Suntikan Kebahagiaan dari Kawan Lama
Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta WulandariSabtu, 4 Februari 2017, tim Tzu Chi International Medical Assosiation (TIMA) melakukan kunjungan ke rumah Sobariah (kedua dari kanan) di wilayah Cijantung, Jakarta Timur. Sobariah bergabung di Tzu Chi sejak Poliklinik Cinta Kasih Tzu Chi (sekarang Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi) berdiri, sekitar tahun 2003.
Sobariah tak henti berteriak senang sembari menutupi mulutnya saat melihat kawan-kawannya datang ke rumahnya di daerah Cijantung, Jakarta Timur. Matanya berkaca seraya berkata, “Ya ampuuunn.. ini bukan mimpi kan?? Ya ampun…” Ia lalu dengan segera menghampiri dan memeluk temannya satu per satu.
Wanita setengah baya itu senang bukan kepalang dan susah mengungkapkan perasaannya. “Pokoknya senang,” itu saja ungkapan hatinya hari itu. Ia bahkan berulang kali melihat lagi satu per satu kawan lamanya, “Mbak Weni, Tami, Santi, dan Shijie Se Ing. Yaampun, kayak mimpi,” tuturnya lagi.
Tiga tahun sudah Sobariah yang biasa dipanggil Ayi oleh teman-temannya itu tidak aktif di Tzu Chi International Medical Assosiation (TIMA). Ia sibuk mengurus pekerjaan, rumah tangga, anak-anak, serta melakukan terapi untuk penyakitnya. Tak terkira rindu yang ia rasakan, namun susah juga untuk mengatur pertemuan karena semuanya sudah serba berbeda.
Sobariah bergabung di Tzu Chi sejak Poliklinik Cinta Kasih Tzu Chi (sekarang Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi) berdiri, sekitar tahun 2003. Sebagai seorang analis laboratorium, ia selalu menyempatkan waktu untuk ikut dalam baksos yang diadakan Tzu Chi walaupun kala itu lokasi rumahnya terbilang sangat jauh di Cileungsi, Jawa Barat. Dari Cileungsi, ia menempuh jarak sekitar 60-an kilometer untuk sampai di Poliklinik Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat. “Kalau naik motor sekitar 2-3 jam lah,” ucapnya.
Sobariah dipenuhi dengan perasaan bahagia ketika teman-temannya datang ke rumahnya. Hal tersebut dianggap sebagai suatu kehormatan olehnya.
Selama menjadi bagian dari TIMA, banyak hal yang ia dapatkan. “Saya selalu ingat satu kata Master Cheng Yen bahwa sertakan saya dalam setiap perbuatan baik,” katanya. Ia pun mengaku bisa menjadi orang yang lebih bermanfaat karena bisa menggunakan keahliannya untuk membantu orang lain. “Mbak Ayi ini kalau lagi baksos paling sibuk di antara yang lain karena kerjanya di lab, sudah gitu selesainya juga paling belakang,” ucap Suster Weni disambut tawa oleh Ayi. “Dia juga sifatnya sama kayak namanya, Sobariah, sabar sekali,” lanjut Weni.
Sobariah pun rindu akan masa-masa ketika ia masih bisa beraktivitas tanpa diganggu rasa lelah karena terapi yang sedang ia jalani. “Dulu kalau baksos itu pergi pagi, pulang sampai malam. Tapi rasanya senang sekali karena ketemu teman-teman dan bisa bantu banyak orang. Kalau sekarang karena masih menjalani terapi untuk kanker serviks, maka tubuh gampang lelah,” jelasnya. “Mbak Ayi memang jiwa sosialnya sangat besar sekali,” tambah Siti, tetangga terdekat Ayi.
Sebelum menerima kunjungan dari teman-temannya, Sobariah mengaku sempat iri melihat foto-foto di jejaring sosial yang memperlihatkan bagaimana teman-temannya di TIMA tengah ikut dalam kegiatan Temu Kangen Anggota TIMA pada 22 Januari 2017 lalu. “Sebenarnya saya juga diundang, tapi nggak bisa hadir,” jelasnya. Weni yang kala itu menyebarkan info kegiatan pun mengaku mengirimkan info pada Ayi. “Balasannya bikin kaget, Mbak Ayi waktu itu tulis: Maaf Mbak Weni, aku nggak bisa datang soalnya masih terapi buat kanker serviks.” tutur Weni mengingat balasan pesan dari Ayi. “Ringan banget gitu ngomongnya, kayak cuma sakit flu, batuk,” imbuh Weni.
Rasa takut memang sempat menimpa Ayi ketika menerima vonis dokter November 2016 lalu. Namun ia pun tidak lantas diam saja. “Dari keluarga, teman, sahabat, semua mendoakan yang terbaik, maka saya bisa kuat,” ucap Ayi. Dari apa yang menimpa dirinya, Ayi lebih banyak mengambil hikmah dan pelajaran bahwa dirinya bukanlah satu-satunya orang yang paling menderita. “Banyak yang lebih menderita, jadi saya menjalani apa yang seharusnya saya jalani.Nggak masalah saya hidup berdampingan dengan penyakit, yang penting saya sekarang masih bisa beraktivitas seperti orang normal,” jelasnya.
Hingga akhir kunjungan, Sobariah masih saja terkesan dengan kedatangan teman-temannya. Sobariah dan Siti (baju biru) mengantarkan teman-temannya pulang sampai ke depan rumahnya
Semangat dari Sobariah tersebut menjadi pelajaran tersendiri bagi teman-teman yang mengunjunginya. “Salut sama Mbak Ayi karena dia sangat kuat dan semangat,” ucap Weni. Ayi lalu menambahkan bahwa ia hanya berpegang pada dua hal, “Saya pasrah dan percaya pada ahlinya,” tuturnya tersenyum.
Hingga akhir kunjungan, Sobariah masih saja terkesan dengan kedatangan teman-temannya. “Pokoknya saya merasa luar biasa, apalagi jauh-jauh datang ke sini. Ini merupakan suatu kehormatan buat saya karena disempetin dateng ke sini di sela kesibukan. Saya hanya bisa menyampaikan terima kasih untuk semuanya,” ucapnya kembali memandang temannya satu per satu. “Kayaknya pengen nangis. Bahagia,” pungkasnya haru.