Suara Kasih : Mengembangkan Kebijaksanaan
Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News Judul Asli: Giat Mengembangkan Berkah dan Kebijaksanaan Mempertahankan niat baik dan melenyapkan kegelapan batin
| |||
Jika dapat memiliki berkah dan kebijaksanaan, maka kehidupan kita adalah kehidupan yang paling bahagia. Berkah dan kebijaksanaan haruslah dilatih oleh diri kita sendiri. Untuk melatih kebijaksanaan, kita harus menyucikan hati dan pikiran terlebih dahulu. Pikiran kita bagaikan sebuah cermin. Jika cermin tersebut senantiasa dibersihkan, maka ia akan bebas dari debu dan kotoran. Dengan cermin yang bersih, segala sesuatu akan terpantul dengan jelas. Dengan pikiran yang bersih, kita dapat membedakan yang benar dan yang salah. Kehidupan yang paling menyedihkan adalah tak dapat membedakan hal yang benar dan salah. Jika dapat hidup sesuai dengan prinsip kebenaran dan moralitas, maka kita akan memiliki kehidupan yang baik. Jika kita berjalan menyimpang sedikit saja, maka akibatnya akan sangat fatal. Hal ini terjadi karena kita tak dapat membedakan hal yang benar dan salah. Bila berjalan menyimpang sedikit saja, kita akan jauh tersesat. Semua ini tergantung pada hati kita. Karenanya, dalam mempelajari ajaran Buddha, hal terpenting yang harus dipahami adalah cara untuk melenyapkan kegelapan batin dalam diri kita. Kegelapan batin muncul dari satu niat yang tidak baik. Dalam Sutra dikatakan bahwa kegelapan batin menimbulkan tiga aspek halus. Selanjutnya, kondisi dunia luar mengakibatkan timbulnya enam aspek kasar. Artinya adalah kegelapan batin dalam diri kita sangatlah halus dan tak terlihat. Saat kita memiliki niat buruk, orang lain tak dapat melihatnya, bahkan kita sendiri tak menyadarinya. Contohnya, saat terjadi sesuatu dan kita kurang berhati-hati dalam membedakan hal yang benar dan salah, maka kita akan berbuat salah. Bila kita berjalan menyimpang, maka kesempatan untuk kembali ke jalan yang benar sangatlah kecil. | |||
| |||
Saya pernah mendengar tentang seorang wanita yang menghadiri sebuah resepsi pernikahan dengan mengenakan gaun seharga belasan ribu Dolar NT (30 juta rupiah lebih). Ia berkata bahwa gaunnya hanya ada satu di dunia. Karena itu, harganya sangat mahal. Setiap orang memuji gaunnya sehingga ia sangat senang. Acara dimulai dan tamu lain mulai berdatangan. Saat beberapa tamu duduk semeja dengannya, wanita yang memamerkan gaun indahnya tersebut tiba-tiba meninggalkan ruangan dengan perasaan sangat marah. Orang-orang pun bertanya kepadanya mengapa ia tiba-tiba marah. Ia menjawab itu dikarenakan ada orang lain yang memakai gaun yang sama dengannya. Ia melihat bahwa gaunnya bukan satu-satunya di dunia. Ada orang yang memiliki gaun yang sama persis dengannya, karena itu ia sangat marah. Ini adalah kisah nyata. Ia menghabiskan belasan ribu Dolar NT demi mendapatkan pujian dan rasa kagum dari orang lain. Ia mengira gaunnya hanya ada satu di dunia. Inilah kehidupan yang tersesat. Lihatlah para insan Tzu Chi yang baru dilantik. Seragam yang mereka kenakan sangatlah istimewa karena 100.000 lebih anggota komite Tzu Chi mengenakan seragam yang sama. | |||
| |||
“Inilah cara mereka merayakan pernikahan. Acara pernikahan dimulai! Bunyikan ‘petasan’,” kata pembawa acara. “Tuan Wu Yonghong, dengan disaksikan oleh Buddha dan Master, apakah Anda bersedia untuk senantiasa menjaga istrimu dalam kondisi apa pun dan bersama-sama menapaki Jalan Bodhisatwa?” tanya pandita waktu itu. “Saya bersedia,” jawab Yonghong. Saya yakin inilah pernikahan yang tiada duanya. Posko daur ulang adalah lokasi acara pernikahan mereka. Untuk acara bulan madu, mereka menjadi relawan di Rumah Sakit Tzu Chi. Lihatlah, acara pernikahan mereka sungguh ramah lingkungan. Seluruh relawan mendoakan mereka dengan penuh ketulusan. Mereka tak mengadakan resepsi pernikahan yang meriah dan mewah, namun tetap menerima doa yang tulus dari banyak orang. Inilah pernikahan yang tiada duanya. Saat melihat acara pernikahan mereka, saya sungguh kagum. Acara pernikahan mereka sungguh unik. Hal ini patut kita kagumi dan doakan. Pasangan suami istri ini sangat mengutamakan pelestarian lingkungan. Mereka melakukan daur ulang dimulai dari rumah sendiri, lalu mensosialisasikannya kepada para tetangga. Saya percaya inilah kehidupan yang bahagia karena dapat melakukan hal-hal yang diinginkan tanpa harus mencari perhatian dan pujian dari orang lain. Kita harus menjadi tuan atas diri sendiri. Kini, setiap orang harus hidup rajin dan hemat. Kita hidup hanya beberapa puluh tahun. Saya berharap setiap orang dapat menjaga hati dan pikiran sebaik mungkin. Jika memiliki uang, kita hendaknya berdana. Bila kita menyimpannya untuk diri sendiri, kita tak dapat melakukan kebajikan. Kita hidup di bumi ini, karena itu kita harus melindunginya. Alangkah baiknya jika kita dapat senantiasa hidup rajin dan hemat. Dengan demikian, barulah kita dapat menjadi penyelamat bagi diri sendiri. Bila kita berjalan menyimpang sedikit saja, maka kita akan tersesat sangat jauh. Keluarga besar Tzu Chi adalah keluarga Bodhisatwa dunia. Saya sering berkata bahwa kita harus mempraktikkan Dharma dalam keseharian dan berkontribusi sebagai Bodhisatwa dunia. Lihatlah banyaknya bencana alam dan bencana akibat ulah manusia di dunia ini. Dengan menyelamatkan hati manusia, barulah kita dapat menyelamatkan dunia. Untuk menyelamatkan hati orang lain, kita harus menyelamatkan hati sendiri dahulu. Dengan demikian, barulah kita dapat menyelamatkan hati orang lain. Jadi, mari kita galang lebih banyak Bodhisatwa dunia. Diterjemahkan oleh: Lena | |||
Artikel Terkait
Pelatihan Relawan Biru Putih: Menjaga Batin dan Kelembutan Hati
13 Oktober 2015Dulu, Hong Evie merupakan wanita yang keras dan penuh amarah. Kesulitan hidup yang dia alami membuatnya bertemu dengan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Siapa sangka, wanita yang dulu ringan tangan kepada anaknya kini tergerak menjadi relawan hingga dilantik menjadi relawan berseragam biru putih pada Minggu 11 Oktober 2015. Hubungannya dengan anak tunggalnya Yena juga menjadi lebih harmonis.
Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-143: Harapan Hidup yang Telah Lama Hilang Kini Sudah Kembali
02 Juli 2024Tak cuma Yopi yang akhirnya terbebas dari belenggu katarak. Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi ke-143 ini berhasil mengobati 87 pasien yang terdiri dari 83 pasien katarak dan 4 pasien pterygium.