Suara Kasih : Menebar Benih Kebajikan
Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News Judul Asli: Bersatu Hati Menyalurkan bantuan kemanusiaan ke seluruh penjuru dunia | |||
“Saya selalu memberitahu para santri saya bahwa Master Cheng Yen adalah ibu kita. Tzu Chi tidak membeda-bedakan ras, bangsa, ataupun agama. Yang mereka lakukan hanya menolong sesama manusia.” (Habib Saggaf, pimpinan Pondok Pesantren Al Asshriyah Nurul Iman, Parung, Bogor) Jalinan jodoh pesantren ini dengan relawan Tzu Chi di Indonesia dimulai pada tahun 2003 lalu. Pada saat itu, pesantren ini memiliki lebih dari 3.000 santri dan mengalami kesulitan. Setelah relawan Tzu Chi di Indonesia meninjau kebutuhan mereka, mereka pun mulai menyalurkan bantuan berupa 50 ton beras setiap bulan bersamaan dengan minyak masak dan sayuran. Ada pula beberapa anak yang kekurangan gizi, jadi kita pun menyediakan susu bubuk dan suplemen gizi. Pada tahun 2004, kita mulai mengadakan baksos kesehatan bagi para siswa di sana. Mereka tinggal di ruang yang terbatas dan saling berdesakan. Kondisi tempat tinggal mereka sungguh tak memadai. Relawan Tzu Chi tak tega melihatnya dan mulai membangun sekolah untuk mereka agar anak-anak memiliki ruang yang lebih luas. Kita juga mengajarkan cara hidup mandiri kepada mereka. Pada tahun 2005, para siswa di pesantren mulai melakukan kegiatan daur ulang. Pendapatan dari kegiatan daur ulang dapat digunakan untuk membayar upah para guru. Para relawan Tzu Chi juga mengajarkan mereka cara membuat roti. Dan kini, mereka membuat roti sendiri. Para relawan juga mengajarkan cara membuat susu kacang kedelai. Kita mengajarkan berbagai keterampilan agar mereka dapat hidup mandiri. | |||
| |||
Yang mereka dapatkan adalah hasil panen yang baik, sedangkan yang kita dapat adalah melihat kebahagiaan dan kehidupan mereka yang kini telah stabil dan mandiri. Selama lima tahun ini, jumlah santri terus meningkat dari 3.000 orang lebih menjadi 15.000 orang lebih. Dari mengandalkan sumbangsih masyarakat, hingga kini dapat hidup mandiri. Proses perjalanan mereka sungguh membuat orang tersentuh melihatnya. Kini mereka tumbuh menjadi lebih kuat. Selama beberapa tahun ini pendampingan relawan Tzu Chi tak pernah berhenti. Bahkan hingga kini relawan Tzu Chi masih terus mendampingi dan membimbing para santri agar dapat menjadi relawan untuk melayani masyarakat. Di Indonesia, setiap kali kita melakukan kegiatan dan membutuhkan uluran tangan, anak-anak muda dari pesantren ini akan turut berpartisipasi sebagai relawan. Jadi, tanpa membedakan keyakinan dan bangsa, kita mengemban misi amal Tzu Chi hingga ke seluruh dunia. Saya sungguh berterima kasih. Ada juga seorang anak perempuan yang bernama Theresia. Sejak masih berada di kandungan ibunya, ia sudah mengidap sejenis tumor langka. Keluarganya hidup dalam kekurangan dengan hanya mengandalkan usaha kecil ayahnya. Dengan mengendarai sepeda motor, ayahnya berjualan siomay di jalan-jalan. Pendapatannya setiap hari adalah sekitar Rp60.000,-. Ia masih dapat mencukupi kebutuhan keluarganya, namun ia tak mampu jika harus membayar biaya pengobatan anaknya. Ketika seorang relawan Tzu Chi melihatnya, mereka pun mulai memberikan bantuan dengan membawa anak ini ke rumah sakit agar keluarganya dapat melewati rintangan ini. Kini anak ini telah sembuh dan kembali belajar di sekolah. Ayahnya sangat berterima kasih kepada Tzu Chi. | |||
| |||
Dan demikian percakapan relawan dengan Theresia: “Sekarang tumornya sudah hilang, bagaimana rasanya?” tanya relawan Tzu Chi. “Rasanya enak,” jawab anak itu. “Enak bagaimana?” tanya relawan lagi. “ Sudah tidak sakit lagi.” Relawan melanjutkan bertanya, “Kenapa kamu masukkan uang logam ke celengan?” “Karena saya ingin membantu orang lain,” jawabnya. “Nanti kalau sudah besar mau jadi apa?” “Jadi dokter” “Kenapa?” “Supaya kalau bapak dan ibu sakit, saya bisa mengobati mereka gratis,” jawab anak gadis itu dengan polosnya “Sejak saya menerima bantuan dari orang lain, saya berharap juga bisa membantu mereka yang membutuhkan. Saya mengumpulkan dana untuk pasien lain yang kondisinya lebih parah dari anak saya. Karena itulah saya membawa celengan ini setiap hari, untuk mengumpulkan dana untuk orang lain yang menderita,” begitu tekad Cun Bie. Pada suatu hari, ia membawa celengan bambunya ke kantor perwakilan Tzu Chi di Indonesia. Setelah dihitung-hitung, jumlah totalnya sekitar Rp 600.000,-. Demikianlah cara kita bersumbangsih. Selain membantu orang lain, kita juga membimbing dan menyucikan batin manusia agar dapat menjadi orang yang mampu membantu orang lain. Kita harus menginspirasi banyak orang tanpa membedakan keyakinan, ras, maupun status sosial. Semua orang dapat membangkitkan cinta kasih dalam batinnya. Setiap niat baik adalah benih. Sebutir benih dapat tumbuh menjadi tak terhingga, Karenanya, kita harus lebih bekerja keras untuk membabarkan ajaran Buddha pada semua orang di dunia. Dengan mempraktikkan semangat Mahayana, kita tak akan membedakan bangsa dan keyakinan agama sehingga semua orang dapat bersatu hati dan bersumbangsih bagi dunia.Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi / Foto: Da Ai TV Taiwan | |||
Artikel Terkait
Tetap Memberi Perhatian di Masa Pandemi
14 Juli 2020Dimasa pandemi Covid-19, relawan Tzu Chi bersatu hati membuat prosedur pengiriman barang yang aman dan nyaman untuk dirinya sendiri dan penerima bantuan. Semua upaya dilakukan agar para penerima bantuan (Gan En Hu) terpenuhi kebutuhannya.
Keceriaan Opa dan Oma
22 Maret 2012 Pada hari Minggu, 11 Maret 2012, relawan Tzu Chi Makassar melakukan kunjungan kasih ke Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji yang terletak di Jalan Poros Malino, Kabupaten Gowa.Dukungan yang Menguatkan
29 Februari 2016Sebanyak 56 relawan mengunjungi 11 orang Gan En Hu (pasien pengobatan jangka panjang) pada Minggu, 21 Februari 2016. Salah satunya adalah Dewi Susan. Ibu dua orang anak ini menderita luka bakar di sekujur tubuhnya hingga mencapai sebesar 60%. Kini kondisi Susan sudah jauh lebih baik.