Suara Kasih: Menggarap Ladang Berkah
Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News Judul Asli: Memperoleh Kekayaan Spiritual Memiliki cinta kasih yang dalam dan berdana dengan sukacita | |||
Saat ini, baik bumi maupun makhluk hidup sama-sama jatuh “sakit”. Lihatlah bom bunuh diri di Irak. Saya sering mengatakan bahwa manusia takut dengan setan, namun sesungguhnya manusia lebih menakutkan daripada setan. Sesungguhnya, setan terdapat dalam batin setiap manusia. Karena itu, kita harus senantiasa membuka hati agar cahaya kebijaksanaan dapat masuk dan menyinari batin kita. Kita dapat menggunakan seberkas cahaya kebijaksanaan tersebut untuk membimbing batin orang lain. Lihatlah komisaris kehormatan Tzu Chi ini. Ia sangat menghemat energi listrik dan selalu menggunakan pencahayaan alami. Dalam hati setiap orang terdapat cahaya yang alami. Dengan menghemat listrik dan air, ia dapat menabung banyak uang yang digunakannya untuk membantu orang lain. Jadi, tuan bernama Zhuang Shi-tian ini sungguh menciptakan ladang berkah bagi orang lain. Ia memiliki sebuah tekad yang teguh untuk menciptakan ladang berkah bagi orang lain. Ini semua berkat kebijaksanaan yang timbul dari dalam hatinya. Pada masa mudanya, ia mengalami banyak kesulitan. Terlebih lagi, ia memulai bisnisnya dari nol. Belasan tahun yang lalu, ia jatuh bangkrut karena uangnya dilarikan, namun hatinya tak pernah berkeluh kesah dan ia senantiasa hidup hemat. ”Saya teringat siswa yang tak mampu makan siang masih sangat banyak. Karena itu, kita harus hidup hemat. Kami menyaksikan Da Ai TV dan mendengar Master berkata bahwa banyak orang yang hidup dalam penderitaan. Jadi, kami harus hidup hemat. Kini kami sudah jarang berbelanja pakaian,” kata tuan Zhuang. | |||
| |||
Tak hanya di Taiwan, Kita juga dapat melihat di Penang, Malaysia. Lihatlah anggota komite ini.Sebelumnya ia berpikir bahwa untuk berbuat baik harus menunggu hingga tabungannya cukup. Namun, pada suatu hari ia dirampok di jalan. “Ketika saya dirampok, seluruh badan saya pun ikut tertarik sehingga badan sebelah kanan dan kepala saya terluka. Ketika dalam perjalanan ke rumah sakit, saya pingsan dua kali dan sungguh tak menyadari apa pun. Setelah siuman, saya ingat Master pernah mengatakan bahwa segala sesuatu tak dapat dibawa serta, hanya karma yang terus mengikuti. Segala perbuatan baik maupun buruk akan terbawa sebagai benih karma yang tak berwujud dari kehidupan ke kehidupan. Jadi, setelah siuman, pandangan saya pun berubah. Saya merasa saya mengemban misi, yakni bersumbangsih bagi orang lain. Saya juga harus lebih giat, bersemangat, dan memanfaatkan sebaik-baiknya setiap menit, setiap detik, dan setiap hari,” katanya. Sejak itu, ia sadar akan ketidakkekalan hidup ini. Tiada yang tahu apakah kita masih dapat melihat hari esok. Terlebih lagi, segala sesuatu tak dapat dibawa serta, hanya karma yang terus mengikuti. Inilah kehidupan manusia. Kita harus menggenggam saat ini. Kita juga melihat laporan berita di Atlanta, Amerika Serikat tentang sepasang suami istri. Suatu hari pada tahun 2006 lalu, putri mereka yang baru berusia 14 tahun melihat sebuah mobil Mercedes-Benz di jalan dan seorang tunawisma yang kelihatan sangat kelaparan. Ketika melihat hal tersebut, ia merasa sangat sedih dan berpikir, andai pria itu tak mengendarai Mercedes-Benz, mungkin ia dapat membantu banyak orang untuk memperoleh makanan. Jadi, pada saat pulang ke rumah, ia merasa sangat sedih, kemudian menceritakan hal ini kepada orang tuanya serta pandangannya tentang hal ini. Malam itu mereka mulai mengadakan rapat keluarga antara orang tua, seorang anak perempuan, dan seorang anak laki-laki. Sejak malam itu, mereka terus berdiskusi selama beberapa bulan. Melihat putrinya masih tidak bahagia, ibunya pun bertanya, “Apakah kita harus menjual rumah ini dan menyumbangkan uangnya untuk amal?” Anak perempuan tersebut pun menjawab, “Ya, bukankah itu sangat baik?” Demi menjadi teladan nyata bagi anak-anaknya, orang tua tersebut menjual rumah mewahnya dan mendonasikan sebagian hasilnya, yakni sebesar 800.000 dolar AS (Rp7,2 miliar)kepada organisasi sosial untuk membangun sekolah dan membantu orang-orang yang tidak mampu. | |||
| |||
Bukankah saya sering mengingatkan kalian semua bahwa terlahir ke dunia ini, kita harus memiliki semangat misi. Kita harus bersumbangsih bagi dunia. Makna dari kehidupan adalah bersumbangsih bagi orang lain. Kita pun harus hidup sehat. Selain menjaga kesehatan diri dan keluarga, menjaga kesehatan masyarakat dan dunia ini pun sangat penting. Kini orang-orang mulai memahami bahwa bervegetarian bukan semata-mata urusan agama, melainkan demi menjaga kesehatan bumi ini serta melestarikan lingkungan hidup. Selama lebih dari 20 tahun, Tzu Chi terus mensosialisasikan pelestarian lingkungan. Sejak tahun lalu, anggota Tzu Ching pun bersungguh-sungguh mensosialisasikan pelestarian lingkungan demi mengurangi emisi karbon dan menjaga kesehatan bumi. Kita juga melihat Puncak Everest. Sekelompok pelestari lingkungan mendaki Gunung Everest untuk membersihkan gunung tersebut. Di sana, baik di timbunan salju maupun tanah terdapat banyak sekali sampah. Sampah-sampah tersebut diakibatkan oleh manusia. Sungguh membuat orang khawatir melihatnya. Jadi, bagaimana cara kita menjaga kebersihan bumi ini? Yakni dengan membimbing orang agar tidak menciptakan sampah. Konsep kegiatan daur ulang yang terbaik adalah setiap keluarga menjaga kebersihan dan mengurangi sampah. Janganlah demi berekreasi menciptakan banyak emisi karbon. Meski telah mendaki gunung yang tinggi, manusia masih meninggalkan sampah, sungguh tak dapat dimengerti. Jika memiliki waktu dan tenaga untuk mendaki gunung, mengapa tak lebih banyak menciptakan berkah bagi dunia? Ini semua hanya tergantung cara pandang. Untuk mengubah cara pandang, harus dimulai dari hati. Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi / Foto: Da Ai TV Taiwan | |||
Artikel Terkait
Pendidikan karakter Kelas Budi Pekerti
04 Oktober 2021Relawan Tzu Chi komunitas He qi Utara 2 mengadakan kelas budi pekerti (Qin Zi Ban) pada Minggu, 26 September 2021. Kegiatan ini dilaksanakan secara daring (zoom/online) karena masih dalam situasi pandemi Covid 19.