Sukacita di Kampung Kusta Sitanala

Jurnalis : Silvia Winarto (Tzu Chi Tangerang), Fotografer : Dok. Tzu Chi Tangerang
 
foto

Para relawan Tzu Chi membungkuk hormat kepada warga Kampung Sitanala yang telah bersedia menerima bantuan beras dari Tzu Chi.

Tzu Chi Kantor Perwakilan Tangerang pada tanggal 12 Maret menyelenggarakan pembagian beras di Kampung Kusta Sitanala, bertempat di Kantor Kelurahan Karangsari Kecamatan Neglasari. Sebanyak 58 relawan berpartisipasi dalam kegiatan ini.

Sekitar sebulan sebelum kegiatan pembagian beras (18/2), sebanyak 15 relawan Tzu Chi Tangerang berpartisipasi dalam kegiatan survey selama 8 hari berturut-turut. Mereka mendata kondisi warga, yang dilanjutkan dengan pembagian kupon pada tanggal 11 Maret 2008. Kampung Sitanala yang berlokasi di RW 13, Kelurahan Karangsari Kecamatan Neglasari, terdiri dari 5 RT dengan jumlah penghuni sebanyak 1.445 KK.

Terdapat 801 mantan penderita kusta di daerah ini. Mantan penderita kusta paling banyak terdapat di RT 1 yang lingkungannya kumuh. Ada pula rumah warga yang tidak memiliki kamar mandi dan kakus. Namun, meski para warga di sini adalah mantan penderita kusta dimana ada yang cacat kaki maupun tangan, tapi anak-anak mereka sehat. Para warga ini tahu cara pencegahan dan pengobatan dini untuk melindungi anak anak mereka dari penularan penyakit kusta.

Pagi-pagi, sebelum jam 8, penerima beras sudah berdatangan menunggu acara pembagian beras dimulai. Dalam sambutannya, Ketua RW 13 Asim Saimih mewakili warga menyampaikan rasa terima kasih kepada Tzu Chi atas bantuan yang diberikan. Pada kesempatan ini pula Harmanto yang mewakili Yayasan Buddha Tzu Chi KP Tangerang juga menyatakan terima kasih atas kesempatan menyampaikan bantuan sosial kepada warga Sitanala. Kemudian keduanya menandatangani berita acara serah terima beras sebanyak 1.232 karung beras, masing-masing berbobot 20 kg.

Ketua RT 13 Asim Saimih sudah tinggal di Sitanala sejak awal RS Sitanala didirikan tahun 1952. Di usianya yang ke-60, bapak 8 anak ini masih mengabdi sebagai satpam di RS Sitanala. Asim mengatakan bahwa Kampung Sitanala mulai ramai sekitar tahun 1971-1972. Warga penderita kusta yang tinggal di sini datang dari berbagai daerah Indonesia, kebanyakan dari daerah Indramayu. Kampung kusta Sitanala terdiri dari 5 RT, dimana tanah disediakan oleh pemerintah, namun rumah dibangun sendiri oleh warga. Warga yang sudah sembuh dari penyakit kusta bekerja sebagai tukang becak, petugas kebersihan, bertani, membuka warung, maupun mengemis.

foto  

Ket : - Meski salah satu atau kedua orangtuanya menderita kusta, namun anak-anak di daerah ini tumbuh sehat.
           Para warga sangat memperhatikan pencegahan anak-anak dari penyakit kusta.

Hermanto (52 tahun) duduk di samping menanti dengan sabar. Dia tidak ikut mengantri bersama penerima beras lainnya. ”Nanti saja,” katanya yakin pasti kebagian. Hermanto sudah beberapa kali mendapat bantuan beras dari Tzu Chi. Laki-laki yang berasal dari Tanjung Balai Karimun ini menuturkan dia sudah tinggal di Sitanala selama 14 tahun. Sejak mengidap kusta, dia pernah menjajaki pengobatan ke rumah sakit kusta di Sumatera Utara dan Jawa Tengah, sebelum akhirnya pindah ke Sitanala. Hermanto bekerja sebagai petugas kebersihan dengan penghasilan tiga puluh ribu rupiah sehari, Setiap hari dia bersepeda ke tempat kerjanya di Pasar Anyer pada dini hari. ”Saya berangkat jam 4.30 pagi, sampai di sana ngopi dulu sebelum mulai bekerja dari jam 5.30 sampai jam 11.00,” katanya. Hermanto dan istrinya menghuni sebuah rumah yang diberi oleh sebuah yayasan gereja. Sebelumnya dia pernah pulang ke kampung halaman sekali, tapi di sana dia merasa asing dan orang-orang takut padanya. ”Di Sitanala,  sesama mantan penderita kusta dari berbagai suku hidup bersama dengan rukun,” katanya.

Seribuan lebih warga yang telah mengantri dengan tertib sejak pagi, satu-persatu menerima satu karung beras. Diantara para relawan, terdapat 4 orang anak asuh Tzu Chi yang ikut membantu menjaga ketertiban dalam acara pembagian beras hari ini. Para relawan bersiaga dan bersukacita membantu warga mengangkat beras, menghantarkannya ke tepi jalan untuk mendapatkan angkutan untuk membawa pulang beras. Penerima beras memakai sepeda, sepeda motor, becak maupun berjalan kaki untuk membawa beras ke rumahnya masing-masing.

Hasanah, ibu 2 anak yang berusia 26 tahun, ditemani oleh suaminya mengangkat beras berjalan kaki pulang. Hasanah menderita kusta sejak umur 11 tahun. Kedua kakinya diamputasi dan digantikan dengan kaki palsu. Hasanah dan suaminya berprofesi sebagai pengemis dengan penghasilan sekitar enam ratus ribu setiap bulan, yang pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Bantuan beras Tzu Chi membantu meringankan beban hidup mereka untuk beberapa waktu.

Selain relawan dan warga, para penarik becak pun menunggu di lokasi pembagian beras. Nasrul (40 tahun) misalnya menuturkan bahwa dia telah datang pagi-pagi untuk mengambil beras bantuan lebih dulu, dan sekarang dia menunggu penumpang yang mau mengunakan becak untuk mengangkut beras. Sekali angkut tarifnya tiga ribu rupiah. Penghasilan Nasrul sehari sekitar dua puluh ribu rupiah, sementara becak yang dipakainya disewa dengan tarif 3.000 rupiah per hari. Sudah 4 tahun dia bekerja sebagai penarik becak, tapi masih belum mampu membeli becak yang harganya sekitar tujuh ratus ribu rupiah. Penghasilannya hanya pas-pasan untuk menghidupi istri dan tiga orang anaknya. Becak pun lalu lalang membawa penumpang yang membawa pulang beras mereka. Penumpang becak tersenyum dan melambai-lambai  kepada relawan Tzu Chi.

Di pintu keluar, relawan berserta anak-anak Kampung Sitanala membungkuk dan mengucapkan terima kasih kepada penerima beras. Kemudian relawan mengajak anak- anak untuk bernyanyi dan bergembira bersama-sama. Pembagian beras berlangsung dengan tertib dan lancar diiringi oleh keceriaan anak-anak yang bermain bersama insan Tzu Chi.

 

Artikel Terkait

Doa Bersama

Doa Bersama

18 September 2015 Dalam persiapan hingga pelaksanaan, relawan telah mengadakan beberapa kegiatan pendukung, seperti sosialisasi tentang tujuan, tata cara dan makna ‘Bulan Tujuh Penuh Berkah’ kepada seluruh relawan dan komunitas wihara dan masyarakat. Acara ini bisa berjalan lancar berkat kesungguhan hati dari setiap orang.
Kisah Tegar Masnita Merawat Suami dan Keluarganya

Kisah Tegar Masnita Merawat Suami dan Keluarganya

30 Juli 2020

Relawan Tzu Chi dari komunitas He Qi Barat 2 mengunjungi rumah Khetima yang menderita stroke berat dengan membawa paket sembako. 

Bersyukur Walaupun Kekurangan

Bersyukur Walaupun Kekurangan

16 Maret 2012
Sabtu, 10 Maret 2012, bertempat di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi diadakan pemberian biaya pengobatan dan biaya hidup serta biaya pendidikan yang rutin dilakukan tiap bulannya.
Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -