Suara Kasih: Semangat Melindungi Bumi

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

 

   Menyebarkan Dharma dan Melindungi Bumi

 

Mempraktikkan misi pelestarian lingkungan Tzu Chi
Turut melindungi bumi meski menderita penyakit
Memanfaatkan setiap detik untuk menyebarkan Dharma
Berpegang teguh pada tekad untuk mewariskan pelita batin

Meski Topan Ma-on telah mengarah ke Jepang, namun kekuatannya masih berdampak pada Taiwan. Curah hujan tetap tinggi di Kaohsiung, terutama wilayah yang pernah mengalami kerusakan parah akibat Topan Morakot. Saya sungguh tidak tega melihatnya. Orang yang tinggal di pegunungan selalu menghadapi bahaya yang besar setiap kali turun hujan deras. Selain itu, akses jalan menjadi mudah terputus. Para warga di pegunungan harus segera pindah ke dataran rendah agar gunung dapat memulihkan diri dalam jangka waktu yang panjang.

Yang lebih membuat orang semakin khawatir dan tidak tega adalah melihat kondisi di Afrika Timur. Di Somalia, 500.000 anak menghadapi risiko meninggal akibat kelaparan. Warga yang mengalami kelaparan dan kekurangan gizi dilaporkan mencapai lebih dari 3 juta orang. Saya sungguh sedih mendengarnya. Bagaimana cara kita menyalurkan bantuan agar dapat diterima langsung oleh mereka?

Meski penuh kesulitan, kita harus bersungguh hati untuk memikirkan cara. Kita juga dapat melihat hal yang menghangatkan hati di Kanada. Insan Tzu Chi setempat mensosialisasikan pelestarian lingkungan, celengan bambu, serta mengimbau setiap orang agar hidup hemat dan menghargai berkah.

Saya sungguh berterima kasih kepada insan Tzu Chi di Kanada. Mereka tidak lupa bahwa permata berharga milik Taiwan adalah cinta kasih, kebajikan, sikap rajin, hemat, dan menghargai berkah. Inilah budaya humanis kita. Mereka telah mensosialisasikan semangat ini kepada orang-orang di Kanada.  

 

Hanya manusialah yang dapat menyebarkan Dharma dan bukan sebaliknya. Setiap orang harus memikul tanggung jawab. Bagaimana cara kita mengimbau orang untuk mengubah pola hidup? Setiap orang harus sadar bahwa kini bumi tengah mengalami krisis. Bila setiap orang tidak meningkatkan kewaspadaan dan terus hidup boros dalam keseharian, bumi akan semakin cepat mengalami kerusakan. Karena itu, kini kita harus mengimbau setiap orang agar hidup rajin, hemat, sederhana, dan menyadari pentingnya pelestarian lingkungan. Lihatlah di Tiongkok. Tiga tahun lalu, sejak pascabencana di Sichuan hingga sekarang, misi pelestarian lingkungan Tzu Chi telah mengakar di sana.

 

Sejak awal, kita sudah mensosialisasikannya kepada para korban bencana di tempat tinggal sementara. Kini, pemerintah setempat telah merelokasi para korban bencana ke desa baru di Hanwang. Perjalanan yang harus ditempuh dari posko daur ulang di rumah sementara ke desa baru adalah sekitar 30 menit dengan sepeda roda tiga. Kini di desa baru telah ada posko daur ulang, namun posko daur ulang edukatif masih ada di rumah tinggal sementara. Karena itu, seminggu sekali, para warga di desa baru akan mengumpulkan dan memilah barang daur ulang di posko yang lama.

Saya sungguh tersentuh melihat para warga di desa baru yang menjaga kebersihan mulai dari sumbernya dan sangat giat melakukan daur ulang. Mereka telah mempraktikkan semangat daur ulang di desa baru. Lebih dari 200 keluarga memahami cara melakukan daur ulang dan menjaga kebersihan dari sumbernya. Ada seorang warga bernama Tuan Huang yang sangat mendedikasikan dirinya. Karena sangat mendukung misi pelestarian lingkungan Tzu Chi, ia pun menyediakan sebuah lahan di rumahnya untuk dijadikan sebagai posko daur ulang.

Ketua pelaksana di sana adalah Peng Yuan Feng. Sejak awal, ia sangat mendedikasikan dirinya untuk melakukan daur ulang. Bila setiap orang turut berkontribusi, maka kita dapat menghimpun kekuatan yang besar untuk melindungi bumi. "Master Cheng Yen pasti akan merasa senang melihat begitu banyak Bodhisatwa. Saya merasa kegiatan Tzu Chi sangat bermakna. Mengapa? Karena pahala yang diperoleh dari melakukan daur ulang selamanya tak akan diambil oleh orang lain. Namun, bila ada uang, anak-anak kita akan berusaha merebutnya," kata seorang relawan. Mereka memahami pentingnya menghargai berkah, mengumpulkan, dan memilah barang daur ulang. Desa baru itu sungguh menjadi teladan dalam melakukan daur ulang.  

Di Luoshui terdapat seorang gadis berusia 23 tahun yang bernama Yang Xingping. Sejak berusia 10 tahun, ia menderita penyakit langka bernama scleroderma. Selain itu, ia juga menderita mata ikan dan merasakan sakit saat berjalan. Namun, dokter tak berani menjalankan operasi untuknya. Ia hidup dalam penderitaan. Terlebih lagi, penyakit scleroderma akan menyerang organ tubuhnya secara perlahan-lahan. Ibunya adalah tunarungu. Mereka berdua hidup saling bergantungan dan penuh kesulitan. Bila Xingping tersengat sinar matahari, tubuhnya akan memerah, bengkak, dan merasa gatal.

"Ibu melihat kondisi saya beberapa kali dan meminta saya untuk berhenti melakukan kegiatan daur ulang Tzu Chi. Namun, saya tidak berhenti. Selama masih hidup, saya ingin melakukan hal yang bermakna. Karena itu, saya tidak akan berhenti melakukan daur ulang. Apa manfaat yang saya peroleh dari melakukan daur ulang? Manfaat terbesar yang saya peroleh adalah dapat mewariskan cinta kasih yang saya terima dari orang lain," Yang Xing Ping. Ibunya juga melakukan daur ulang bersama dengannya. Melihat kondisi gadis itu, saya sungguh merasa sedih sekaligus mengasihinya. Ia sungguh dewasa dan tegar dalam menahan penyakit yang dideritanya.

Kita juga melihat sekelompok relawan dari Dazhou. Mereka menempuh perjalanan dengan kereta selama 7 jam menuju Chengdu untuk mensosialisasikan kegiatan daur ulang dan mengadakan pelatihan bersama. "Demi menumbuhkan jiwa kebijaksanaan, saya rela berangkat ke Chengdu tak peduli apa pun yang terjadi. Asalkan ada waktu dan ada pemberitahuan, saya akan pergi," kata seorang relawan. Jadi, mereka menempuh perjalanan jauh dengan kereta api menuju Chengdu. Kemudian, mereka berangkat ke Luoshui untuk mengikuti pelatihan bersama. Dari Chengdu ke Luoshui membutuhkan perjalanan selama 2 jam. Mereka sangat giat dan bersemangat untuk mendalami Dharma. Mereka juga tidak menyia-nyiakan waktu saat berada di kereta.

Kita hidup berdampingan dengan alam, karena itu kita harus bekerja sama untuk melindungi bumi. Masalah di dunia ini tak dapat dilakukan hanya oleh satu orang. Semua orang harus ikut membantu. Meski berada jauh dari Taiwan, mereka telah mempraktikkan semangat Tzu Chi di sana. Kita yang berada di tempat lahirnya Tzu Chi, bila tidak lebih berusaha keras, kelak kita harus yang harus ke sana untuk meneladani mereka. Jadi, semoga kalian lebih bekerja keras dan berikrar luhur. Banyak sekali hal yang patut saya syukuri. Semoga kita dapat senantiasa saling mendorong dan mendukung. (Diterjemahkan oleh: Karlena Amelia)

 
 

Artikel Terkait

Sukacita Menyambut Bulan Penuh Berkah

Sukacita Menyambut Bulan Penuh Berkah

23 Agustus 2016

Tahun ini, relawan Tzu Chi He Qi Barat menggelar perayaan Bulan Tujuh Penuh Berkah di Aula Jing Si Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Perayaan yang digelar pada Minggu, 14 Agustus 2016 tersebut berlangsung khidmat dan dihadiri 548 orang.

Banjir Jakarta: Merasa Terhormat Masih Bisa Membantu

Banjir Jakarta: Merasa Terhormat Masih Bisa Membantu

22 Januari 2013 Pagi ini (Selasa 22/01/13) Zuster Ning bersama staf sekretariat TIMA lainnya menyiapkan obat-obatan yang akan segera disidtribusikan ke tempat-tempat pengungsian yang dikoordinasikan oleh relawan Tzu Chi di Posko bantuan Tzu Chi di Pluit.
Menjaga Kesehatan Warga Kamal Muara

Menjaga Kesehatan Warga Kamal Muara

14 Agustus 2024

Perhatian Tzu Chi terus diberikan kepada warga Kamal Muara, Jakarta Utara. Kali ini, baksos kesehatan gigi, penyuluhan penyakit TB dan peningkatan gizi dilakukan di MI Nurul Islam. Program Bebenah Kampung juga terus berjalan di wilayah ini, dan sudah memasuki tahap ke-5.

Beriman hendaknya disertai kebijaksanaan, jangan hanya mengikuti apa yang dilakukan orang lain hingga membutakan mata hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -