Suara Kasih : Menumbuhkan Bodhicitta

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

     

Membangkitkan Cinta Kasih dan Menumbuhkan Bodhicitta

     

Kebakaran di Filipina menimpa ribuan keluarga Insan Tzu Chi segera menyediakan minuman dan makanan hangat Mereka yang hidup kekurangan juga dapat membimbing orang lain Membangkitkan cinta kasih dan menumbuhkan Bodhicitta

Dalam tayangan tadi kita melihat bahwa pada tanggal 25 April di Filipina terjadi sebuah kebakaran besar. Diperkirakan sekitar 3.000 rumah terbakar. Kebakaran tersebut berlangsung selama 5 jam, dari pukul 3 sore hingga 8 malam. Pagi-pagi keesokan harinya, insan Tzu Chi segera melakukan survei dan membeli barang-barang yang akan dibagikan.

 

Murid saya yang baik, Run Lian telah menderita sakit dalam waktu yang panjang. Sungguh khawatir dan tidak tega melihatnya. Meskipun begitu, saya merasa terhibur oleh keteguhannya dalam melatih diri. Saya merasa terhibur karena ia dapat melatih diri di tengah penyakitnya. Sungguh tidak mudah. Tadi kita sudah mendengar semua orang berkata bahwa ia sungguh-sungguh merupakan teladan budi pekerti. Ia bahkan menulis untuk saya, “Master, karma buruk saya dari banyak kehidupan kini telah berbuah.” Bagaimana saya tidak sedih mendengarnya? Hatinya sangatlah lapang, murni, dan begitu menyelami Dharma. Murid baik seperti dirinya, alangkah baiknya jika dapat hidup beberapa tahun lagi. Namun, saya memahami hukum sebab akibat. Segala jalinan jodoh memiliki batas waktu. Karena kehidupan merupakan fenomena yang berkondisi, maka ia bersifat tidak kekal.

Pada pukul 8 mereka telah siap untuk membagikan barang bantuan. Yang mereka bagikan pertama kali adalah makanan hangat. Selama tiga hari berturut-turut insan Tzu Chi menyediakan makanan hangat dan minuman bagi para korban. ”Enak sekali. Terima kasih atas bantuan kalian. Terima kasih, Tzu Chi. Akhirnya kami punya makanan untuk makan siang. Kami sudah sangat lapar. Makanan ini lezat dan sangat bergizi. Ini lebih baik, bersih, dan sehat. Juga ada tutupnya,” ujar seorang warga korban kebakaran.

Yang membuat saya semakin tersentuh adalah relawan lokal yang sejak bulan September tahun lalu bergabung dalam barisan relawan Tzu Chi setelah bencana Topan Ketsana. Para Bodhisatwa ini berada sangat dekat dengan insan Tzu Chi. Pada penyaluran bantuan kali ini, untuk menyediakan makanan hangat selama 3 hari, para relawan lokal harus bangun pukul 2 dini hari. Mereka mulai memasak sekitar pukul 5 atau 6. ”Meski tugas Tzu Chi agak melelahkan, namun kami merasa gembira karena dapat membantu saudara-saudara kami. Saya sangat senang karena dapat membantu banyak orang. Saya tidak merasa panas atau lelah selama dapat membantu saudara-saudara kita,’ kata seorang relawan lokal.

 

 

 

Saya dapat melihat para Bodhisatwa setempat di Filipina telah mulai bermunculan. Mereka bekerja dengan sukarela dan sukacita. Mereka juga mensosialisasikan celengan bambu. Para korban bencana kebakaran kali ini awalnya tak mengerti semangat celengan bambu. Lewat penjelasan dari relawan lokal, sudah ada 900 orang mengambil celengan bambu untuk menyisihkan dana setiap hari.

Para relawan lokal bahkan melakukannya dengan lebih bersemangat. Salah satu relawan hidup hemat setiap hari dan menyisihkan uang ke dalam celengan bambu. Setelah celengannya dibuka, terkumpul dana sebesar 2,70 Peso (Rp600). Kantor Tzu Chi setempat pun tetap memberikan tanda terima dana kepadanya. Ketika menerimanya, ia sangat gembira dan bersemangat. Ia pun merasa tersentuh hingga menangis. Ia berkata bahwa mungkin dana pencetakan tanda terima itu lebih besar daripada dana yang ia sumbangkan. Oleh karena itu, ia menghargai tanda terima itu bagai permata. Ia berkata bahwa kelak akan tetap menyisihkan dana dan menyumbangkanya untuk Tzu Chi setiap bulan tanpa meremehkan jumlahnya yang sedikit. Janganlah meremehkan setiap tetes sumbangsih.

Sejak tahun lalu, relawan dari warga asli juga mulai bermunculan. Berkat adanya warga Tionghoa yang bersumbangsih dalam bentuk dana maupun tenaga dengan penuh ketulusan dan cinta kasih, akhirnya warga asli pun turut bergabung. Meski hidup dalam kekurangan, mereka tetap ikhlas bersumbangsih. Mereka pun telah menciptakan lingkungan yang penuh keharmonisan. Inilah cara membimbing orang lain.

Saya sering mengatakan bahwa ajaran Buddha ada dalam kehidupan sehari-hari dan Bodhisatwa ada di tengah umat manusia. Ajaran Buddha tak lepas dari kehidupan sehari-hari kita dan bukan harus didapat di tempat terpencil atau semata-mata dilatih di dalam wihara. Sesungguhnya, ajaran Buddha yang kita terima adalah sebuah pendidikan yang dapat diterapkan dalam keseharian, baik dalam menghadapi orang lain dan banyak hal maupun mengatasi kekotoran batin sehingga dapat berhati lapang dan berpikiran murni serta membangkitkan cinta kasih.

Empat Sifat Luhur tak hanya sebatas kata-kata atau dibaca dalam kitab suci. Bukan. Sesungguhnya, cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin, harus diterapkan dalam Jalan Bodhisatwa, dalam interaksi antarmanusia. Jadi, Bodhisatwa ada di tengah umat manusia. Kita melihat para insan Tzu Chi menjalankan Empat Misi Tzu Chi dengan penuh cinta kasih dan ketulusan.

 

 

Kini di Filipina, relawan lokal yang melakukan hal ini jumlahnya kian bertambah. Meski uang yang didanakan tidak banyak, namun yang terpenting adalah niat. Cinta kasihnya telah terbangkitkan. Ketika terjadi bencana di suatu daerah, ia memiliki niat untuk turut membantu. Ia adalah salah satu warga kurang mampu yang pernah Tzu Chi bantu. Para relawan beretnis Tionghoa telah menggarap ladang berkah dalam dunia Tzu Chi selama bertahun-tahun.

 

 

Lihatlah misi amal Tzu Chi. Adakah insan Tzu Chi yang tidak bergerak dalam misi amal? Di mana pun ada orang yang membutuhkan, kita akan pergi ke sana untuk membantu mereka. Inilah semangat seorang Bodhisatwa. Inilah misi amal Tzu Chi. Kemudian ada misi pengobatan. Di dunia ini semua makhluk mengalami kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian. Sakit adalah penderitaan terberat dan membutuhkan pengobatan. Karenanya, pengobatan sangat dibutuhkan untuk melindungi kehidupan.

Kita melihat RS Tzu Chi di Taichun akan menjalani evaluasi akreditasi. Untuk itu, relawan di wilayah tengah Taiwan berkumpul untuk membersihkan RS tersebut. Lihatlah sumbangsih yang penuh cinta kasih ini. RS ini dibangun dengan sumbangsih banyak orang. Setelah dibangun, mereka terus mendukung para staf dan dan menjaga kebersihan RS tersebut.

Saya sungguh tersentuh. Selain itu, kini di Suzhou para insan Tzu Ch tengah berkumpul. Mereka akan menyelenggarakan peringatan tahun ke-3 berdirinya Tzu Chi di sana. Mereka menyiapkan banyak acara dan akan menampilkan pertunjukan drama musikal Sutra Bakti Seorang Anak. Karena kini rasa bakti mengalami kemerosotan, maka dibutuhkan sosialisasi untuk hal itu.

Tahun ini adalah tahun ke-20 misi pelestarian lingkungan Tzu Chi. Mereka pun mulai bersungguh-sungguh mensosialisasikan pelestarian lingkungan. Saat ini pelestarian lingkungan sungguh sangat penting. Beberapa hari ini, kita melihat siaran berita yang melaporkan tentang tumpahnya minyak di Teluk Meksiko. Pencemaran semakin meluas dengan adanya angin dan gelombang. Entah berapa negara yang wilayah lautnya turut tercemar. Udara telah tercemar, demikian pula dengan laut dan tanah.

Saudara sekalian, dapatkah kita tidak peduli akan kelestarian lingkungan? Kini di Tiongkok, insan Tzu Chi terus mensosialisasikan pelestarian lingkungan secara luas. Kini para relawan di Suzhou juga tengah berkumpul dan mendengarkan saya bicara. Program yang mereka rencanakan semuanya mengandung nilai pendidikan yang bertujuan agar setiap orang dapat mengenal Tzu Chi, membuka hati, membangkitkan cinta kasih dan kebijaksanaan, dan menjalani keseharian dengan benar. Inilah kegiatan mereka saat ini.

Inilah tujuan mereka. Banyak hal yang patut disyukuri, namun waktu sungguh terbatas. Setiap hari saya selalu mengatakan bahwa waktu yang ada tidaklah cukup. Karenanya, saya sering mengatakan bahwa tiada waktu lagi. Manfaatkanlah waktu dengan sungguh-sungguh. Lakukanlah hal-hal yang harus dilakukan.  

 

 

Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi
Foto: Da Ai TV Taiwan
 

Artikel Terkait

Solusi Mudah Membuat Eco Enzyme

Solusi Mudah Membuat Eco Enzyme

14 Oktober 2020

Membuat Eco Enzyme bukanlah hal yang sulit, setiap orang dapat membuatnya dengan mudah berdasarkan perbandingan atau rasio 1: 3: 10. Hal ini yang dipraktikkan oleh relawan Tzu Chi. 

Gempa Jepang : Survei ke Lokasi Bencana

Gempa Jepang : Survei ke Lokasi Bencana

16 Maret 2011
Pada tanggal 15 Maret 2011, jam 9 pagi, relawan Tzu Chi Jepang memasuki salah satu daerah bencana terparah, yaitu Kota Oarai , Ibaraki. Ini adalah langkah awal Tzu Chi mengadakan penanggulangan bencana terhadap gempa dan tsunami yang terjadi di Jepang pada 11 Maret lalu.
Menerima Perubahan dengan Bijaksana

Menerima Perubahan dengan Bijaksana

24 Agustus 2008 Masih ingat dengan Desi dan Intan? Mereka adalah pasien bakos kesehatan Tzu Chi di RS Harapan Bersama yang operasi pada tanggal 23 Agustus. Keesokan paginya, 24 Agustus 2008, mereka datang ke RS Harapan Bersama, Singkawang, Kalimantan Barat untuk mendapatkan pengobatan lanjutan.
Menghadapi kata-kata buruk yang ditujukan pada diri kita, juga merupakan pelatihan diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -