Suara Kasih: Teladan Bodhisatwa Daur Ulang Membimbing Orang Lain

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News

 

 

 

Judul Asli:

Teladan Bodhisatwa Daur Ulang Membimbing Orang Lain

Bodhisatwa daur ulang menjadi teladan karena giat bersumbangsih
Aliran jernih budaya humanis mengalir untuk membimbing umat manusia
Memperoleh banyak berkah dengan menjalani hidup rajin dan sederhana
Kekayaan batin selama menyertai

“Kakak, berikan saya sebuah kantong,” ucap relawan. Berhubung kekuatan satu orang sangat terbatas, maka dibutuhkan lebih banyak orang agar bagaikan Bodhisatwa Avalokitesvara yang berlengan dan bermata seribu. Betul tidak? Anda juga berlengan seribu. Betul tidak? Satu orang hanya punya 2 tangan, kekuatannya sangat terbatas. Kita dapat melihat Relawan Zhou Gua. Dia adalah murid saya yang baik. Lebih dari 30 tahun silam, dia sudah tahu bahwa kertas bisa di daur ulang dan dijual. Sejak saat itu pula, dia mulai mendaur ulang kertas. Uang hasil penjualan kertas selalu dia simpan sedikit demi sedikit, dan mendonasikannya untuk berbuat baik. “Saya juga sangat miskin dan tak punya uang, tetapi saya tahu bahwa saya tidak boleh tamak. Bahkan satu sen pun bukanlah uang saya. Ini adalah uang tambahan. Jika saya tak mengumpulkan barang daur ulang, ia akan menjadi sampah. Betul tidak? Dengan melakukan daur ulang, saya bisa menolong orang lain. Inilah tujuan hidup saya. Saya akan terus menapakinya. Jika kita tak melakukan daur ulang, kehidupan kita akan berlalu sia-sia dan tak memperoleh sedikit hasil pun,” ujarnya.

Lihatlah, bukankah cara dia mengumpulkan sedikit demi sedikit uang hasil penjualan barang daur ulang sama dengan semangat celengan bambu? Kita dapat melihat dia mendorong kereta daur ulang ke atas bukit. Dia melakukannya dengan ikhlas dan leluasa. “Semakin saya mendorong, saya semakin memiliki tenaga. Ini adalah bukit yang sangat terjal. Dahulu, saya selalu mendorong hingga begini. Saya kesulitan mendorong. Untuk mendaki bukit, sungguh bukan hal yang mudah. Karena itu, saya meminta bantuan Amitabha. Amitabha sungguh datang membantu saya mendorong kereta. Secara tiba-tiba, beberapa orang keluaruntuk membantu saya,” ucap relawan Zhou Gua. Lihat, ini sungguh luar biasa. Saat dia mengalami kesulitan dalam mendorong, dia selalu menyemangati diri sendiri dengan keyakinannya. Dia percaya dengan keyakinannya. Setiap hari, dia melakukan kegiatan daur ulang dan memberi manfaat bagi banyak orang. Banyak orang yang tersentuh olehnya. Dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga di sebuah keluarga Kristen.

Melihat teladan nyatanya, majikannya merasa sangat tersentuh. Karena itu, majikannya membolehkannya untuk melakukan apa pun yang ingin dia lakukan asalkan pekerjaan rumah sudah selesai. Sang majikan memberikan kebebasan baginya untuk berbuat baik sesuai dengan keinginannya. Dia telah bekerja dengan keluarga tersebut lebih dari 30 tahun lamanya. Saat pensiun, sang majikan memberinya 1 juta dolar NT atau setara dengan 300 juta rupiah. Saat itu, kebetulan Topan Morakot mendatangkan bencana bagi Kaohsiung. “Saya tahu Tzu Chi sangat membutuhkan uang saat itu.

Satu rumah membutuhkan biaya 7 hingga 8 juta dolar NT. Master ingin mendirikan rumah bagi orang-orang. Bayangkan apa yang bisa dilakukan dengan uang 1 juta dolar NT itu? / “Anda sungguh menyaksikan Da Ai TV sehingga mengetahui semua berita ini?” / Ya, saya tahu semuanya. Jika tidak menyaksikan Da Ai TV, apa yang harus kita tonton? / Benar,” ucap relawan.

Semasa hidupnya, dia begitu menaati prinsip hidup, bertanggung jawab kepada keluarga, menaati sila Tzu Chi, dan bekerja keras untuk melindungi bumi. Inilah sila, keteguhan pikiran, dan kebijaksanaan. Dia memiliki keyakinan yang sangat kokoh. Dia memiliki prinsip bahwa selama sesuatu itu benar, maka lakukanlah saja. Demikianlah prinsip hidupnya. Akan tetapi, lima hari lalu, saat melafalkan nama Buddha di rumahnya, dia mengalami pendarahan. Dia meninggal dunia dengan damai tanpa menderita sedikit pun. Kemarin, jenazahnya tiba di Universitas Tzu Chi untuk menjadi Silent Mentor. Kehidupannya yang begitu leluasa dan damai sungguh membuat orang kagum. Usianya sudah 70-an tahun. Dia meninggal dunia tanpa sedikit penyakit pun. Dia sungguh datang dan pergi dengan damai. Meski merasa kehilangan, saya tetap harus mendoakannya. Semoga dia bisa segera kembali karena kelak dunia ini masih sangat membutuhkan Bodhisatwa. Semoga dia bisa segera kembali. Semoga dia bisa mempertahankan tekadnya untuk kembali membimbing orang banyak. Jika tidak, kelak bumi kita ini akan sangat mengkhawatirkan.

Kini, banyak ilmuwan di seluruh dunia yang tengah mempelajari kondisi iklim dan alam saat ini. Beberapa ilmuwan bahkan sudah mengingatkan kita untuk memperhatikan krisis sumber daya. Orang masa kini tak henti-hentinya menyedot minyak bumi dari dalam tanah. Ditambah lagi, pengembangan untuk peningkatan pertanian juga mendatangkan kerusakan yang parah bagi bumi. Baik pengeboran untuk menyedot sumber daya alam maupun pengikisan lapisan kulit bumi, semuanya bisa mendatangkan kerusakan yang parah bagi bumi. Para ahli mengatakan bahwa hingga tahun 2050, populasi di bumi akan mencapai 9 miliar jiwa.

Dengan populasi sebanyak 9 miliar dan kerusakan yang terjadi saat ini, kualitas tanah juga akan menurun secara perlahan-lahan. Akibatnya, kemampuan alam untuk menghasilkan makanan juga akan hilang secara perlahan-lahan. Seiring bertambahnya populasi jiwa di dunia, bagaimana cara kita menghidupi manusia? Ini sangat mengkhawatirkan. Mulai sekarang, kita harus melindungi bumi ini. Kita tak hanya melindungi bumi seorang diri, tetapi juga harus mengajak orang-orang untuk bersama-sama melindungi bumi ini.

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang harus mengendalikan nafsu makan dan tidak menghamburkan makanan. Jika tidak, kelak akan terjadi bencana kelaparan. Kini kita harus hidup hemat dan makan lebih sederhana. Sesungguhnya, makanan yang sederhana sudah bisa mengenyangkan dan bergizi. Pola makan sederhana ini harusnya bukan hanya slogan semata. Kita harus mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari agar sumber daya alam tidak terbuang sia-sia dan krisis di bumi tidak semakin cepat terjadi. Saya berharap krisis ini dapat dihindari dan teratasi. Hanya manusia yang bisa mengubah kondisi ini karena manusialah yang telah merusak bumi. Kita harus menghentikan kerusakandan lebih menghargai bumi. Karena itu, saya senantiasa berterima kasih kepada Bodhisatwa daur ulang. Kita bisa berbagi konsep pelestarian lingkungan ini dengan orang-orang serta mengajak mereka untuk berpartisipasi. Saya berharap setiap orang, baik orang berada maupun kekurangan bisa membangkitkan cinta kasih. Kekayaan batin adalah kekayaan yang abadi. Jika setiap orang memiliki kekayaan batin, maka dunia iniakan aman, tenteram, dan sejahtera selamanya. Janganlah menunggu hingga saat kita ada uang, namun tak bisa membeli makanan. Itu akan sangat repot. (Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou )

 
 

Artikel Terkait

<em>" width="100%">

"Biar Reyot Milik Sendiri"

15 Januari 2009 Jumat siang itu, 16 Januari 2009, Tim Tanggap Darurat (TTD) Tzu Chi Indonesia membagikan 120 paket bantuan, yang setiap paketnya berisi 1 buah handuk, 1 buah selimut, 2 buah sabun mandi, 3 bungkus kecil lotion anti nyamuk, dan 5 botol air mineral ukuran 600 mililiter. Dalam bantuan siang itu, Joe Riadi mengatakan, sebagai seorang relawan Tzu Chi, kita tidak hanya membantu mereka yang kebanjiran, namun juga mereka yang kebakaran. 
Suara Kasih: Menciptakan Hutan Bodhi

Suara Kasih: Menciptakan Hutan Bodhi

06 Agustus 2012 Kini kita telah tahu bahwa orang yang menulis “Sutra” tersebut adalah diri kita sendiri, yang menulis skenario juga adalah diri kita sendiri. Karena itu, saya berharap setiap orang dapat menulis skenario pada kehidupan ini dengan sebaik mungkin agar kita bisa memiliki kehidupan yang lebih cemerlang pada kelahiran yang akan datang.
Menata Pemukiman Cinta Kasih

Menata Pemukiman Cinta Kasih

25 November 2010 Tzu Chi kembali menyebarkan cinta kasihnya ke wilayah Cilincing Jakarta Utara. Program bebenah kampung ini ditujukan khusus bagi rumah-rumah yang sudah tidak layak untuk dihuni.
Genggamlah kesempatan untuk berbuat kebajikan. Jangan menunggu sehingga terlambat untuk melakukannya!
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -