ketidakkekalan yang datang lebih dahulu. Saya masih memiliki tabiat buruk dan belum menjalin jodoh baik. Apakah saya harus menyerah begitu saja? Saya pun berikar. Setidaknya saya harus menggalang 1.000 donatur dan mengenalkan Tzu Chi kepada siapa saja.” Hingga kini, belasan tahun sudah berlalu, tetapi dia tetap optimis. Dia memanfaatkan hidupnya untuk bersumbangsih bagi masyarakat. Sampai sekarang dia masih sangat bersemangat dan masih membawakan kegiatan bedah buku. Dia sudah menyerap Dharma ke dalam hati dan mempraktikkannya dalam tindakan. Inilah Bodhisatwa dunia Tzu Chi yang selalu menghibur umat manusia. Kita harus saling menyemangati. Jika orang lain bisa menjadi Bodhisatwa, apakah kita tidak bisa? Jadi, kita harus sadar bahwa waktu terus berlalu tanpa henti. Janganlah kita membiarkannya berlalu sia-sia. Seiring berjalannya waktu, jiwa kebijaksanaan kita harus bertumbuh. Belakangan ini saya sering mengatakan bahwa sebersit niat bisa memengaruhi arah seumur hidup. Jika niat yang baik dan benar muncul, maka kita harus mempertahankannya hingga selama-lamanya. Jika kita bisa mempertahankan tekad awal kita dan menjadikannya sebagai arah tujuan hidup, maka hidup kita tidak akan menyimpang. Beginilah kita harus menjalani hidup. (Diterjemahkan Oleh: DAAI TV) | |||