Nenek Murni, 70 tahun tinggal berdua dengan anak yang sudah stroke.
Menyambut Lebaran 2022, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia kembali menyalurkan paket sembako lebaran. Komunitas relawan Tzu Chi di He Qi Pusat menyambut gembira dan penuh antusias kegiatan ini. Tak terkecuali di komunitas Xie Li PGC, mereka juga tidak ingin ketinggalan ladang berkah ini.
Maka pada Rabu, 6 April 2022, sejak pukul 8 pagi sebanyak 30 relawan sudah berkumpul di lokasi yang sudah ditentukan yaitu di Vihara Silaparamita. Di bawah pimpinan Fanny Khemadasi Wong yang bertindak sebagai koordinator kegiatan, para relawan diberi pengarahan singkat agar saat menjalankan pembagian kupon bisa terkoordinasi dengan baik, mengingat luasnya wilayah yang harus dikunjungi para relawan.
Yang kali ini menjalin jodoh baik dengan
Xie Lie PGC adalah Kelurahan Cipinang Besar Utara yang terdiri dari 13 RW dengan jumlah total 152 RT. Para relawan dibagi menjadi beberapa tim dan waktu pembagian dijadikan 2 sesi yaitu sesi pagi dan sesi siang.
Nenek Murah, 72 tahun, tinggal sendirian ditambah katarak yang sudah menahun membuat dia sudah tidak bisa melihat lagi.
Sebagian kecil relawan berbagi tugas untuk merapikan mie instan DAAI Mi yang akan ikut dibagikan nantinya. Sesuai dengan arahan yang sudah disampaikan, para relawan turun ke rumah rumah warga secara door to door untuk memastikan bahwa bantuan yang diberikan tepat sasaran.
Salah seorang penerima kupon Nenek Murni (70) sangat bersyukur dengan kehadiran para relawan. Beliau lalu menceritakan kesedihan yang dialaminya. Di usianya yang sudah tidak muda lagi dia masih harus menjaga seorang anaknya, Suyanto Chandra (50) yang hanya bisa terbaring pasrah di lantai kontrakan rumahnya akibat stroke.
Ibu Metty, salah satu relawan kembang yang baru pertama kali ikut serta di kegiatan Tzu Chi.
"Saya tidak bekerja, sehari hari hanya mengandalkan pemberian dari tetangga. Bantuan dari yayasan tentu sangat berarti sekali. Terimakasih ya buat para relawan dan yayasan,“ ungkap Nenek Murni dengan penuh keharuan yang mendalam.
Ditemani Bapak/Ibu RT setempat, relawan menyusuri tiap gang rumah yang sempit untuk menjangkau keberadaan warga yang memang layak dibantu. Tak jarang relawan harus menyusuri lorong gang yang lebarnya hanya pas untuk satu orang saja. Pemukiman yang terjepit antara area pemakaman umum dan Kali Cipinang ini benar benar padat penduduk.
"Dulu di lingkungan ini terdiri dari 12 RT. Sekarang hanya sisa 7 RT karena ada 5 RT yang digusur akibat kebijakan pembangunan oleh pemerintah,“ cerita Sunadi, Ketua RT 06. Sunadi juga sudah mengenal Yayasan Buddha Tzu Chi yang memang suka membantu warga kurang mampu.
Banyak sekali warga yang tinggal di gang gang sempit.
Sementara itu Nenek Murah (72) merasa gembira ketika dikunjungi oleh relawan. Segera dia bergegas keluar dari rumah dan duduk di anak tangga depan rumahnya yang sempit.
"Maaf ya nak, Ibu sudah tidak bisa melihat, ibu sudah lama terkena katarak, dan menurut dokter sudah tidak bisa lagi disembuhkan,“ demikian Nenek Murah memulai cerita. Nenek Murah sejak tiga bulan yang lalu tinggal sendirian.
"Anak Saya sudah meninggal, sedangkan menantu enggak mau tinggal dengan Saya, dia pergi dengan membawa cucu saya,” Lanjut Nenek Murah dengan sedih. Sehari-hari sang Nenek juga mengandalkan pemberian tetangganya.
Khoe Tjioe Tjauw (80) menjadi relawan sejak 2007, membantu merapikan mie instan DAAI mi untuk disalurkan ke penerima kupon.
Awalnya memang ada saudara yang membantu, tetapi menurut warga setempat itu tidak berlangsung lama. Sekarang Nenek Murah hanya tinggal seorang diri.
Kehidupan Nenek Murni dan Murah memang sangat memprihatinkan. Melihat kehidupan mereka dari dekat, membuat para relawan semakin bisa memahami apa makna bersyukur yang sesungguhnya. Begitu banyak penderitaan di luar, seharusnya mengajari kita untuk tidak mudah mengeluh terhadap keadaan kita. Justru kita harus semakin mengembangkan rasa syukur secara mendalam dan bertekad untuk terus terjun ke masyarakat membantu meringankan penderitaan bagi sesama.
Relawan turun ke lapangan mengunjungi warga yang benar-benar layak menerima kupon.
Pembagian kupon untuk sesi pertama selesai pada pukul 12.30 siang. Relawan akhirnya kembali ke pos untuk istirahat sebentar kemudian melanjutkan sisa pembagian kupon di beberapa RW lagi.
Bagi Ibu Metty (52) yang baru pertama kali ikut pembagian kupon dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, dirinya merasa bahagia bisa turut bersama-sama para relawan turun ke tengah masyarakat. Melihat dari dekat kehidupan warga yang kurang beruntung, Ia merasa bersyukur sekali dengan kondisi dia saat ini.
"Saya ketemu seorang bapak muda yang mengalami penyakit pembekuan darah, yang secara perlahan ruas-ruas kakinya terlepas dengan sendirinya, sungguh kasihan sekali hidupnya," cerita Bu Metty dengan suara bergetar.
Ibu Metty lalu membayangkan hidupnya yang masih diberi kesehatan sampai hari ini dan pemandangan hari ini membuat tekadnya semakin kuat untuk bisa menggunakan waktunya sebisa mungkin terjun ke masyarakat.
Fanny Khemadasi Wong, mengarahkan relawan dengan kesungguhan hati dari awal sampai berakhirnya kegiatan hari itu.
Pembagian kupon akhirnya bisa diselesaikan dengan baik walaupun sempat diguyur hujan lebat. Tetapi semangat relawan Xie Li PGC benar-benar dapat diacungi jempol. Pukul 18.30 sore, akhirnya semua relawan berkumpul kembali di pos disambut oleh Fanny Khemadasi Wong, yang selalu siap memantau lewat ponsel bila ada relawan yang mengalami kesulitan di lapangan.
Syukurlah semua berjalan dengan lancar dan baik walau kadang-kadang terjadi beberapa warga yang protes. Raut wajah para relawan juga begitu gembira menandai berakhirnya proses pembagian kupon di Xie Li PGC.
"Sampai ketemu di hari pembagian beras, hari Sabtu, 9 April 2022 di Kelurahan Cipinang Besar Utara ya," ujar mereka beramai-ramai sebelum meninggalkan lokasi titik kumpul.
Editor: Khusnul Khotimah