Suara Kasih : Menjadi Bodhisatwa Dunia
Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News Judul Asli: Bertekad untuk Menjadi Bodhisatwa Dunia Membagikan bantuan musim dingin di berbagai negara
| |||
Lihatlah para tunawisma di wilayah Wanhua, Taipei. Mereka tinggal di pinggiran jalan dan merasa kedinginan. Saya melihat para insan Tzu Chi dari wilayah Zhong Zheng dan Wanhua mendatangi mereka dan memberikan kehangatan. Di tengah cuaca yang dingin, mereka tidur di atas lantai atau apa pun yang mereka temukan. Insan Tzu Chi yang tak tega melihatnya segera mengantarkan kehangatan bagi mereka. Mereka membangunkan para tunawisma, dengan lembut menyapa dengan sopan, dan mengenakan syal pada leher mereka. Mereka juga membagikan kantong tidur. Ini sungguh merupakan suatu kehangatan. Melihat para tunawisma di Taiwan yang kedinginan saja kita sudah merasa tak tega, apalagi mereka yang berada di negara-negara yang jauh lebih dingin dari pada Taiwan. Bagaimana mereka dapat bertahan? Karena itu, di tempat-tempat yang terdapat insan Tzu Chi, mereka pasti akan bergerak untuk memerhatikan orang-orang yang membutuhkan. Contohnya adalah para relawan di Afrika Selatan yang menyalurkan bantuan musim dingin. Mereka melakukannya bukan pada bulan Desember, melainkan pada bulan Juni karena pada bulan itu Afrika Selatan mengalami musim dingin. “Terima kasih, Tzu Chi! Terima kasih, Taiwan! Amitabha! Terima kasih,” ucap para penerima bantuan. Insan Tzu Chi di Afrika Selatan tidak banyak, sementara wilayah setempat sangatlah luas. Insan Tzu Chi setempat sungguh tak banyak. Kita harus lebih giat bersumbangsih. Insan Tzu Chi telah menginspirasi banyak warga setempat. Kini akar pohon Bodhi telah tertanam di Afrika Selatan. Cara mereka memperhatikan orang-orang yang menderita sama seperti cara kita. | |||
| |||
Ini adalah pembagian barang bantuan yang tidak seperti biasanya. Kita dapat melihat mereka menerima bantuan berupa selimut dan makanan dari insan Tzu Chi yang penuh cinta kasih dan kehangatan. Mereka sangat bersyukur saat menerimanya. Tadi kita mendengar mereka berkata, “Terima kasih, Taiwan! Terima kasih, Tzu Chi!” Jadi, bisa dikatakan bahwa Tzu Chi membantu menjalin hubungan diplomatik Taiwan dengan negara lain. Hingga kini, Tzu Chi telah menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada 72 negara. Di setiap negara yang insan Tzu Chi kunjungi, para insan Tzu Chi selalu berkata bahwa mereka dari Yayasan Tzu Chi di Taiwan. Karena itu, banyak orang yang tadinya tidak tahu Taiwan, setelah mengenal Tzu Chi, mereka jadi tahu akan keberadaan Taiwan. Mereka pun berterima kasih kepada Tzu Chi dan Taiwan. Jadi, kita harus menggalang lebih banyak Bodhisatwa dunia. Meski kecil, Pulau Taiwan penuh kehangatan. Hal ini dikarenakan banyak warga Taiwan yang berhati baik dan mereka saling menginspirasi satu sama lain. Sejak kecil, Zhang Mao-xing sangat dimanja oleh keluarganya. Saat berusia 19 tahun, ia mengalami kecelakaan yang serius. Sejak itu, ia putus asa dan mulai menggunakan narkoba. “Saya sangat terkejut saat tahu bahwa Mao-xing menggunakan narkoba. Saya pun mulai khawatir,” kata ibunya. “Setiap kali menggunakan narkoba, saya selalu menangis karena saya tahu bahwa perbuatan ini sangat mengecewakan kakak dan ibu yang sangat mengasihi saya. Saya pernah berusaha menghentikan kebiasaan ini, namun tak berhasil. Sepulang dari mengikuti ritual namaskara, saya melihat video peresmian RS Tzu Chi di Taipei yang diputar di dalam bus. Saya melihat tayangan Master Cheng Yen yang tengah melambaikan tangan kepada paramedis. Saat melihat tayangan tersebut, air mata saya pun mengalir dan berpikir bahwa Master Cheng Yen mungkin bisa menolong saya,” tutur Zhang Mao-xing | |||
| |||
Seorang relawan dari Taichung pernah berkata bahwa saat ia ketagihan narkoba, rasanya seperti puluhan ribu ekor semut mengerumuni dan menggigit tubuhnya. Saking sakitnya, ia ingin membenturkan kepalanya ke tembok. Itulah alasannya mengapa dahulu ia tak sanggup melepaskan diri dari narkoba. Jadi, dapat terlepas dari kebiasaan ini sungguh bukan hal yang mudah. Sangat banyak godaan akan narkoba. Karena itu, kita harus senantiasa menjaga hati dan pikiran dengan baik. Da Ai TV membuat sebuah film tentang kisah seorang pecandu narkoba. Film ini diputar di sekolah-sekolah maupun Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) agar orang-orang menyadari bahaya narkoba. Judul film ini adalah “Saya Tanpa Narkoba”. Film ini telah menyadarkan banyak orang. Setelah menonton film ini, seorang anak berkata kepada ibunya, “Ibu, saya tak akan pernah menggunakan narkoba.” Ibunya bertanya, “Mengapa?” Ia menjawab, “Narkoba menyebabkan penderitaan,” katanya, “sebelumnya saya dan beberapa teman sekolah bermaksud mencoba menggunakan narkoba.” Inilah yang dikatakan anak itu pada ibunya. Ibunya bertanya, ”Lalu sekarang bagaimana?” Ia menjawab, “Saya tak akan pernah mencoba menggunakan narkoba karena bukan hanya saya yang menderita, ibu juga akan terus menangis.” Inilah reaksi para siswa setelah menyaksikan kisah nyata ini. Setelah menyaksikan kisah nyata ini, di Taichung ada sekelompok mantan pecandu narkoba yang kini bergabung dengan Tzu Chi. Mereka mengajak mantan napi yang dipenjara bersama dengan mereka dahulu untuk bekerja di restoran vegetarian yang mereka jalankan. Kehidupan mereka semua pun berubah. Lingkungan Tzu Chi sungguh merupakan sebuah ladang pelatihan. Para Bodhisatwa sekalian, kita semua harus bekerja lebih giat. Saya terus berkata kepada kalian semua agar giat menggalang Bodhisatwa dunia dan mempraktikkan Dharma. Ajaran Buddha tak hanya kita lafalkan di dalam wihara saja, namun Dharma ini harus dipraktikkan dalam keseharian kita. Intinya, kita harus mempraktikkan Dharma dan menjadi Bodhisatwa dunia. Menjadi Bodhisatwa bukan hanya menjalankan ibadah di wihara ataupun sembahyang di rumah. Sesungguhnya, Bodhisatwa ada dalam hati setiap orang. Kalian adalah Bodhisatwa penyelamat manusia. Bila kalian mengulurkan tangan bagi sesama, maka kalian adalah Bodhisatwa penyelamat manusia. Diterjemahkan oleh: Lena | |||
Artikel Terkait
Menjadi Guru yang Humanis
08 April 2016Sekolah Ehipassiko, BSD, Tangerang mengadakan kegiatan bedah buku Pedoman Guru Humanis karangan Master Cheng Yen pada 1 April 2016. Para guru berdiskusi mengenai proses menjadi seorang guru yang humanis.