Sumbangsih Para Relawan Cilik
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto * Selain membantu para dokter dan relawan Tzu Chi, para relawan cilik ini juga menghibur dan memberi semangat kepada teman-teman mereka untuk tidak takut saat akan dicabut gigi. | Udara sejuk dan segar sangat terasa ketika memasuki Panti Asuhan Santo Yusup, Sindanglaya, Cipanas, Jawa Barat. Berada di kaki pegunungan Gede dan Pangrango, panti asuhan ini memang memiliki struktur tanah berbukit dan pemandangan alam yang menawan. Berada di ketinggian 1.100 meter dari permukaan laut, panti yang didirikan pada 30 Desember 1947 ini masih tampak kokoh dan asri. Dengan luas lebih dari 8 hektar, panti ini mampu menampung lebih dari 274 anak, terdiri dari jenjang Taman Kanak Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). |
Panti asuhan ini memberi kesempatan kepada anak-anak yatim piatu, keluarga tidak mampu, maupun broken home (keluarga bercerai) dari berbagai wilayah, seperti Bogor, Bekasi, Sukabumi, Jakarta, dan Tangerang untuk bersama-sama menimba ilmu dan meraih cita-cita bersama murid-murid asrama lainnya. “Mayoritas anak-anak di sini berasal dari keluarga yang tidak mampu,” terang Suster Maria Yosepha, salah seorang pengurus asrama. Memang ada pula orangtua yang sengaja menitipkan anaknya di asrama panti ini dan membayar setiap bulan, tapi itu pun jumlahnya tak banyak dan tidak mencukupi untuk menutup biaya operasional panti sehari-hari. “Ada sumbangan dari donatur dan dari para alumni (penghuni panti) yang telah sukses kemudian menjadi donatur untuk panti ini,” ungkap Suster Maria senang dan bangga. Sabtu, 28 Maret 2009, sekitar 30 relawan dan tim medis Tzu Chi mengujungi Panti Asuhan Santo Yusup. Kedatangan relawan Tzu Chi ini untuk bakti sosial kesehatan dan pembelajaran budi pekerti Tzu Chi kepada anak-anak penghuni panti. Menurut Sui Hua, relawan Tzu Chi, “Kami ke mari atas permintaan dari pihak panti yang meminta bantuan untuk pemeriksaan dan perawatan kesehatan bagi anak-anak di sini.” Baksos kesehatan ini terdiri dari pemeriksaan gigi, mata, kulit, dan juga pemberian kacamata bagi anak-anak panti yang membutuhkan. “(Bantuan ini) sangat membantu sekali, kalau anak-anak di panti ini harus membeli sendiri, mereka pasti akan kesulitan,” kata Suster Maria. Sedangkan Yayu, pengurus panti mengatakan, “Kegiatan ini sangat baik, terutama untuk masalah kesehatan bisa lebih teratasi karena tidak terdapat di sekolah.” Ket : - Kehadiran para relawan cilik sangat membantu tugas dokter dan relawan dalam melayani pasien-pasien Berbagai Alasan Tinggal di Panti Ryan yang mengeluhkan pandangan matanya, setelah mendaftar akhirnya diperiksa oleh dokter mata. Dari hasil pemeriksaan, ternyata Ryan mengalami minus 1 dan disarankan untuk memakai kacamata. “Kadang kalau di kelas, ngeliat tulisan di papan tulis kurang jelas. Tapi kalau dari dekat sih kelihatan,” ujarnya. Setelah diperiksa dan diukur, nantinya Ryan akan mendapatkan bantuan kacamata gratis dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. “Yah senang dah dibantu. Kalau harus beli, Papa saya belum bisa,” jawab Ryan ketika ditanya perasaannya. Ket : - Rosaline, relawan Tzu Chi sedang menjelaskan kepada Ryan, tentang tugas-tugas seorang relawan Setelah berbincang-bincang dengan Ryan, saya mendapat informasi tentang kehidupan keluarga Ryan yang kurang harmonis. Ia dititipkan ke panti asuhan oleh papanya, Ong Wey Siong setelah sang ayah bercerai dengan ibunya. “Mama bawa kakak, sedangkan saya ikut papa,” terangnya lirih. Saat itu Ryan baru duduk di Taman Kanak Kanak (TK). Sebelum berpisah, Ryan dan keluarga tinggal di daerah Daan Mogot, Jakarta Barat. “Papa kerja jadi nelayan di Muara Angke,” terang Ryan. Sebelum menjadi anak asuh di SMC, Ryan sempat bersekolah hingga kelas 2 SD, dan kemudian dititipkan di panti asuhan di daerah Cakung, Jakarta Timur. Di SMC sendiri, Ryan baru tinggal selama dua tahun. “Papa belum punya duit buat nyekolahin,” ungkap Ryan jujur. Papa Ryan sendiri kini menjadi supir pengantar pupuk ke daerah Indramayu. “Papa masih tinggal sama nenek. Kalau Ryan di rumah, nggak ada yang ngurusin juga,” terangnya beralasan. Jika musim liburan tiba, barulah Ryan bisa bertemu dan berkumpul dengan papanya. Ryan yang bercita-cita menjadi dokter ini mengaku senang bisa tinggal di panti. Selain ada yang mengurusi, soal pendidikan pun ia tak perlu khawatir lagi. Ket : - Ryan, sejak kelas 3 SD sudah harus tinggal di panti asuhan. Kini Ryan menjadi anak asuh di Samantha “Saya Juga Harus Bantu” Di mata Paulus, rekan sekelasnya, Ryan adalah anak yang baik dan rajin. Berbeda dengan Ryan, Paulus menjadi penghuni Panti Asuhan Santo Yusup setelah ayahnya meninggal dunia saat ia masih bayi. Jadilah sang mama kini sebagai kepala keluarga. “Mama kerja, terus kalo aku ikut mama nggak ada yang ngurusin, jadi lebih baik di panti aja. Kata Mama biar lebih pintar dan sukses,” terang anak yang bercita-cita menjadi pilot ini. Menurut Paulus, dengan tinggal di panti, ia juga bisa belajar mandiri, banyak memiliki teman, dan bisa belajar lebih teratur. Seperti Ryan, Paulus juga turut membantu kegiatan baksos, mulai dari mengisi air bersih hingga mengatur nomor pasien-pasien –yang merupakan teman-temannya– yang akan diperiksa. Ket : - Relawan cilik ini juga turut membantu mencuci peralatan yang akan digunakan untuk baksos kesehatan. Kehadiran para relawan cilik ini sangat membantu para dokter dan relawan Tzu Chi. Tanpa diminta, mereka tergerak untuk membantu kerja para relawan Tzu Chi dalam melayani teman-teman mereka. Dalam benak mereka, apa yang mereka lihat dan rasakan langsung, akan terekam kuat ke dalam ingatan mereka, dan terbawa hingga dewasa. Jika kali ini mereka (anak-anak panti) yang menjadi penerima bantuan, sepuluh atau dua puluh tahun mendatang, bukan tidak mungkin mereka akan menjadi orang-orang yang dapat membantu sesama. | |