Sukacita Menyambut Lebaran

Jurnalis : Hadi Pranoto , Fotografer : Hadi Pranoto
 

fotoDengan penuh rasa hormat dan rasa syukur, para relawan Tzu Chi memberikan bingkisan Lebaran kepada para pasien pengobatan yang dibantu Tzu Chi. Bingkisan ini sebagai wujud cinta kasih universal Tzu Chi agar mereka dapat merayakan Lebaran dengan penuh sukacita.

 

 

Baru genap satu bulan Kokom keluar dari rumah sakit. Tumor besar di rahang membuat Kokom (27) menjadi salah satu pasien pengobatan Tzu Chi. Berbeda sekali penampilan Kokom kini, wajahnya tampak berseri-seri dan bersemangat. Sangat jauh berbeda sikap dan penampilannya sewaktu saya dan relawan Tzu Chi (Marliana) mengunjunginya di bangsal perawatan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, pascaoperasi tanggal 13 Agustus 2009 lalu. Waktu itu beberapa kali tangisnya pecah saat mengingat masa-masa sakitnya. “Terima kasih sama Tzu Chi, kalo nggak dibantu, saya nggak tahu gimana,” isaknya kala itu. 

 

 

Sempat Putus Asa
Ucapan Kokom memang bukan main-main. Istri dari Hendra (29) ini memang sempat frustrasi menghadapi penyakit yang dideritanya sejak tahun 2006. “Dulu saya kira hanya sakit gigi biasa, terus saya korek-korek dan berdarah,” tukasnya. Suami Kokom adalah buruh harian (supir tidak tetap). Tapi sayang, tidak setiap hari Hendra bekerja dan hari-harinya lebih banyak menganggur. Dengan tanggungan 2 orang anak: Komarudin (7) dan Rosmawaty (4), maka kondisi pasangan muda ini cukup sulit dalam menjalani kehidupannya. Jangankan untuk berobat ke dokter, untuk ongkos berobat saja Kokom kadang tak sanggup.

Lewat sebuah baksos kesehatan, ia pun bertemu dengan insan Tzu Chi. Melihat kondisi penyakitnya, saat itu dokter langsung menyarankannya berobat ke RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, karena memang bukan sakit gigi biasa. Di RSKB Cinta Kasih, Kokom sempat menjalani operasi kecil. Selesai pengobatan, Kokom tidak bisa menepati janjinya pada dokter untuk kontrol rutin sesudahnya. “Saya pikir dah sembuh, jadi didiemin aja. Nggak tahunya malah jadi bengkak lagi,” terangnya. Kendala transport dan keuangan menjadi hambatan utamanya. “Yang mau buat ongkos nggak ada,” ungkapnya jujur.

Hal inilah yang membuat penyakit Kokom semakin bertambah parah. Ia seringkali berobat putus di tengah jalan. Hingga operasi yang tanggal 13 Agustus 2009, itu adalah operasi keempat yang dijalani Kokom. “Mudah-mudahan ini yang terakhir,” harap Kokom setengah berdoa. Bersama suami dan kedua anaknya, Kokom menjadi salah satu peserta doa bersama bagi korban bencana topan Morakot di Taiwan pada Minggu, 13 September 2009.

foto  foto

Ket :- Para pasien pengobatan Tzu Chi dan keluarganya tidak hanya menerima bantuan, tapi mereka juga berdoa             dan turut berdana untuk meringankan derita korban topan Morakot di Taiwan. (kiri)
         - Agar para peserta lebih mengenal dan memahami tentang Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, relawan               menjelaskan tentang sejarah Tzu Chi dan Master Cheng Yen (pendiri Tzu Chi).  (kanan)

Perhatian yang Tak Pernah Hilang
Seperti tahun-tahun sebelumnya, kepada para pasien penerima bantuan pengobatan ini, Tzu Chi juga memberikan bingkisan lebaran berupa kue, baju, dan juga angpau (uang). Dengan penuh rasa hormat, relawan Tzu Chi membagikan bingkisan, yang kemudian dilanjutkan dengan pembagian pakaian untuk meringankan beban keluarga ini agar dapat merayakan hari raya Idul Fitri dengan penuh sukacita. “Pemberian bantuan paket Lebaran ini jangan dinilai dari bentuk dan jumlahnya, tapi dari suatu pemberian cinta kasih yang jauh dari Master Cheng Yen kepada kita semua. Master Cheng Yen begitu sayang pada kita dan memperhatikan rakyat Indonesia. Beliau mau berbuat sesuatu untuk kita semua,” terang Hok Lay.

Bagi Jamaludin, Tzu Chi punya tempat khusus di hatinya. Pemuda yang baru lulus SMP ini tahu betul bagaimana keikhlasan dan keramahan relawan Tzu Chi telah mendampinginya di kala ia tengah menjalani pengobatan. “Yang sangat berkesan relawannya baik-baik, mereka mau memberi perhatian, semangat, dan dukungan,” terang Jamaludin.

Meski harus kehilangan kaki kanannya yang diamputasi, Jamaludian tetap optimis menjalani kehidupannya sehari-hari. Penyakit Osteosarkoma (tumor tulang ganas) telah merengut keceriaan dan kebahagiaan masa kanak-kanaknya. “Rencana mau nerusin sekolah ada, tapi sekarang masih terkendala dengan pengobatan,” jawabnya ketika ditanya minatnya untuk meneruskan sekolah. 

foto  foto

Ket : - Kokom tengah memilih pakaian untuk kedua anaknya. Meski dengan keterbatasan yang dimilikinya, Kokom             masih menyempatkan untuk berdana bagi korban topan Morakot di Taiwan. (kiri)
         - Kehilangan sebelah kaki tidak membuat Jamaludin putus asa. Ia berterima kasih karena relawan Tzu Chi             telah mendampingi dan terus memberi perhatian padanya.  (kanan)

Untuk mengisi hari-harinya, kini Jamaludin membuka counter pulsa handphone di rumahnya. “Lumayan daripada nggak ada kesibukan,” terang Mulyadi, ayahnya. Seminggu sekali kini Jamaludin masih terus memeriksakan kondisi kesehatannya ke rumah sakit. Diundang dan diberi perhatian seperti ini oleh relawan Tzu Chi, Jamaludin merasa tersanjung. Ia merasa relawan Tzu Chi masih terus mengingatnya. “Senang, berarti Tzu Chi nggak ngelupain kita (pasien-pasien yang pernah dibantu –red),” kata Jamaludin.

Senada dengan Jamaludin, Kokom pun mengungkapkan perasaannya, “Senang gitu, ternyata masih ada perhatian dari Tzu Chi. Walaupun (kami) orang nggak mampu tetap diperhatiin.” Bingkisan ini sangat membantu sekali bagi Kokom dan Hendra menjelang hari raya Idul Fitri yang sebentar lagi tiba. Apalagi sudah sebulan ini Hendra menganggur. “Alhamdulillah senang. Saya hanya bisa mendoakan, nggak bisa balas apa-apa sama rumah sakit ini (RSKB –red). Mudah-mudahan doa saya ini didengar dan ke depannya yayasan (Tzu Chi) ini bisa lancar dan sukses terus,” kata Hendra tulus

Doa dan Penggalangan Dana
Bertempat di aula lantai 3 RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, lebih dari 400 orang yang merupakan pasien pengobatan yang dibantu Tzu Chi dan keluarganya menghadiri acara doa bersama, sekaligus penggalangan dana bagi korban topan Morakot di Taiwan. Meski mayoritas peserta tidak mengetahui dan mengenal korban topan Morakot di Taiwan, namun keharuan tampak di wajah mereka. Bahkan tidak sedikit yang menyumbangkan dana untuk membantu meringankan derita para korban. “Saya sudah dibantu Tzu Chi, sekarang saya juga mau bantu orang lain,” kata Kokom tentang alasannya mau berdana untuk korban topan Morakot.

Dalam kesempatan itu relawan juga memperkenalkan lebih dalam tentang Tzu Chi dan Master Cheng Yen (pendiri Tzu Chi) kepada para pasien dan keluarganya. “Di Tzu Chi, kita selalu mengajarkan tentang cinta kasih. Cinta kasih itu salah satunya memberi, dan memberi kepada orang yang membutuhkan dalam agama apapun adalah sebuah ibadah,” kata Hok Lay dan Amelia, dua relawan Tzu Chi yang bertindak sebagai pembawa acara.

 

 

 

 
 

Artikel Terkait

Kelas Budi Pekerti Tzu Chi Mencetak Generasi Muda Berkarakter Mulia

Kelas Budi Pekerti Tzu Chi Mencetak Generasi Muda Berkarakter Mulia

01 Agustus 2024

Kelas Budi Pekerti di komunitas relawan He Qi Pusat berlangsung dengan penuh keceriaan. Mereka dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu 12 peserta kelas Qin Zi Ban untuk anak-anak usia dini dan 16 peserta kelas Tsu Shao Ban untuk anak usia remaja.

Cahaya Mentari Hangatkan Hati

Cahaya Mentari Hangatkan Hati

26 Agustus 2009 Di RSKB, banyak pasien yang tidak memiliki keluarga, sehingga relawan perlu memberi dukungan dan pemahaman, bahwa sakit adalah suatu proses yang harus dijalani. Peran relawan sangat penting untuk memberi semangat kepada pasien.
Keindahan Karya Seniman Fotografi

Keindahan Karya Seniman Fotografi

18 Oktober 2013

Aula Jing Si adalah benteng spiritual bagi insan Tzu Chi, terlebih lagi juga merupakan sarana “Pembabaran Dharma Tanpa Suara”, dan ladang berkah penggalangan Bodhisatwa dunia yang penuh welas asih.

Hanya dengan mengenal puas dan tahu bersyukur, kehidupan manusia akan bisa berbahagia.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -