Agus Kurniawan (tengah), ayah dari salah satu penerima bantuan Tzu Chi bernama Putri Nadhira (bantuan implant koklea), membagikan kisah pengalamannya berjodoh dengan Tzu Chi.
Kepulangan gan en hu (penerima bantuan Tzu Chi) telah menjadi agenda rutin Tzu Chi Medan setiap akhir tahun penanggalan lunar. Para gan en hu yang terdiri dari penerima bantuan jangka panjang dan anak asuh diundang pulang ke rumah bahin yaitu kantor Tzu Chi dan disambut relawan seperti keluarga sendiri. Acara tahunan ini bukan sekadar tradisi, melainkan bentuk kebersamaan yang memperkuat jalinan dan ikatan kekeluargaan antara relawan dan penerima bantuan. Gedung Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Cabang Medan di Kompleks Cemara Asri Jl. Cemara Boulevard Blok G/1 No. 1-3 menjadi saksi kebersamaan ini yang digelar oleh relawan Tzu Chi Hu Ai Mandala pada Minggu, 15 Desember 2024 dan dihadiri 208 gan en hu bersama pendamping mereka. Kegiatan yang juga merupakan Pemberkahan Akhir Tahun ini diadakan lebih awal dari tahun sebelumnya dalam rangka menyambut Hari Natal dan Tahun Baru 2025.
Kegiatan ini bertujuan mempererat keakraban dan kebersamaan serta menjalin tali kasih antara penerima bantuan dan relawan Tzu Chi, sebagaimana diungkapkan oleh koordinator kegiatan Lina Naga. “Selain itu, juga berbagi berkah kepada para penerima bantuan dalam rangka menyambut Hari Natal dan Tahun Baru Imlek, sekaligus melihat perkembangan para penerima bantuan, apakah ada perubahan atau tidak. Kita juga memberikan informasi seputar Yayasan Buddha Tzu Chi dan Master Cheng Yen selaku pendiri Tzu Chi karena masih banyak yang tidak tahu apa itu Tzu Chi dan siapa pendirinya. Mereka juga diberikan penyuluhan kesehatan agar timbul sikap menghargai kesehatan dan kehidupan,” sambungnya.
Suasana kebersamaan telah terasa sejak pagi ketika relawan panitia mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Cuaca Minggu pagi yang cerah menjadi penyemangat bagi 60 relawan yang bersatu hati dalam menyambut dan melayani penerima bantuan dan pendamping yang mulai berdatangan sekitar pukul 07.30. Relawan tim pendaftaran dengan cekatan menukarkan kupon undangan yang dibawa penerima bantuan dengan kartu nomor peserta yang berfungsi sebagai tanda pengenal dan memudahkan pembagian parsel setelah acara selesai. Bagi yang ingin merapikan dan memangkas rambut diarahkan ke area salon yang ditangani oleh relawan dan stylist dari salon ternama di kota Medan. Para penerima bantuan mendapat kesempatan berfoto di photo booth sebagai kenang-kenangan dan hasil fotonya akan mereka bawa pulang nantinya. Mereka kemudian naik ke lantai 2 untuk memilih barang-barang dari donatur Tzu Chi yang masih layak pakai seperti pakaian, ikat pinggang, sepatu, sandal, tas, dompet, botol air dan boneka.
Para peserta (gan en hu) memilih barang-barang dari donatur Tzu Chi yang masih layak pakai seperti pakaian, ikat pinggang, sepatu, sandal, tas, dompet, botol air dan boneka.
Sekitar pukul 9, para penerima bantuan telah berkumpul di lantai 3 dan disuguhi tayangan Master Cheng Yen Bercerita berjudul Kisah Keranjang Besar yang mengisahkan seorang pria yang membawa ayahnya yang renta dan sakit-sakitan dalam sebuah keranjang besar ke puncak bukit di hutan dan meninggalkannya di sana. Pria ini lalu disadarkan oleh putranya akan perbuatannya yang tidak baik dan ketika ia kembali ke bukit untuk membawa ayahnya pulang, ia mendapatkan orang tua itu telah meninggal dunia. Ia sangat menyesalinya. “Janganlah kita melupakan akar kita. Bagaimana kita memperlakukan orang tua kita, demikian pulalah kita diperlakukan anak kita. Orang tua berkorban dan bersuah payah demi membesarkan kita. Kita hendaknya merawat mereka hingga akhir hayat mereka. Kita harus merawat akar kita dengan baik. Baik terhadap orang tua, guru, saudara maupun masyarakat, kita harus senantiasa bersyukur dan membalas budi di setiap kesempatan,” nasihat Master Cheng Yen.
Relawan Hui Nie selaku MC membuka acara dengan pengenalan Yayasan Buddha Tzu Chi yang meliputi profil singkat Yayasan Buddha Tzu Chi dan Master Cheng Yen, pendiri Tzu Chi serta visi dan misi Tzu Chi. Tidak ketinggalan pula celengan bambu yang merupakan ide awal Master Cheng Yen dalam melaksanakan misi amal dan cikal bakal terbentuknya Tzu Chi. Para hadirin diajak untuk bersumbangsih dengan berdana guna menciptakan berkah bagi diri sendiri dan orang lain yang membutuhkan.
Penyuluhan Bahaya Narkoba
Pada penyuluhan kesehatan bertema bahaya kecanduan narkoba oleh dr. Wijaya Taufik Tiji, M. Ked., Sp. Kj. dari TIMA (asosiasi medis Tzu Chi), diuraikan dengan jelas definisi kecanduan dan benda / zat yang berpotensi menyebabkan kecanduan, di antaranya narkotika, obat-obatan, alkohol, rokok, dan lain-lain. Kecanduan adalah perilaku berulang terhadap penggunaan zat atau aktivitas yang mempengaruhi otak sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari. Selain zat, aktivitas seperti berjudi, gadget, media sosial, pornografi juga dapat menimbulkan kecanduan. Lebih lanjut, dijelaskan pula tanda-tanda dan gejala kecanduan seperti perubahan pada suasana hati, nafsu makan, pola tidur, dan keengganan beraktivitas, serta tips-tips mengatasi kecanduan, yaitu dimulai dari dalam diri sendiri dan lingkungan keluarga dengan menerapkan pola hidup sehat, menjauhi lingkungan yang tidak baik dan melibatkan diri dalam komunitas yang positif. “Keluarga adalah pilar atau tiang utama. Salah satu yang merusak keluarga adalah kecanduan karena hal-hal yang telah disebutkan tadi. Maka, kontrol dari keluarga sangat penting. Cara untuk menjauhkan pikiran dari narkoba adalah bekerja. Sesuai kata Master Cheng Yen, bekerja seperti berolah raga yang melatih otot, jadikan tempat kerja sebagai tempat melatih diri,” terang dr. Wijaya.
Dokter Wijaya Taufik Tiji, M. Ked., Sp. Kj. dari TIMA Medan memberikan penyuluhan kesehatan bertema Bahaya Kecanduan Narkoba. Ia menguraikan definisi kecanduan dan benda atau zat yang berpotensi menyebabkan kecanduan beserta tanda-tandanya.
Acara dilanjutkan dengan sesi berbakti untuk menyambut Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember. Dalam keheningan yang diiringi musik sendu, Hui Nie, relawan Tzu Chi menuturkan kalimat-kalimat motivasi dan perenungan yang mengingatkan hadirin akan perjuangan dan jasa tampa pamrih ibu dalam membesarkan anak-anaknya dan memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Tidak berapa lama, terdengar isak tangis hadirin. Suasana haru menyelimuti seluruh ruangan saat para anak asuh bersujud dan mempersembahkan bunga kepada ibu mereka di atas panggung kemudian mencurahkan segenap perasaan dengan peluk cium hangat untuk ibu tercinta. Tidak sedikit relawan ikut meneteskan air mata karena tak kuasa menahan haru. “Saat orang tua masih ada, cintailah dan sayangilah mereka, berbaktilah kepada mereka. Ketika mereka telah tiada, segala ucapan cinta dan sayang tidak ada gunanya lagi,” pesan Hui Nie kepada semua hadirin.
Para anak asuh bersujud dan mempersembahkan bunga kepada ibu mereka di atas panggung kemudian mencurahkan segenap perasaan dengan peluk cium hangat untuk ibu tercinta dalam suasana penuh haru pada sesi berbakti.
Penampilan isyarat tangan lagu Senyuman Terindah oleh relawan yang menyiratkan pesan bahwa senyuman terindah yang bisa kita dapatkan adalah dari ayah dan ibu kita sendiri.
Selain wawasan dan penyuluhan, hadirin juga disuguhkan serangkaian hiburan berupa penampilan isyarat tangan lagu Senyuman Terindah oleh relawan yang menyiratkan pesan, dari siapa lagi kita bisa mendapatkan senyuman terindah jika bukan dari ayah dan ibu kita sendiri? Pengorbanan terbesar yang bisa kita lakukan tidak akan pernah cukup membalas budi orang tua kepada kita karena mereka telah memberikan segenap hati dan cinta kasih bahkan sejak kita masih di dalam kandungan ibu. Ada pula penampilan relawan dan anak asuh membawakan lagu Harta Berharga yang bermakna harta yang paling berharga dan istana yang paling indah adalah keluarga, tarian Agadoo bernuansa ceria yang lucu dan menggemaskan oleh anak asuh Medan dan Tanjung Morawa, medley (rangkaian beberapa lagu yang dibawakan secara bersambungan) lagu daerah yang mencerminkan kesatuan dalam keberagaman dan ditutup dengan isyarat tangan lagu Satu Keluarga oleh relawan bersama hadirin.
Anak asuh Tzu Chi Medan dan Tanjung Morawa mempertunjukkan tarian Agadoo yang lucu dan menggemaskan.
Implant Koklea untuk Putri Nadhira
Dalam kesempatan ini, Agus Kurniawan, ayah dari Putri Nadhira, salah satu penerima bantuan Tzu Chi, membagikan kisah pengalamannya berjodoh dengan Tzu Chi. Pada awal kelahirannya, Putri Nadhira tumbuh sehat dan normal sebagaimana anak-anak biasanya. Menginjak usia 1,5 tahun, Putri Nadhira belum bisa berbicara dan tidak merespon ketika orang berbicara kepadanya. Dari hasil pemeriksaan medis, dokter menyatakan Putri Nadhira mengalami gangguan pendengaran karena ada masalah pada koklea. Koklea adalah bagian telinga dalam yang memiliki bentuk melingkar seperti rumah siput dan mengandung saraf pendengaran dan berfungsi mengubah gelombang suara menjadi sinyal listrik untuk dikirimkan ke otak. Jika koklea rusak, suara tidak mampu mencapai saraf sehingga otak tidak dapat memproses sinyal tersebut menjadi suara.
Kehadiran Dewa Rezeki yang menghampiri para peserta dan membagikan angpau menambah kemeriahan suasana.
Dokter menyarankan untuk memasang implan koklea yang tentunya berbiaya sangat tinggi. Karena keterbatasan ekonomi, orang tua Putri Nadhira yang mengenal Tzu Chi dari DAAI TV meminta bantuan Tzu Chi dan disetujui. Uluran tangan Tzu Chi telah berlangsung lebih kurang satu tahun dan perkembangannya cukup signifikan. Putri Nadhira kini telah dapat bersosialisasi dengan orang lain walaupun belum lancar berbicara. Dengan semangat pantang menyerah dan keyakinan bahwa Putri Nadhira akan sembuh, kedua orang tuanya melakukan terapi berbicara kepadanya setiap hari. Relawan yang menanganinya rutin melakukan kunjungan dan pendampingan untuk memberikan dukungan moral dan motivasi.
“Sangat bersyukur atas bantuan Tzu Chi dalam hal pengobatan dan terapi untuk anak saya, juga selalu memberi dorongan semangat. Sulit diungkapkan dengan kata-kata rasa terima kasih kami sebagai orang tua untuk relawan dan donatur yang telah membantu meringankan beban kami. Hanya Yang di Atas yang dapat membalasnya,” ungkap Agus Kurniawan dengan mata berkaca-kaca. Agus terinspirasi dengan sikap welas asih dan ketulusan hati relawan Tzu Chi dalam menangani kasus anaknya. Ia berharap Tzu Chi terus berkembang dan tidak berhenti menyalurkan berkah dan bantuan kepada yang kesusahan dan menderita.
Penerima bantuan mendapatkan bingkisan di akhir acara dan pulang dengan ceria dan bahagia.
Acara ditutup dengan pembagian parsel kepada penerima bantuan, berisi 1 bungkus beras 5 kg, 1 bungkus minyak makan, 1 bungkus gula, 1 bungkus biskuit, 1 bungkus permen, 1 toples kue kering, 1 botol sirup dan 10 bungkus mi DAAI. Kebahagiaan yang terpancar dari wajah penerima bantuan merupakan kebahagiaan tersendiri bagi relawan.
“Semoga dengan kegiatan ini, para penerima bantuan terinspirasi untuk menciptakan berkah dan membantu yang lain, karena apa yang mereka berikan akan kembali kepada diri mereka sendiri. Untuk para relawan, semoga semakin termotivasi untuk bersumbangsih dan berbuat kebajikan,” tutup Lina Naga selaku koordinator kegiatan.
Editor: Hadi Pranoto