Suara Kasih: Menyerap Dharma ke Dalam Hati
Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
Judul Asli:
Tiga racun batin manusia mendatangkan bencana | |||
Di dunia ini, ada banyak hal yang membuat kita sulit merasa tenang. Berita kerusuhan di Myanmar dilaporkan secara lebih mendetail. Di Myanmar, ada seorang warga Muslim yang membuka toko emas. Kemudian, ada seorang pembeli yang menganut agama Buddha datang ke toko itu. Meski menganut agama yang berbeda, transaksi jual beli itu seharusnya berlangsung seperti biasa. Akan tetapi, di tengah transaksi jual beli itu, entah karena tidak mencapai kesepatakan harga atau karena berbeda pendapat, akhirnya mereka beradu mulut. Akibat adu mulut tersebut, orang-orang dari keyakinan lain pun mendekat untuk melihat keributan sehingga terjadilah perkelahian. Kerusuhan juga berujung pada aksi pembakaran. Sejumlah tempat ibadah juga ikut terbakar, bahkan rumah warga yang tak berdosa juga ikut terbakar. Apakah ini dapat disebut konflik agama? Sesungguhnya, ini terjadi karena pola pikir manusia. Semua agama memiliki makna yang baik dan selalu mengajarkan para umatnya untuk berbuat baik. Berhubung kurang mendalami agama yang dianutnya (masing-masing), banyak orang terjerumus kemelekatan sehingga ucapan dan tindakan mereka mudah memicu terjadinya konflik. Transaksi jual beli yang kecil saja bisa berubah menjadi kerusuhan yang besar. | |||
| |||
Kita juga melihat berita tentang ketidakselarasan kondisi iklim. Di Eropa Timur, tepatnya di Ukraina, timbunan salju sudah setinggi 50 cm. Ketidakselarasan unsur alam sungguh membuat kita khawatir. Kita juga melihat Bangladesh. Tiba-tiba saja, sebuah angin tornado menerjang Bangladesh dan mendatangkan kerusakan yang besar. Terjangan angin tornado yang terjadi tanpa peringatan terlebih dahulu sungguh menakutkan. Kita juga melihat tempat pengungsian di perbatasan Thailand dan Myanmar. Sekelompok warga terpaksa menjadi pengungsi akibat bencana ulah manusia. Ketidakselarasan pikiran manusia telah memicu terjadinya konflik sehingga para warga Myanmar itu harus mengungsi ke perbatasan Thailand. Saat para pengungsi itu sedang memasak, terjadi bencana kebakaran akibat kurang berhati-hati. Kebakaran itu juga sangat besar. Kini, pemerintah Thailand sudah mulai bergerak untuk memberikan bantuan. Saya yakin insan Tzu Chi di Thailand bagian utara juga akan berangkat untuk mencurahkan perhatian. Kita juga melihat sekelompok Tzu Ching yang mengagumkan dan para insan Tzu Chi yang mengajak orang-orang untuk mematikan lampu selama satu jam pada Earth Hour. Dengan mematikan lampu selama 1 jam, kita bisa menghemat 228 dolar NT dalam setahun. “Apa kabar? Dengan menyalakan lebih sedikit lampu, Anda bisa menghemat tagihan listrik dan menyisihkan sedikit uang. Untuk menjalankan bisnis, tentu Anda harus menyalakan lampu. Tetapi, apakah kami boleh meminta Anda mengurangi pemakaian satu lampu saja?” kata seorang anggota Tzu Ching kepada salah seorang warga. Ini adalah bentuk tanggung jawab anak muda. Ini bertujuan untuk menyadarkan setiap orang akan pentingnya menjaga kelestarian bumi, mengasihi sumber daya alam, menghemat energi, dan mengurangi emisi karbon. Ini semua harus kita wujudkan lewat tindakan. Baik kegiatan daur ulang, menghemat air, menghemat listrik, maupun menghargai segala materi, insan Tzu Chi di seluruh dunia sangat giat melakukannya. Semua itu sungguh penuh kehangatan. Banyak hal yang patut kita syukuri. Semoga ajaran Buddha bisa membantu menyelaraskan hati manusia. Karena itu, kita selalu berkata bahwa Dharma bagaikan air. Di mana pun terdapat Dharma, ia bisa membersihkan noda dan kegelapan batin manusia. | |||
| |||
Kita memang harus melakukan perbuatan baik untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang kebenaran hidup. Kebenaran bukanlah sesuatu yang hanya diajarkan melalui kata-kata.” Jadi, berbicara kita juga harus melakukan praktik nyata. Karena itu, kita sering berkata bahwa kita harus menyerap Dharma ke dalam hati dan mempraktikkannya lewat tindakan. Kita harus mempraktikkan semua ajaran Buddha yang berisi kebenaran di dalam kehidupan sehari-hari kita. Ini adalah tujuan kita semua. Hari ini, kepala rumah sakit, dokter, dan perawat dari Rumah Sakit Tzu Chi Taichung dan Dalin juga kembali ke Griya Jing Si untuk mengikuti pelatihan. Pada saat bersamaan, kita juga melihat para insan Tzu Chi Indonesia yang menganut keyakinan yang berbeda-beda, baik yang tinggal di Jakarta maupun yang datang dari luar pulau, semuanya berkumpul bersama untuk mengikuti pelatihan di Aula Jing Si. Semua kegiatan itu berlangsung pada satu waktu yang sama. Karena itu, saya sering berkata, “Satu langkah meninggalkan 8 jejak.” Artinya, kita melakukan kebajikan di tempat dan ruang yang berbeda-beda, tetapi pada satu waktu yang sama. Inilah keindahan di dunia. Keindahan ini terletak pada sumbangsih tanpa pamrih. Sumbangsih tanpa pamrih ini sungguh menciptakan dunia yang murni dan indah. Inilah yang kita lakukan saat ini. (Diterjemahkan Oleh: Karlena Amelia ). | |||
Artikel Terkait
Banjir Jakarta: Sepenggal Kisah Nasi Bungkus
19 Januari 2013Kelas Budi Pekerti, Menjalin Kedekatan Keluarga
05 Februari 2024Kelas Budi Pekerti di He Qi Utara 1 turut merayakan festival Dongzhi dan membuat ronde bersama-sama dengan orang tua.