Suara Kasih: Menyebarkan Cinta Kasih

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News

Judul Asli:

 

   Menyebarkan Cinta Kasih yang Penuh Kesadaran

 

Mengenang sumbangsih para Silent Mentor
Menebarluaskan misi dan budaya Tzu Chi
Menyebarluaskan budaya humanis Tzu Chi ke berbagai negara
Dengan cinta kasih universal mengasihi sesama
Memiliki tekad dan cinta kasih universal yang sama

Konferensi TIMA tahun ini telah berakhir. Saya sangat berterima kasih kepada lebih dari 300 anggota TIMA yang datang dari 17 negara. Semuanya dipenuhi sukacita dan mereka pulang dengan membawa cinta kasih dan semangat yang baru. Sesungguhnya, keyakinan mereka berbeda. Di antara mereka ada umat Muslim, Protestan, dan Katholik. Ada 90 peserta yang menyatakan berguru kepada saya. Saya berkata kepada mereka bahwa dalam Mazhab Tzu Chi, saya berharap semua orang bisa membuka hati, mengembangkan cinta kasih universal, dan mengembangkan cinta kasih universal terjun ke tengah masyarakat, dan berjalan di jalan yang benar. Inilah yang disebut menapaki jalan Tzu Chi. Semoga semua orang di negara manapun dapat hidup harmonis dengan sesama di atas bumi kita ini dan hidup selaras dengan alam. Tanpa membedakan kewarganegaraan, warna kulit, Kita semua harus memiliki kesatuan hati ini.

Bertepatan dengan Festival Kue Bulan, selain mengadakan konferensi tahunan TIMA, kita juga mengadakan program simulasi bedah. Tahun ini, program tersebut dibuka untuk umum. Selain untuk tenaga medis Tzu Chi Taiwan, tenaga medis dari rumah sakit lain, maupun para dokter dari luar negeri juga bisa mengikutinya. Dengan demikian, para dokter di seluruh dunia bisa sama-sama belajar banyak dari Silent Mentor (Guru Tanpa Suara). “Melalui program simulasi bedah ini. Saya berharap kami bisa membagikan budaya humanis dan semangat Tzu Chi ke dalam lingkungan medis kami kepada para calon dokter di tempat kami sehingga untuk ke depannya, agar kelak mereka dapat menjadi dokter yang lebih baik lagi. Saya cukup lelah bekerja akhir-akhir ini. Tanpa disadari, saya menjadi lupa mengapa memilih menjadi dokter dulunya. Para Silent Mentor mengingatkan saya bahwa pasien juga adalah manusia. Saya bukan mengobati penyakit, melainkan mengobati orangnya. Ini yang membuat saya tersadarkan saat itu,” kata salah satu peserta.

 

Melalui program simulasi tersebut, para dokter termotivasi untuk lebih bersemangat dan giat dalam mengembangkan keterampilan medisnya. Selain itu, moralitas dan etika haruslah dipraktikkan bersamaan. Dalam beberapa hari ini para dokter berbagi bahwa dalam menunaikan tugasnya mereka kini menyadari misi seorang dokter. Sungguh membuat saya terharu mendengarnya. Tentunya ini semua tercapai berkat kerja keras insan Tzu Chi Taiwan. Saya sangat tersentuh dengan sumbangsih mereka. Jumlah peserta tak sampai 400 orang, namun ada 646 relawan yang melayani. Mereka melayani peserta dengan penuh perhatian. Mereka terbagi menjadi 26 tim dengan tugas yang berbeda.

 

Para relawan mempersiapkan segalanya. Dari keperluan sehari-hari, konsumsi, dan lain-lain. Semua diatur dengan sangat rapi. Karena itu, tak heran jika dalam beberapa hari ini semua peserta yang datang dari jauh dipenuhi sukacita dan pulang ke negaranya dengan sehat dan selamat.

Saya sangat berterima kasih kepada mereka. Karena berasal dari negara yang berbeda, tentu saja ada hambatan dalam berkomunikasi. Meskipun mereka bisa melihat semua yang berlangsung di ruang kelas, namun tanpa terjemahan mungkin akan sulit bagi mereka untuk memahami apa yang dibicarakan di depan. Saya sungguh berterima kasih kepada mereka yang telah membantu menerjemahkan ke dalam berbagai bahasa di setiap kelasnya. Selain lisan,  mereka juga menerjemahkan secara tulisan. Saya juga berterima kasih kepada para relawan dokumentasi yang telah mengambil berbagai foto serta menulis artikel dan menerjemahkannya ke bahasa Inggris. Semua pekerjaan harus rampung dalam sehari. Ini bertujuan agar para peserta pada keesokan harinya dapat membaca artikel tersebut dan lebih memahami topik yang telah dibahas hari sebelumnya, ataupun bisa dibawa pulang sebagai cindera mata. Jadi, seorang penerjemah sangat diperlukan dalam menerjemahkan semua momen penting itu.

Kita harus banyak mengembangkan kemampuan bahasa asing kita. Misi Tzu Chi telah dijalankan di seluruh dunia, karena itu, kemampuan bahasa asing kita harus lebih dikembangkan lagi. Meskipun semua anggota TIMA tak membedakan kewarganegaraan dan ras serta mencurahkan cinta kasih yang sama, namun tanpa bantuan seorang penerjemah, akan sulit bagi mereka untuk memahami semangat Tzu Chi. Singkat kata, tanpa bantuan penerjemah, kita tak bisa membagikan Dharma dan menebarkan ajaran sang Buddha maupun semangat cinta kasih Tzu Chi.

Saya sungguh berterima kasih kepada seluruh insan Tzu Chi yang selalu siap membantu kapan pun. Selama beberapa hari ini, para peserta sangat lelah, begitu juga dengan para relawan, terlebih para relawan yang melayani. Mereka harus bangun lebih awal, tidur lebih malam dibanding peserta dan lebih sibuk dibanding peserta. Mereka sungguh telah bekerja keras. Relawan kita sungguh memiliki berkah. Mereka sungguh telah bekerja keras. Inspektur Chao yang memimpin konferensi ini. Kali ini dr. Chao yang menjadi ketua peserta. Dulunya ia pernah menjabat sebagai jenderal yang memimpin pasukan tentara di Taiwan. Namun, kini ia menjadi ketua peserta yang memimpin peserta dari 17 negara berbeda termasuk para profesor dan dokter.

Mereka datang dari berbagai negara yang mempunyai kebiasaan dan budaya berbeda. Namun ia harus mengepalai konferensi ini. Pikirkanlah, menjadi seorang ketua peserta sungguh bukan pekerjaan yang mudah. Tapi, saya mendapat kabar bahwa acara ini berjalan lancar dan semua peserta dipenuhi sukacita. Ini merupakan pencapaian yang luar biasa. Kepala dan Wakil Kepala Rumah Sakit dr. Kao dan dr. Hsu juga turut membantu memotong cabai di dapur. Karena ada sebagian peserta yang tak bisa makan tanpa cabai. Memotong cabai bukanlah hal mudah karena rasa pedas yang timbul dapat menyebabkan iritasi pada mata. Mereka menunjukkan perhatiannya melalui ini. Inilah wujud dari perhatian mereka.

Saya sangat terharu melihat hal ini. Waktu berlalu dengan cepat. Setiap hari saya selalu merasa mengapa waktu berlalu begitu cepat? Beberapa hari sebelumnya kita menyambut saudara se-Dharma yang kembali ke Hualien dan kini tak terasa konferensi tahunan TIMA telah berakhir. Semua peserta pulang dengan membawa banyak pelajaran berharga. Saya yakin bahwa hati setiap orang dipenuhi oleh cinta kasih yang murni dan berkesadaran untuk dibawa pulang ke negara masing-masing. Semoga benih cinta kasih ini dapat tersebar luas dan semakin berkembang hingga ke mana pun. Inilah harapan kita semua.


Artikel Terkait

Gempa Palu: Panas dan Hujan Tak Pernah Menjadi Alasan

Gempa Palu: Panas dan Hujan Tak Pernah Menjadi Alasan

19 Oktober 2018
Dalam kondisi terik maupun hujan, relawan Tzu Chi tetap menyalurkan bantuan bagi warga di Palu, Donggala, dan Sigi. Sore kemarin, Kamis 18 Oktober 2018, hujan deras mengguyur lapangan terbuka di Desa Kavaya, Sindue, Kabupaten Donggala. Setelah hujan mereda, relawan pun akhirnya menyalurkan 98 paket bantuan.
Waisak 2016 : Mewujudkan Keharmonisan dan Ketentraman

Waisak 2016 : Mewujudkan Keharmonisan dan Ketentraman

23 Mei 2016

Pada tanggal 15 Mei 2016, insan Tzu Chi Kantor Penghubung Padang menyelenggarakan peringatan Waisak di Hotel Mercure Padang. Jumlah peserta yang hadir mencapai 300 orang yang terdiri dari 50 relawan Tzu Chi, tokoh-tokoh agama, dan masyarakat umum yang ada di kota Padang.

Memaknai Usia yang Tersisa

Memaknai Usia yang Tersisa

23 Mei 2013 Foto-foto jejak langkah yang menginspirasi para calon pengikut ajaran kebajikan itu. Tidak terlewat pula menyaksikan gambaran berbagai kegiatan besar yang telah diwujudkan di negeri tercinta selama ini.
Lebih mudah sadar dari kesalahan yang besar; sangat sulit menghilangkan kebiasaan kecil yang buruk.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -