Suara Kasih : Mendidik Generasi Muda

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Mendidik Generasi Muda Harapan Bangsa
 

Giat belajar dan berbakti kepada orang tua
Menunaikan kewajiban dan membina moral yang baik
Ajaran yang baik menciptakan dunia yang damai
Mendidik anak-anak agar menjadi orang yang berguna dalam masyarakat

Inilah sebentuk kehangatan di dunia. Saya sungguh merasakan kehangatan melihatnya. Sungguh, untuk mewujudkan dunia yang damai, kita membutuhkan ajaran yang baik. Entah itu ajaran baik ataupun ajaran buruk, semuanya bergantung pada pikiran kita. Ajaran yang baik akan membuat semua orang sukses dan masyarakat penuh harapan. Ajaran buruk adalah kebalikannya. Jika orang berniat buruk, ia akan melakukan hal yang salah tanpa rasa malu. Tindakan ini akan membuat masyarakat bahkan negara menjadi sangat kacau. Karena itulah, pendidikan harus dimulai sejak dini.

Wawasan dan karakter harus dibina bersamaan. Kita jangan hanya melihat prestasi seseorang untuk menilai ia adalah siswa yang baik atau tidak. Cara menilai seseorang bukanlah demikian. Kita mengajarkan anak-anak cara menghemat air, cara menutup pintu, serta cara membersihkan, dan menghargai segala sesuatu. Kita meminta mereka untuk membersihkan segala sesuatu sepenuh hati. Mengapa? Karena bila telah membersihkannya dengan susah payah, mereka akan lebih menghargai dan menjaganya.

Lihatlah di Tiongkok. Gempa Sichuan yang terjadi pada tanggal 12 Mei 2008 adalah awal jalinan jodoh Tzu Chi dengan warga setempat. Di Provinsi Sichuan, Tzu Chi mendirikan 13 gedung sekolah. Kesempatan ini membuat kita dapat memahami kehidupan keluarga serta pendidikan anak-anak setempat. Kita telah melihat betapa giatnya mereka belajar. Mereka sadar bahwa hanya pendidikan yang dapat membebaskan mereka dari kemiskinan dan membuat masa depan mereka penuh harapan. Banyak anak-anak yang tinggal di pegunungan. Kondisi mereka sungguh memprihatinkan. Jarak ke sekolah pun sangat jauh. Setiap hari, demi mengenyam pendidikan, anak-anak yang tinggal di pegunungan ini telah keluar rumah meski hari masih sangat gelap. Mereka tak mengeluh sedikit pun. Meski angin bertiup dan hujan turun, mereka tetap berangkat ke sekolah.

Han Jiangqin, seorang gadis kecil juga demikian. Setiap hari ia berjalan menuju sekolah. Ia naik dan turun gunung entah cuaca sedang baik atau buruk. Mereka sangat giat belajar. Prestasi mereka pun sangat baik. Sepulangnya ke rumah, Jiangqin harus membantu orang tuanya bekerja di kebun teh mereka. Anak-anak tersebut sungguh tak pernah berkeluh kesah. Mereka belajar dengan giat dan gembira tanpa melupakan kewajiban.

Ada juga seorang anak laki-laki yang ayahnya mempunyai masalah pada matanya. Karena keterbatasan biaya, ayahnya tak mampu berobat sehingga kini ia tak dapat melihat. Setelah ayahnya tak dapat melihat, ibunya pergi meninggalkan mereka. Hal ini terjadi saat ia duduk di kelas 2 SD. Sejak itu, ia hidup berdua saja dengan ayahnya, dan ia jugalah yang merawat ayahnya tersebut. Setiap pagi, ia bangun sebelum hari terang. Ia menyiapkan air untuk mencuci muka bagi ayahnya. Setelah itu, ia menyiapkan sarapan. Setelah semua pekerjaan selesai, barulah ia berangkat ke sekolah. Dulu, ia harus berjalan 1 jam lebih ke sekolah. Kini, ia mendapatkan bantuan biaya pendidikan dan transportasi dari Tzu Chi.

“Setelah mendapatkan bantuan dana dari Tzu Chi, saya tak perlu berjalan jauh lagi dan dapat pulang ke rumah lebih awal untuk membantu ayah. Setelah mengerjakan PR, saya memasak,” kata anak laki-laki  itu. “Dapatkah kamu memberitahu saya apa yang paling kamu butuhkan?” tanya relawan. “Ayah saya, karena ia adalah satu-satunya keluarga saya,” jawab anak itu tegas.

Lihatlah anak kecil ini. Ia tak pernah berkeluh kesah atas hidupnya. Prestasinya di sekolah sangat baik meski ia harus berjalan jauh ke sekolah, ibunya pergi meninggalkan rumah, ayahnya tak dapat melihat, dan kondisi ekonomi keluarga sulit pula. Ia tak mengeluh sedikit pun. Melihat anak yang sangat rajin ini, saya yakin masa depannya akan cerah. Sungguh, dengan giat belajar, ia akan terbebas dari kemiskinan. Semua orang mengasihi anak ini.

Di Tiongkok, banyak anak-anak seperti ini. Ini adalah harapan. Masa depan Tiongkok dapat terlihat dari generasi mudanya. Terkadang, saya terpikir akan kondisi di Taiwan. Kehidupan di sini sungguh nyaman. Anak-anak sangat dimanja oleh orang tua bahkan guru pun tak mendidik dengan keras. Beberapa hari yang lalu,  pemerintah menetapkan bahwa mahasiswa memiliki hak untuk menuntut guru ke meja hijau. Banyak guru khawatir akan dampak negatif dari ketetapan ini. Contohnya seperti siswa yang tak puas terhadap nilai yang diberikan guru, mereka mungkin saja membawa hal ini ke meja hijau. Ini karena rasa tak puas terhadap gurunya. Akibatnya, hubungan antara guru dengan siswa menjadi tegang.

Jadi, apakah ketetapan ini benar? Para siswa dapat menyalahgunakannya. Inilah yang saya khawatirkan setiap hari karena harapan bangsa terletak pada pendidikan generasi mudanya. Sejak sekolah dasar hingga sekolah tinggi, anak-anak tak hanya mendapatkan wawasan, namun moral mereka juga dibina.

Jadi, mereka harus menghargai para guru. Sebelum bersekolah,  anak-anak tak mengerti apa pun. Para gurulah yang membimbing mereka agar wawasan dan pengetahuan mereka terus berkembang. Baik guru sekolah dasar, menengah, maupun sekolah tinggi, menganggap semua siswa bagai anak kandung sendiri dan berharap mereka dapat menjadi orang yang berguna dalam masyarakat. Bukankah ini harapan para guru dan orang tua?

Karena itu, anak-anak harus belajar untuk menjaga dan menyayangi diri sendiri. Mereka harus memanfaatkan waktu dengan baik, giat belajar, dan menunaikan kewajiban mereka. Dengan demikian, mereka akan merasa bersyukur. Orang yang dapat menjaga dan menyayangi dirinya akan senantiasa bersyukur dan berterima kasih kepada orang tua, para guru, dan masyarakat yang telah mendidik mereka.

Singkat kata, dalam mendidik generasi muda, kita harus melakukannya dengan sepenuh hati. Di era kemunduran Dharma ini, ajaran baik akan semakin lenyap dan ajaran buruk akan semakin berkembang. Inilah yang kita saksikan sekarang ini. Bukankah ini semua akibat ulah manusia? Orang-orang zaman kini tak lagi mementingkan moral dan etiket. Sungguh banyak hal yang saya khawatirkan. Baiklah, akhir kata, semoga kita dapat  merawat anak-anak dengan baik  sehingga mereka dapat menjadi benih yang baik dan dapat menginspirasi banyak orang. Inilah harapan masa depan kita. Diterjemahkan oleh: Lena

 
 

Artikel Terkait

HUT Tzu Chi ke-25: Tzu Chi Hidup dalam Keragaman Indonesia

HUT Tzu Chi ke-25: Tzu Chi Hidup dalam Keragaman Indonesia

10 September 2018
Lagu-lagu daerah, lagu nusantara, dan lagu-lagu Tzu Chi nan apik dimainkan dengan mendayu diiringi oleh Twilite Orchestra yang dipimpin oleh Adi MS dalam perayaan HUT Tzu Chi Indonesia ke-25, Sabtu dan Minggu (8-9 September 2018). Sepanjang acara, ada 18 buah lagu yang paduannya mengingatkan kekayaan sekaligus keragaman bangsa Indonesia. 
Tantangan 21 Hari Wholefood Vegan Diet Tzu Chi Medan

Tantangan 21 Hari Wholefood Vegan Diet Tzu Chi Medan

11 Oktober 2021

Tzu Chi Medan menggelar Program Tantangan 21 Hari Diet Nabati Utuh (Wholefood Vegan Diet) periode 3-23 Oktober 2021. Program ini diikuti oleh 40 peserta yang dibimbing dan diawasi oleh Dr. Susianto, seorang doktor gizi.

Pelipur Lara untuk Warga Korban Kebakaran di Taman Sari

Pelipur Lara untuk Warga Korban Kebakaran di Taman Sari

10 Februari 2020

Di tengah pilu yang dirasakan Ibu Nung dan warga lainnya yang mengalami cobaan ini, pelipur lara datang dari relawan Tzu Chi. Hari ini, Senin 10 Februari 2020, relawan mendistribusikan 75 paket bantuan. Paket bantuan berisi terpal, ember, air mineral, lalu ada satu kontainer yang berisi selimut, handuk, sarung, sandal, pakaian layak pakai, tempat makan, dan perlengkapan mandi.

Berbicaralah secukupnya sesuai dengan apa yang perlu disampaikan. Bila ditambah atau dikurangi, semuanya tidak bermanfaat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -