Suara Kasih: Mengemban Misi Pendidikan

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

 

   Mengemban Misi Pendidikan Tzu Chi

 

Mengadakan kamp bagi para Bodhisatwa cilik
Menghargai kehidupan dengan bervegetarian
Giat menuntut ilmu meski memiliki keterbatasan
Mewujudkan harapan kaum muda zaman kini

Sungguh, saat panas, cuaca panas tak terkira. Saat hujan, curah hujan sangat tinggi. Iklim yang ekstrem ini membuat orang menderita dan menimbulkan bencana. Inilah akibat ketidakselarasan unsur alam. Namun, bencana akibat ulah manusia lebih menakutkan. Lihatlah di Norwegia, ledakan dahsyat dan tindakan kekerasan terjadi di sana. Bencana alam  sudah cukup membuat warga setempat menderita, kini ditambah lagi bencana akibat ulah manusia. Buddha berkata bahwa dunia ini bagaikan rumah yang tengah terbakar. Tak hanya bencana alam  yang terjadi di dunia ini, hati manusia pun “dilanda bencana” sehingga mereka melakukan hal-hal buruk yang memicu konflik dan perseteruan. Hal ini membuat warga tak dapat hidup aman dan tenteram. Kita harus berusaha membimbing orang ke arah yang benar.

Mari kita melihat di New Jersey, Amerika Serikat. Para insan Tzu Chi setempat senantiasa berusaha menyelaraskan hati setiap orang. Melalui sarana pendidikan, para relawan memurnikan hati sesama agar kehidupan mereka penuh harapan. Mereka mengadakan kamp bagi Bodhisatwa Cilik. Anak-anak dari berbagai negara berkumpul di New Jersey untuk mengikuti pelatihan ini. Saat kamp dimulai, anak-anak sangat berisik. Namun, satu atau dua hari kemudian, setelah menerima pendidikan tata krama dan etika, sikap mereka pun berubah.

Para anggota Tzu Ching dan Tzu Shao memberikan pelajaran tentang tata karma dan menjadi teladan bagi mereka. Mereka juga membimbing para peserta kamp agar setelah melihat penderitaan orang lain, mereka dapat mensyukuri berkahnya. Mereka juga diajarkan untuk mengasihi, melindungi, serta menghargai makhluk hidup lain. Karena itu, banyak anak yang bertekad untuk bervegetarian. Dengan penuh kesungguhan, para insan Tzu Chi mengajarkan cara berbakti kepada orang tua dan berbuat kebajikan. Dalam waktu singkat, mereka memperoleh banyak pelajaran. Sebagai manusia, kita harus memiliki budaya humanis seperti moral, tata krama, aturan, serta rasa hormat. Inilah keindahan individu. Saya berterima kasih  kepada seluruh insan Tzu Chi.

 

 

Beralih ke Tiongkok, insan Tzu Chi di Kunshan mengadakan kamp musim panas bagi siswa penerima tunjangan pendidikan dari Tzu Chi. Para siswa ini berasal dari Jiangxi, Guizhou, Anhui, Zhejiang, dan Wuhan. “Dari Chongqin ke Xi'an butuh 14 jam dan dari Xi'an ke sini juga butuh 14 jam. Jadi, total perjalanan adalah 28 jam. Kami naik kereta api selama 36 jam. Lama sekali!” ucap seorang peserta kamp. Lihatlah, betapa luasnya negara Tiongkok. Jika tak memiliki niat, mereka tak akan mengikuti kamp ini. Relawan Kunming menempuh perjalanan selama 36 jam. Mereka rela menempuh perjalanan ini demi menjaga anak-anak peserta kamp. Para relawan tak hanya memerhatikan kebutuhan keseharian para siswa, namun juga membimbing mereka menyelami Dharma agar anak-anak ini dapat memiliki arah hidup yang benar. Karena tujuan ini, mereka rela bersusah payah. Saat menyiapkan tempat tidur  dan melakukan pembersihan, mereka bagai tengah menyambut kepulangan anak yang sudah lama tak bertemu.

 

Dapat melakukan sesuatu bagi mereka adalah hal yang membuat saya bahagia. Bukankah ini hati para orang tua? Demi menyambut anak yang pulang ke rumah, selelah apa pun, orang tua tak akan mengeluh. Mereka sungguh bagaikan satu keluarga. Peserta kamp berjumlah 200 lebih siswa dan relawan yang bersumbangsih ada lebih dari 100 orang. Bahkan ada yang mengambil cuti dari perusahaan. Mereka sungguh mengagumkan., Saya sangat bersyukur. Tentu saja, anak-anak ini adalah siswa yang berprestasi. Tzu Chi memberikan tunjangan pendidikan dan perhatian jangka panjang. Banyak kisah hidup para siswa yang sangat menyentuh.

