Suara Kasih: Menghormati Langit dan Menyayangi Bumi

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Menghormati Langit dan Menyayangi Bumi

Senantiasa bersyukur atas budi luhur negara
Menghormati langit, melindungi bumi, dan hidup berdampingan dengan alam
Memperluas jalinan jodoh baik dan melapangkan hati
Kebahagiaan hidup tidak membedakan hubungan darah

Badai Topan baru saja berlalu. Kita sungguh harus bersyukur atas banyak hal. Kita bisa melihat para petugas dari perusahaan listrik memanjat tinggi-tinggi di tengah badai dan hujan demi memulihkan aliran listrik. Pekerjaan mereka sangat sulit dan berbahaya. Melihat mereka bekerja di tengah angin dan hujan, saya sungguh tak bisa menahan diri untuk memberi hormat kepada mereka. Saya sungguh berterima kasih. Kita bisa melihat di wilayah pegunungan juga terjadi tanah longsor. Meski demikian, kita bisa melihat para pekerja yang menerjang angin dan hujan demi memperbaiki jalan. Mereka sungguh adalah pahlawan tanpa tanda jasa.

Dalam keseharian, saat mendapat pasokan listrik,kita merasa itu adalah hal yang sudah sewajarnya. Ketika jalan bisa dilalui, kita juga merasa itu sudah seharusnya. Namun, kita harus tahu bahwa jalan-jalan itu dibangun berkat kerja keras dan keringat banyak orang. Sebenarnya, saya berharap dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang bisa memperoleh sumber daya alam yang mereka perlukan dan senantiasa dipenuhi rasa syukur.

Setiap orang harus memiliki rasa syukur agar dapat memahami Jalan Agung. Tanpa rasa syukur, kita akan bergelut dalam ketidaktahuan dan kekotoran batin serta menganggap semua hal sudah sewajarnya. Jika demikian, kita akan bermalas-malasan dan semakin terjerumus.

Kali ini, kita harus lebih bersyukur. Badai Topan Usagi telah membuat banyak orang merasa khawatir. Saya tidak tahu apakah kalian merasa khawatir atau tidak. Saya sendiri merasa sangat khawatir saat mendengar kekuatan topan ini sangat besar karena kebetulan kita tengah mengadakan sebuah kegiatan besar, yakni upacara untuk memberi penghormatan terakhir kepada para Silent Mentor yang telah mendonorkan tubuh.Ini adalah upacara yang sangat penting. Selain itu, kita juga memperingati Bank Data Sumsum Tulang Tzu Chi yang ke-20. Banyak resipien dari luar negeri yang datang Taiwan bersama keluarga mereka untuk berterima kasih kepada sang donor. Ditambah lagi, kita juga tengah mengadakan Konferensi Tahunan TIMA yang ke-15. Tiga kegiatan besar ini diikuti oleh banyak orang.

Untuk Konfereni Tahunan TIMA saja dihadiri oleh lebih dari 500 orang. Akan tetapi, relawan Taiwan yang mendampingi dan ikut membantu berjumlah lebih dari 600 orang. Usai kegiatan, mereka memanfaatkan hari Minggu untuk saling berbagi kesan. Setiap orang merasa sangat tersentuh. Jika kegiatan ini didokumentasikan dengan baik,maka bisa terlihat setiap anggota TIMA memiliki kekuatan cinta kasih yang sangat berlimpah. Inilah yang terjadi pada masa sekarang ini. Kisah kehidupan ini akan menjadi sejarah hingga selama-lamanya.

Banyak hal yang membuat saya bersyukur dan tersentuh. Akan tetapi, saya juga merasa khawatir. Selain tersentuh, saya juga merasa khawatir karena angin kencang dan hujan deras mungkin akan mengganggu sistem transportasi. Lebih dari 1.000 orang berkumpul di Aula Jing Si Hualien. Usai kegiatan, mereka harus kembali ke tempat masing-masing.Sebagian dari mereka harus menempuh  perjalanan dengan pesawat untuk kembali ke negara masing-masing.

Sementara itu, para relawan dari berbagai wilayah di Taiwan juga harus kembali ke rumah. Lihatlah, begitu banyak orang yang akan melakukan perjalanan. Bagaimana kita memastikan keselamatan mereka semua? Beberapa hari itu, saya sungguh merasa khawatir. Namun, ketika pusat pusaran topan yang berkekuatan besar itu semakin mendekati Taiwan,ia tiba-tiba mengarah ke selatan. Kekuatan badai topan ini pun terpusat di lautan lepas. Sungguh, kita harus membangkitkan beribu-ribu rasa bersyukur. Kita harus sangat bersyukur karena kekuatan badai topan ini terpusat di lautan lepas.Karena itu, daratan bisa tetap selamat.Kita sungguh harus bersyukur.

Setiap hari saya dipenuhi rasa syukur. Hidup saya tidak terlepas dari rasa syukur. Kita juga harus merasa bersyukur karena hujan deras telah berhenti setelah mengguyur lebih dari 3 hari. Kita juga bisa melihat pascatopan, insan Tzu Chi segera bergerak memberi perhatian dengan penuh kehangatan. Kita juga melihat sekelompok tentara yang telah mulai membersihkan lingkungan sekolah agar murid-murid bisa kembali bersekolah. Petugas desinfeksi juga dikerahkan untuk membersihkan lokasi bencana. Semua ini merupakan tindakan pemulihan agar semua orang bisa kembali hidup normal. Sungguh, kehidupan sangatlah penting. Menjalani hidup dengan aman dan tenteram jauh lebih penting. Lihatlah insan Tzu Chi. Selain bercocok tanam, mereka juga melindungi bumi. Contohnya Relawan Zhong ini. Dia adalah seorang petani, tetapi dia tetap bergabung dengan Tzu Chi. Dia hidup dengan sederhana dan  gembira.

Lihatlah meski tinggal di rumah yang dibangun dari anyaman bambu,dia tetap menjalani hidup dengan baik. Dia sangat berpuas diri. “Petani harus bekerja di bawah terik matahari. Meski terjadi badai, kita juga harus meninjau sawah karena curah air yang terlalu tinggi akan merusak bidang sawah. Kehidupan petani memang lebih sulit karena penghasilan kami tidak banyak. Namun, saya pikir meski harus bersusah payah, tetapi yang penting adalah hidup kami berkecukupan. Istri saya juga berkata, “Yang penting ada rumah untuk dihuni.Untuk apa merenovasi rumah? Meski rumah kami tidak terlalu bagus, tetapi ia tidak mudah roboh. Saya sudah merasa sangat puas karena memiliki rumah seperti ini,” ujar Zhong Sen-Fu. Begitu pula dengan Ming-hua. Lihatlah, dia juga selalu tersenyum sepanjang hari. Panen besar. “Saya pulang dengan hasil berlimpah,” ujar Zhou Ming-Hua, relawan Tzu Chi. “Bibi, apakah Anda akan mengajak tetangga untuk melakukan daur ulang bersama?” tanya reporter yang sedang berkunjung. “Mereka selalu berinisiatif mencari saya karena melihat saya melakukannya dengan sangat gembira,” terang Zhou Ming-Hua. “Nenek jaga kamu. Ayo, bermain ayunan,” ucap Zhong Ming-Hua kepada cucunya.” “Siapa yang membuat ini?” tanya reporter. “Nenek yang membuatnya! Ini terbuat dari kursi daur ulang,” terang Zhong Ming-Hua.

Dia harus bercocok tanam dan melakukan daur ulang. Semua relawan di posko daur ulang sangat memujinya dan berkata bahwa dia selalu tersenyum sepanjang hari. Jika ada waktu,dia selalu bermain dengan cucunya. Hidupnya sangat bebas dan gembira. Dia tidak membutuhkan rumah mewah dan uang yang banyak. Lihatlah, semua orang memujinya dan menyukainya. Itu karena dia juga selalu memuji dan menyukai orang lain. Karena itulah, dia selalu tersenyum. Kebahagiaan ini berasal dari dalam hati.  Melihat mereka gembira, kita ikut merasa gembira. Bukankah inilah kegembiraan hidup? Ia tak membedakan hubungan darah. Baiklah, singkat kata, kekuatan cinta kasih dapat membawa kegembiraan dan kedamaian bagi kita. (Diterjemahkan Oleh: Karlena Amelia)

 

 

 
 

Artikel Terkait

Internasional : Membentuk Logo Tzu Chi

Internasional : Membentuk Logo Tzu Chi

14 Maret 2011 Tanggal 6 Februari 2011, dalam acara ucapan Tahun Baru Imlek melalui online video kepada Master Cheng Yen, para biksuni di Griya Jingsi, dan insan Tzu Chi di seluruh dunia, para relawan Tainan membentuk formasi Logo Tzu Chi dengan khidmat.
Suara Kasih : Keindahan Individual Saat Bencana

Suara Kasih : Keindahan Individual Saat Bencana

25 Maret 2011 Kali ini, meski Jepang diguncang bencana yang dahsyat, namun kita dapat melihat keindahan individual dalam diri setiap warganya. Selain itu, karena pembangkit listrik tenaga nuklir yang bermasalah, Perdana Menteri Jepang mulai mengimbau seluruh warganya agar memakai listrik secara bergiliran.
Pancaran Cinta Kasih Insan Tzu Chi

Pancaran Cinta Kasih Insan Tzu Chi

23 Februari 2016
Sabtu, 13 Februari 2015, Tzu Chi Perwakilan Sinar Mas menebarkan perhatian dan cinta kasih melalui kegiatan Bakti Sosial Kesehatan Umum & Gigi kepada ratusan penerima bantuan di Kecamatan Sungai Keruh, Palembang, Sumatera Selatan.
Mengonsumsi minuman keras, dapat melukai orang lain dan mengganggu kesehatan, juga merusak citra diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -