Suara Kasih : Menempati Rumah Baru
Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News Judul Asli: Menempati Rumah Baru dengan Penuh Sukacita Pembangunan rumah bagi korban bencana telah selesai | |||
“Terima kasih atas perhatian kalian yang telah memberikan tempat tinggal yang penuh kehangatan kepada kami. Bila tidak, setiap kali hujan turun, saya selalu khawatir karena tidak tahu apa yang harus diperbuat dan harus berlindung di mana,” kata seorang warga Perumahan Tzu Chi di Yujing, Taiwan. Seorang warga yang lain berkata, “Sebelumnya saya berpikir tak mungkin Tzu Chi akan membangun rumah untuk kami. Saya merasa itu adalah hal yang tak mungkin karena tak ada orang yang rela memberikan rumah tanpa syarat. Saya merasa itu hanyalah sebuah mimpi yang tak mungkin terwujud. Setelah pembangunan rumah selesai, saya juga tak datang melihatnya karena saya merasa itu bukanlah milik saya. Namun, semakin mendekati hari perpindahan kami ke rumah baru, saya semakin merasa ini adalah nyata. Saya sungguh tersentuh karenanya.” “Saya berkata kepada kakak saya bahwa sebelumnya kami memiliki tetangga yang baik, namun tetangga di sini juga sangat baik. Di sini sangat nyaman. Saat hujan turun, kami tak perlu khawatir. Kami juga tak perlu khawatir kekurangan air. Di samping itu, relawan Tzu Chi mengunjungi kami seminggu sekali. Mereka sungguh mengunjungi kami seminggu sekali. Karena itu, hati kami sungguh merasa tenang,” seorang yang lain menambahkan. Relawan Tzu Chi pun ikut bercerita, “Saya terus berkata kepadanya, ‘Tinggallah di perumahan ini. Anda akan panjang umur,’.” | |||
| |||
Para korban bencana membutuhkan tempat tinggal. Karena itu, kita harus segera menyelesaikan proyek ini demi mereka. Kita juga akan merasa sangat sedih jika tak memiliki tempat tinggal. Inilah cinta kasih para seniman bangunan bagi para korban bencana Topan Morakot. Mereka tak tega melihat para korban bencana tak memiliki tempat tinggal dan tak dapat hidup tenang. Karena menempatkan diri pada posisi orang lain, para relawan Tzu Chi pun mengesampingkan pekerjaan mereka demi menyelesaikan proyek pembangunan rumah. Saya sungguh berterima kasih atas dedikasi dan kerja keras mereka. Relawan Tzu Chi pun berbagi budaya humanis Tzu Chi dengan seniman bangunan setempat serta memerhatikan mereka dengan penuh kesungguhan dan cinta kasih. Insan Tzu Chi menyediakan handuk dan minuman dingin serta makanan vegetarian dan buah-buahan bagi mereka. Yang terpenting adalah para seniman bangunan turut belajar tentang etiket Tzu Chi. Kita melihat Tuan Zhang dari sebuah perusahaan konstruksi yang menjadi teladan bagi orang lain. Ia tak hanya mempraktikkan budaya humanis, melainkan juga mensosialisasikannya kepada rekan-rekan sekerjanya yang datang dari perusahaan konstruksi lainnya. Suasana dan kebersamaan mereka saat makan sungguh menampilkan budaya humanis Tzu Chi. Mereka semua bekerja dengan tenang, senang, dan sukarela serta berharap proyek dapat segera selesai dengan kualitas yang sangat baik. Beberapa waktu lalu, hujan deras turun di wilayah Taiwan selatan sehingga proyek diistirahatkan. Meski demikian, lokasi proyek tak tergenang air. Dari sini kita dapat melihat bahwa mereka tak hanya berusaha menyelesaikan proyek secepat mungkin, namun juga menjaga kualitasnya. Inilah lingkaran cinta kasih. Beberapa hari kemarin, insan Tzu Chi sangat sibuk. Mereka membantu menyelesaikan tahap akhir proyek, menata pemandangan di sekitar perumahan, serta membantu membersihkan setiap rumah dan menata perlengkapan rumah tangganya. Atas semua kontribusi tersebut, apakah mereka mengharapkan pamrih? Tidak. Kalaupun mereka mengharapkan pamrih, maka itu adalah melihat para korban bencana dapat tinggal dengan damai di rumah barunya. Inilah hal yang paling membahagiakan bagi para Bodhisatwa. Beberapa hari lalu, sekelompok Bodhisatwa warga asing mengunjungi saya. Salah satu dari mereka adalah Tuan Gamzou, perwakilan Kantor Urusan Ekonomi dan Budaya Israel di Taiwan. Beliau telah tinggal di Taiwan selama 4 tahun. Suatu hari, istrinya berkunjung ke Jing-Si Books dan Café di Taipei untuk minum kopi. Ia membaca beberapa buku saya yang telah diterjemahkan. Ia sangat senang membacanya. Setibanya di rumah, ia bercerita kepada suaminya tentang Tzu Chi yang baru diketahuinya. Tuan Gamzou sangat senang mendengarnya karena ia telah tahu tentang Tzu Chi sebelumnya. Jadi, mereka pun mulai mencari tahu bagaimana cara berpartisipasi dalam kegiatan Tzu Chi. Sejak tahun 2007 Tuan Gamzou dan istrinya pergi ke pasar bunga seminggu sekali untuk melakukan kegiatan daur ulang. Suatu hari mereka mengunjungi saya dan berikar bahwa saat masa kerjanya di Taiwan berakhir dan kembali ke Israel, mereka akan menjadi benih Tzu Chi yang pertama di sana. Mereka mulai memikirkan cara untuk menyebarkan semangat Tzu Chi ke berbagai negara di dunia. | |||
| |||
Beberapa hari lalu mereka datang ke Griya Jing Si. David D’Or berkata bahwa ia telah mengadakan 25 kali konser di seluruh dunia demi menggalang dana bagi Tzu Chi. Sungguh tersentuh mendengarnya. Di setiap pementasannya, ia selalu menyanyikan Sutra Makna Tanpa Batas dan Doa. Ia mengatakan bahwa setiap kali menyanyikan Sutra Makna Tanpa Batas, ia selalu menyanyikannya dengan penuh ketulusan dan selalu merasa tersentuh hingga menitikkan air mata. Saya berkata kepadanya bahwa ia membabarkan ajaran Tzu Chi melalui nyanyiannya. Ia sangat senang mendengarnya. Sesungguhnya, ia berkeyakinan Yahudi. Namun, kini ia berguru kepada saya dan mendedikasikan dirinya untuk Tzu Chi. Ia manfaatkan suara merdunya untuk menyebarkan ajaran Tzu Chi. Saya sungguh tersentuh. Pada tanggal 3 Agustus malam kemarin, Tuan Gamzou dan istrinya serta Tuan David D’Or sekeluarga meninggalkan Taiwan. Jadi, beberapa hari lalu mereka datang khusus untuk menemui saya. Saya sungguh merasa kehilangan saat teman-teman warga asing ini meninggalkan saya. Hubungan pertemanan yang baik ini sungguh membuat saya merasa kehilangan saat berpisah. Namun, mereka berjanji bahwa mereka akan kembali tahun depan. Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi / Foto: Da Ai TV Taiwan | |||