Contohnya, seorang siswa bernama Zhoujin. Tahun ini ia berusia 22 tahun dan bersekolah di Universitas Blue Sky Jiang Xi. Ia berasal dari keluarga kurang mampu. Ibunya telah lama meninggal  dan 2 orang adik laki-lakinya pergi ke Xiamen untuk bekerja setelah lulus SMA. Ia menderita cacat bawaan, namun ia sangat optimis. Demi mendapatkan pendidikan, ia berusaha mengatasi berbagai rintangan. Ia memberikan bimbingan belajar agar dapat membayar uang sekolahnya. Setelah lulus SMA, ia ingin meneruskan ke universitas. Namun, ia butuh bantuan dana. Lalu ia mendengar tentang Tzu Chi, tapi tak tahu cara menghubungi kita. Lewat pegawai pemerintah setempatlah ia kemudian menemukan Tzu Chi.

 

Singkat kata, Tzu Chi pun menerima kasus ini dan mulai memberikan tunjangan pendidikan serta memberikan pendampingan agar ia dapat masuk ke universitas. Karena ia memiliki keterbatasan fisik, para relawan pun memberikan perhatian ekstra. “Para relawan bagai ibu kandung saya sendiri. Mereka sungguh penuh kehangatan,” katanya. Seorang relawan berkata, “Ibumu telah tiada, kamu boleh memanggil saya ‘Mama’ karena anak saya sebaya dengan kamu.” Ia pun berkata “Shigu, bolehkah saya memanggil Anda “Mama”?”  relawan itu menjawab, “Tentu saja boleh.” Para insan Tzu Chi senantiasa mendampinginya, karena itu ia sangat berterima kasih.

 

Untuk mengikuti kamp ini ia harus menempuh perjalanan selama 10 jam. Seorang teman sekolahnya, Pan Hegen, membantunya membeli tiket kereta api, namun yang tersisa hanyalah tiket tanpa tempat duduk. “Saya membuat keputusan meski harga tiket ini sangat mahal tapi saya pikir Zhoujin tak mungkin berdiri selama perjalanan. Jadi, saya membeli tiket dengan tempat tidur,” ceritanya. Bagaimana dengan ia sendiri? Ia membeli tiket tanpa tempat duduk, jadi harus berdiri selama 10 jam.  Persahabatan ini sungguh luar biasa, inilah cinta kasih.  Lihatlah remaja yang saling mengasihi ini. Sungguh tersentuh melihatnya. “Saya yakin bahwa meski fisik saya tak sesempurna orang pada umumnya, namun hidup saya mungkin akan lebih bermakna dibanding hidup orang lain,”ungkap Zhoujin.

Kita sungguh harus memerhatikan anak ini dengan sepenuh hati agar ia dapat menyelesaikan pendidikannya dan memiliki arah hidup yang benar. Semoga setelah lulus kelak ia dapat berguna bagi masyarakat. Inilah harapan dalam hidup. Saya berterima kasih  kepada insan Tzu Chi di seluruh dunia dan berharap kalian lebih giat lagi menggalang Bodhisatwa dunia agar semua orang di dunia ini memiliki tujuan hidup yang benar dan 4 unsur alam pun dapat berjalan selaras. Baiklah, kita harus senantiasa bersungguh hati.

 

 
 

Artikel Terkait

Berbagi Kebahagiaan di Panti Asuhan Kasih Mandiri

Berbagi Kebahagiaan di Panti Asuhan Kasih Mandiri

07 Januari 2015
Relawan Tzu Chi yang hadir terlihat begitu antusias dan langsung bercengkrama dengan anak-anak. Berbagai kegiatan telah disiapkan, seperti merayakan ulang tahun anak-anak yang berulang tahun di bulan Desember, lomba isyarat tangan Satu Keluarga, dan juga games untuk menghibur mereka.
Tumpuan dan Harapan Inah

Tumpuan dan Harapan Inah

12 November 2020

Tak banyak yang bisa dilakukan Inah (54), warga Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat selama sebelas tahun ini. Inah mengalami stroke yang menyebabkan kakinya lumpuh. “Sejak ada bantuan, Alhamdulillah saya bisa pakai pampers (diapers) setiap hari. Dulu beli pampers juga nggak kebeli sama anak saya. Saya berterima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi karena sudah dibantu selama ini,” ujarnya.

Setiap Tetes Darah Merupakan Wujud Cinta Kasih

Setiap Tetes Darah Merupakan Wujud Cinta Kasih

26 April 2021

Kelangkaan darah sering terjadi di Bulan Suci Ramadan. Untuk mendukung pasokan darah di Kota Batam, Tzu Chi mengadakan Donor Darah yang ke-2 di tahun 2021 pada 18 April 2021 di Aula Jing Si Batam.

Benih yang kita tebar sendiri, hasilnya pasti akan kita tuai sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -