Suara Kasih: Menyelamatkan Nyawa
Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai NewsJudul Asli:
Menyelamatkan Nyawa dan Menyebarkan Cinta Kasih TIMA mengadakan baksos pengobatan di banyak negara | |||
"Kami berharap dapat memberikan pelayanan terbaik kepada para pasien dan senantiasa menghargai kehidupan. Semoga budaya humanis medis ini dapat tersebar ke segala penjuru dunia sehingga orang-orang sakit dapat memperoleh perawatan medis yang baik. Inilah tekad kami," kata salah seorang dokter di Rumah Sakit Tzu Chi. Misi kesehatan Tzu Chi telah dijalankan sekitar 50 tahun lamanya. Saat datang ke Hualien, saya melihat bahwa kebanyakan warga di sini adalah orang-orang yang telah berusia lanjut. Ada warga yang menderita penyakit. Karena kurang mampu, penyakit ringan menjadi penyakit parah dan hal ini berdampak buruk pada seluruh keluarga. Ada orang yang sakit sehingga tak dapat menghidupi keluarga dan hal ini tentu saja berimbas pada kehidupan anak-anaknya. Entah orang menjadi sakit karena miskin ataupun menjadi miskin karena sakit, ini pasti berdampak buruk pada pendidikan anak-anak. Terlebih pada saat itu sistem pendidikan sangat mengkhawatirkan. Jadi, setelah misi kesehatan kita pun menjalankan misi pendidikan yang tentu saja didukung oleh berbagai sebab dan kondisi. Saya selalu berharap kalian semua dapat mengunjungi website Tzu Chi untuk lebih memahami sejarah Tzu Chi. | |||
| |||
Jadi, dalam dunia pendidikan Tzu Chi para siswa juga terlibat sebagai relawan yang memberikan pelayanan ini. Ini adalah semangat TIMA (Tzu Chi International Medical Association). Para anggota TIMA di negara mana pun memiliki kesungguhan dan cinta kasih. Para dokter bagaikan Buddha hidup dan perawat bagaikan Bodhisatwa dunia. Apoteker dan teknisi medis juga tak kalah pentingnya. Mereka mengenakan jubah putih yang melambangkan cinta kasih yang murni dan tanpa batas. Para anggota TIMA di seluruh dunia bagaikan Buddha hidup dan memiliki kesamaan tekad. Mereka tak gentar dalam menghadapi kesulitan dan bersumbangsih atas inisiatif sendiri. Para tenaga medis yang bagaikan Bodhisatwa ini sering berkunjung ke daerah pedalaman untuk mengadakan baksos pengobatan demi membebaskan orang dari penyakitnya. Contohnya di Guatemala. Tayangan yang saya lihat sangat memprihatinkan. Pada akhir Agustus lalu banjir besar terjadi di Guatemala. Insan Tzu Chi pun segera menyurvei lokasi dan menyalurkan bantuan. Belakangan juga diadakan baksos pengobatan dan penyaluran bantuan yang kedua kali. Meski daerah ini sangat kurang makmur, namun ada sekelompok Bodhisatwa yang tak tega melihat penderitaan. Jadi, saat terjadi bencana mereka pun segera bergerak. Setelah tahu apa yang paling dibutuhkan mereka pun mengadakan baksos pengobatan. Inilah curahan cinta kasih di tengah penderitaan. Saya sungguh bersyukur melihat hal ini. Sungguh, baik di Guatemala, Brazil, maupun Paraguay, Tim Medis Tzu Chi sering mengadakan baksos pengobatan di daerah pedalaman sekaligus membagikan bantuan materi. Di negara mana pun, asalkan ada relawan dan tenaga medis Tzu Chi, maka orang yang menderita pasti akan ditolong. Semua ini berkat adanya para tenaga medis yang memiliki cinta kasih dan tekad yang luhur. Inilah kekuatan yang membentuk TIMA. Saya sungguh berterima kasih. Tanggal 10 September Konferensi TIMA dimulai. Anggota TIMA selalu kembali ke Taiwan pada saat Perayaan Kue Bulan setiap tahunnya. Kali ini anggota TIMA dari 17 negara kembali ke Taiwan. Tentu saja, para relawan dan tenaga medis Taiwan sendiri sudah tiba beberapa hari sebelumnya. Ada sekitar 500 orang yang akan melayani 300-an peserta ini. Mereka sangat antusias. Mendengar saudara se-Dharma dari luar negeri akan kembali ke Taiwan, mereka sungguh antusias dalam menyiapkan pelayanan. | |||
| |||
Mereka sungguh adalah Bodhisatwa dunia. Semasa hidup, mereka bersumbangsih di tengah masyarakat. Setelah meninggal, mereka mendonorkan tubuhnya untuk keperluan medis. Program simulasi bedah adalah pembelajaran bagi para calon dokter, juga meningkatkan keterampilan medis para dokter yang telah berpraktik. Mendonorkan tubuh berarti memberikan dana berupa dukungan dan dana Dharma. Orang yang mendonorkan tubuhnya mempraktikkan tiga dana: dana materi, dana Dharma, dan dana berupa dukungan. Inilah sumbangsih yang penuh ketulusan. Belakangan ini kita juga mendapat kabar dari National Research Council (CSIC) di Spanyol yang membuat daftar peringkat rumah sakit terbaik di dunia.Diumumkan bahwa RS Tzu Chi menduduki ranking pertama di Asia dan ranking keempat di dunia. Melihat berita ini di internet, seorang guru dari Indonesia yang mengalami masalah pada otaknya datang berobat ke RS Tzu Chi di Taiwan. Ia merasa bahwa biaya pengobatan sangat pantas dan pelayanan pun sangat baik. Ia merasa sangat puas. Awalnya ia mengira bahwa setelah operasi ia harus tinggal di rumah sakit selama beberapa hari. Namun ternyata ia boleh langsung pulang. Cara pengobatan sangat canggih dan ia merasa sangat tersentuh. Saya sangat bersyukur mendengar hal ini. Para tenaga medis Tzu Chi sungguh memiliki keterampilan medis dan budaya humanis yang baik. Saya sungguh berterima kasih kepada mereka. Singkat kata, mereka adalah tenaga medis yang sangat profesional. Kita juga terus mengadakan berbagai penelitian medis agar orang-orang dapat terbebas dari penyakit yang menderanya. Kita harus memanfaatkan teknologi canggih zaman kini untuk mengembangkan keterampilan medis. Pergunakanlah waktu untuk terus menggali ilmu. Dengan demikian, kelak kita akan dapat memberi manfaat kepada lebih banyak orang. |
Artikel Terkait
Sukacita Dalam Pelatihan Pengurus 4 in 1 di Jakarta
10 Januari 2022Relawan Tzu Chi Jakarta dan Tangerang pada Minggu, 9 Januari 2022 mengikuti Pelatihan Pengurus 4 in 1 bagi relawan yang menjadi koordinator di Misi Amal dan Misi Pelestarian Lingkungan Tzu Chi.
Kunjungan Presiden Jokowi ke Perumahan Tzu Chi di Palu
29 Oktober 2019Hari ini, Selasa, 29 Oktober 2019, Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo berkesempatan mengunjungi Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako dalam kunjungan kerjanya. Presiden mengapresiasi pembangunan perumahan yang dilakukan Tzu Chi bagi para korban bencana di Palu, Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah.