Suara Kasih : Menjaga Pikiran dan Moralitas

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Mengendalikan Pikiran dan Menjaga Moralitas
 

Nafsu keinginan duniawi membuat orang tak dapat hidup tenang
Mengubah kebiasaan buruk dan mulai berbuat kebajikan
Berbuat baik dan berbakti adalah hal yang tidak bisa ditunda
Kembali pada hakikat yang murni tanpa noda

Lihatlah, bencana terjadi silih berganti di dunia ini sehingga membuat saya tak sempat mengulasnya pada ceramah pagi hari. Pagi hari beberapa hari yang lalu, saat saya berbagi tentang masalah yang terjadi di dunia dan para relawan juga berbagi tentang kisah mereka saat bersumbangsih di rumah sakit, Selandia Baru yang berada sangat jauh dari kita diguncang gempa yang dahsyat yang berkekuatan 6,3 skala Richter. Meski kekuatannya tidak begitu besar, namun pusat gempa hanya berada sekitar 4 kilometer lebih dari permukaan tanah. Tayangan yang kita lihat sekarang sungguh memprihatinkan. Di tengah bencana yang terjadi silih berganti, kita sungguh harus meningkatkan kewaspadaan, mawas diri, dan berhati tulus.

Sungguh, saat ketidakkekalan melanda, kita harus segera bertobat. Belakangan ini saya sering berkata bahwa tiada waktu lagi. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan bumi adalah berdoa dengan penuh ketulusan agar para Buddha, Bodhisatwa, dan para Dewa Pelindung Dharma dapat mendengar doa dari semua orang di dunia yang penuh ketulusan ini. Untuk menunjukkan ketulusan, kita harus menjalani pola hidup vegetarian. Dengan demikian, barulah kita dapat menunjukkan pertobatan kita.

Bertobat berarti menyucikan batin. Manusia terus menciptakan karma buruk akibat adanya kegelapan batin. Seperti Lingkaran Api Pasifik yang terdapat di permukaan bumi ini, kita juga harus menciptakan lingkaran pertobatan dengan mengimbau semua orang agar bervegetarian. Inilah yang disebut bertobat sepenuh hati. Kita harus mengendalikan pikiran buruk dan nafsu keinginan seperti ketamakan, kebencian, dan kebodohan. Kita harus dapat menenangkan pikiran. Dengan begitu, dunia dapat bebas dari bencana. Sebagai praktisi Buddhis, hal terpenting yang harus kita pelajari adalah mengendalikan pikiran dan segera kembali pada hakikat murni.

“Pelajaran pertama yang diajarkan di sekolahnya adalah Kata Perenungan Jing-Si tentang menunaikan kewajiban. Sepulang dari sekolah, ia berkata bahwa ia akan melakukan segala tugasnya sendiri. Ia mencuci piring dan mencuci sepatunya sendiri. Ia berusaha melakukannya sendiri tanpa bantuan dari kami,” cerita seorang ibu dari siswi Sekolah Tzu Chi. Anak yang baru berusia 6 tahun ini tak hanya dapat melakukan tugasnya sendiri, namun juga membantu ibunya. Ia juga mengingatkan ayahnya agar pulang makan malam serta sangat berbakti pada neneknya. Lihat, anak-anak sungguh memiliki pikiran yang polos karena mereka belum terpengaruh oleh masyarakat. Jadi, sifat hakiki manusia sesungguhnya adalah bajik dan murni. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan yang baik akan membuat kita bertobat.

Contohnya, seorang mahasiswi dari Indonesia. Setelah bergabung dengan Tzu Chi, ia mulai menyadari bahwa berbuat baik dan berbakti adalah 2 hal yang tak bisa ditunda. Ayahnya telah meninggal akibat kecelakaan. Ia menyesal karena tidak berkesempatan untuk berbakti pada ayahnya. Pada Pemberkahan Akhir Tahun tahun ini, ia turut serta dalam pementasan drama musikal Sutra Bakti Seorang Anak. Pementasan ini membuatnya semakin menyadari makna dari berbakti. Usai pementasan, ia berlutut pada ibunya untuk meminta maaf atas sikap membangkangnya dan kesalahan yang pernah ia perbuat. Pertobatannya ini menyentuh banyak orang tua dan anak-anak yang menyaksikan.

“Dapat berpartisipasi dalam peran ini membuat saya merasa sedih. Bukan karena saya terluka, tapi karena saya menyadari kesalahan yang telah saya perbuat. Saya sangat bersyukur saat ini masih ada Mama yang sangat sehat, sehingga saya punya kesempatan untuk menjadi anaknya yang baik,” kata mahasiswi itu.

Para Bodhisatwa sekalian, kita sering melihat orang yang menyatakan pertobatannya di depan rupang Buddha. Namun, apakah dengan demikian ia sungguh-sungguh bertobat? Jika kita mengulangi kesalahan, Buddha tidak akan berkata, “Kamu telah berjanji untuk mengubah segala kebiasaan burukmu, mengapa kamu mengulanginya lagi?” Buddha memiliki welas asih yang besar, jadi Beliau tidak akan menegur kita. Karena itu, sebaiknya kita bertobat di depan semua orang dengan berkata, “Mulai hari ini, saya akan berubah, tolong awasi saya.” Orang akan melihat perubahan dalam diri kita.

Kita harus memanfaatkan waktu untuk berbuat baik dan melenyapkan kegelapan batin. Kita harus segera bertobat tanpa menunda waktu lagi. Janganlah kita mengulur waktu karena ada banyak hal yang tak dapat ditunda. Jadi, untuk kembali pada hakikat yang murni, kita harus segera bertobat dan menyesali segala karma buruk yang kita ciptakan akibat kegelapan batin yang timbul. Mulai sekarang, kita harus segera mendekatkan diri dengan kebajikan dan menjauhkan diri dari keburukan. Melihat bencana yang terjadi silih berganti, kita sungguh harus segera bertobat.

Belakangan ini saya sering berkata bahwa karena Tzu Chi berasal dari Taiwan, maka banyak Bodhisatwa dunia di Taiwan. Karena itu, pertobatan harus dimulai dari Taiwan. Saya berharap semua orang dapat melihat dan merasakan manfaat dari kerja keras kita sehingga mereka dapat tersadarkan. Kita harus bekerja agar semua orang di dunia dapat membangkitkan niat baik dan membentuk lingkaran kebajikan. Kita sungguh harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan di mana setiap orang bervegetarian. Pertobatan besar ini dapat kita wujudkan melalui pola hidup vegetarian. Dalam menjalankan pola hidup vegetarian, kita harus memerhatikan perilaku dan tutur kata kita, serta tidak mengulangi kesalahan yang pernah kita perbuat. Inilah pertobatan besar. Kita semua harus bertobat. Siapa yang tidak pernah berbuat salah? Karena itu, kita harus bertobat. Bertobat berarti menyucikan batin dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Inilah yang dimaksud bertobat.

Para Bodhisatwa sekalian, melihat bencana di dunia terjadi silih berganti, Saya sungguh khawatir dan tidak tenang. Karena itu, saya terus berkata bahwa kita harus memanfaatkan waktu dan senantiasa menjaga hati agar tidak menyimpang. Kita harus berjalan dengan langkah mantap dan bersemangat untuk maju. Akhir kata, kita harus selalu menjaga pikiran dan bersungguh hati. Diterjemahkan oleh: Lena

 
 

Artikel Terkait

Ramah Tamah Tzu Ching di Pontianak

Ramah Tamah Tzu Ching di Pontianak

07 November 2013 Generasi muda adalah harapan kita untuk mengubah dunia menjadi lebih baik lagi. Mereka adalah ‘ahli waris’ generasi sebelumnya yang mengemban amanat dan tanggung jawab dalam mewujudkan keharmonisan di dunia ini.
Pelangi di Dunia Tzu Chi

Pelangi di Dunia Tzu Chi

05 April 2011
"Ren wen zhen shan mei jing hua ren xin - Budaya humanis yang benar, bajik, indah menyucikan hati manusia", sebuah tema dari pelatihan relawan 3 in 1 (dokumentasi) Tzu Chi pada tanggal 2-3 Maret 2011 yang berlokasi di Aula Lantai 2 Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat.
Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tidak terhingga.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -