Suara Kasih: Silent Mentors
Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News Judul Asli: Pemandu dalam Lautan Medis Merelakan yang sulit direlakan | |||
Selama ini, para siswa kedokteran dari Universitas Tzu Chi memperoleh pengetahuan medis hanya dari gambar dan tulisan yang ada dalam buku-buku. Meski tertulis sangat jelas dan gambar-gambar pun sangat hidup, namun para siswa kedokteran haruslah belajar langsung dari tubuh yang asli untuk memahami anatomi tubuh manusia. Jadi, daripada melihat gambar, lebih baik mereka belajar langsung dari tubuh manusia yang asli agar dapat benar-benar memahaminya. (Di Tzu Chi, terdapat orang-orang yang mendonorkan tubuh mereka setelah meninggal untuk menjadi latihan praktik para mahasiswa kedokteran. Mereka disebut Silent Mentor -red). Bukan Sekadar Bahan Pembelajaran Profesor Wang Yueh-Jan, seorang pengajar kedokteran di Universitas Tzu Chi, juga pernah belajar dari tubuh manusia. “Pada masa itu, kami menggunakan tubuh manusia dan menganggapnya hanya sebagai alat penunjang pendidikan. Kami tak tahu dari mana asal tubuh itu. Setelah ujian akhir selesai, tubuh itu hanya diletakkan begitu saja. Kami tak peduli apa yang akan dilakukan terhadap tubuh itu. Jadi, tubuh manusia itu hanyalah sebagai alat agar kami bisa memperoleh ilmu dan nilai. Namun, di Universitas Tzu Chi, kita tak kan merasa demikian,” begitu ia berkata pada para mahasiswanya. Profesor Wang memahami bahwa di Universitas Tzu Chi, setiap Silent Mentor dianggap sebagai Bodhisatwa. Setiap Silent Mentor mungkin dulunya adalah ayah dan ibu asuh Tzu Chi. Mereka dulunya pernah memerhatikan para siswa ini bagai anak mereka sendiri dengan penuh kasih sayang. Profesor juga memahami bahwa para Silent Mentor adalah para Bodhisatwa yang menjalankan Empat Misi Tzu Chi. Semasa hidupnya, mereka tak hanya menyumbangkan dana dan tenaga, namun mendedikasikan diri sepenuhnya dalam pekerjaan Tzu Chi. Mereka menjalani kehidupan Bodhisatwa yang sangat bermakna. Mereka mengasihi diri sendiri dan orang lain melalui sumbangsih mereka. Profesor Wang sangat memahami kisah hidup setiap Silent Mentor. Karena itu, ia sangat mengasihi mereka. “Para Silent Mentor adalah guru dan teladan bagi kita. Para Silent Mentor memiliki tekad yang luhur. Mereka berharap tubuh mereka dapat kalian manfaatkan untuk memperoleh ilmu. Terlebih lagi, mereka menganggap bahwa saat kalian memulai simulasi bedah, saat itulah harapan mereka terwujud. Apakah kalian dapat merasakan bahwa ini adalah suatu penghormatan bagi kalian? Kalian akan mewujudkan harapan terakhir dari seseorang. Apakah kalian telah menyiapkan diri?” Beberapa mahasiswa mengusap air mata mendengar kata-kata Profesor Wang ini. Ia juga menugaskan para mahasiswa, “Di antara lebih dari 600 Silent Mentor, kami akan mengenalkan 3 orang di antaranya. Di kelas ini, kita akan menggunakan 11 tubuh Silent Mentor. Setiap Silent Mentor memiliki kisah hidup dan hal-hal yang patut kita teladani. Silakan kenali Silent Mentor kalian dengan sungguh-sungguh dan ceritakan kisah hidup mereka kepada kami.” | |||
| |||
Memahami Makna Menjadi Seorang Dokter Hal ini sungguh tak mudah. Ini adalah kesempatan bagi para siswa untuk belajar lebih banyak hal dan mengembangkan kebijaksanaan mereka. Terlebih lagi, setelah paham, mereka harus membuat laporan dan mempresentasikannya. Jika para siswa dapat benar-benar memahaminya, maka secara alami, mereka akan dapat mempresentasikannya dengan jelas dan tepat. Dengan mampu menjelaskan, mereka dapat membimbing orang lain dan membawa kebahagiaan. Saat para siswa memahami kebenaran ini, mereka akan merasa gembira. Beginilah cara kita membimbing para siswa. Pendidikan seperti ini akan membuat para siswa dapat membuka hati dan memahami segala kebenaran. Bila para siswa tak dapat membuka hati mereka tidak akan tertarik untuk belajar. Jadi, para guru harus membuka hati para siswa agar mereka memahami makna dari menjadi seorang dokter. Jadi, pendidikan seperti ini sungguh sulit didapat. | |||
| |||
Mewariskan Cinta Kasih dalam Diri Mahasiwa Kedokteran Misalnya Xiao Jiadong. Ia adalah relawan senior Tzu Chi. Setelah terjadi gempa 21 September 1999, ia pensiun lebih awal dari pekerjaannya. Ia berpikir bahwa kehidupan tidaklah kekal. Jadi, ia ingin memanfaatkan hidupnya untuk menjadi relawan Tzu Chi. Jadi, empat minggu dalam satu bulan, ia menghabiskan waktu seminggu di RS Tzu Chi Hualien, dua minggu di RS Tzu Chi Dalin, dan minggu terakhir ia bersumbangsih di komunitasnya. Ia adalah anggota Tzu Cheng, komite Tzu Chi, juga komisaris kehormatan Tzu Chi. Saat ia mengetahui dirinya mengidap kanker pankreas, ia pun memahami bahwa ini adalah proses alam. Karena itu, ia melepaskan segala kerisauan yang dimilikinya. Ia membuka hati dan menghadapi setiap hari dengan optimis. Relawan Xiao mampu merelakan yang sulit direlakan. Ia bahkan mendonorkan tubuhnya sendiri. Ia bersumbangsih sejak hidup hingga meninggal. Relawan yang juga mendonorkan tubuhnya kali ini adalah Tuan Qiu Guoquan. Kalian semua mengenalnya. Ia menganggap waktu bagaikan permata. Kehidupannya menjadi sangat bermakna karena ia memanfaatkannya dengan sangat baik. Ia tak menyia-nyiakan waktu sedikit pun. Ia membimbing mahasiswa kedokteran dengan menjadi pemandu dalam lautan medis. Setiap Silent Mentor bersumbangsih agar para mahasiswa kedokteran dapat memahami misteri tubuh manusia. Mereka disebut pemandu dalam lautan medis yang membimbing mahasiswa kedokteran berlayar di lautan medis sehingga mereka tak tersesat. Dengan demikian, para mahasiswa dapat mewariskan cinta kasih tanpa pamrih yang dimiliki Bodhisatwa tersebut dengan mendedikasikan diri sebagai dokter. Ini adalah kehidupan yang luar biasa. Para Silent Mentor mendonorkan tubuh sehingga siswa kedokteran dapat menjadi seorang dokter di kemudian hari, yang mewariskan cinta kasih mereka dan membebaskan manusia dari penyakit. Hal ini sangatlah berharga. Dengan mendonorkan tubuh, para Silent Mentor tak menyia-nyiakan hidup karena setelah meninggal, tubuh mereka masih dapat dimanfaatkan. Sungguh, saya amat bangga dengan murid-murid saya ini. Bagaimanapun, saat berbicara mengenai mereka (yang telah pergi lebih dulu –red), hati saya selalu merasa sedih. Namun, mereka menjalani hidup dengan pandangan benar. Hingga akhir hidup, mereka tetap menjalankan ajaran Buddha. Ini sungguh adalah hal yang mengagumkan. (Diterjemahkan oleh Henry, Foto: Dokumentasi Tzu Chi Taiwan) | |||
Artikel Terkait
Pelatihan Relawan: Dharma Tak Bersuara
24 Juni 2013 Pelatihan kali ini terkesan menarik dan unik, pasalnya pelatihan yang biasanya berlangsung di dalam ruangan dengan peserta yang duduk diam serta disuguhi dengan materi dan sharing relawan, saat itu justru hanya terjadi dalam sedikit sesi.Tzu Chi Indonesia Salurkan Bantuan untuk Penyintas Banjir Sintang
23 November 2021Relawan Tzu Chi menyalurkan bantuan paket sembako untuk korban banjir di Kota Sintang dan Kab. Melawi bersama dengan prajurit TNI Kodim 1205/STG dan Polairud Kab. Sintang.
Bantuan Penanganan Covid-19 di Lapas Kelas IIA Pekanbaru
26 November 2020Pada Senin, 09 November 2020, Tzu Chi Pekanbaru kembali mengunjungi Lapas Kelas IIA Pekanbaru. Kedatangan kali ini untuk memberikan bantuan berupa Vitamin C dan obat herbal Lianhua Qingwen untuk penanganan Covid-19 di Lapas tersebut.