Survei Penerima Beasiswa Karir di NTT

Jurnalis : Juliana Santy, Fotografer : Juliana Santy, Vivian

Sejak tanggal 31 Juli relawan melakukan survei penerima beasiswa karir di Nusa Tenggara Timur. Survei ke rumah-rumah anak asuh diluar dugaan relawan karena medan yang berliku-liku dan naik ke gunung. Mereka melakukan survei hingga malam hari.

Sebuah jalinan jodoh membawa beberapa relawan Tzu Chi terbang ke bagian Timur Indonesia. Sejak tanggal 1 Agustus 2014, sebanyak 4 relawan Tzu Chi Jakarta bertolak menuju Kupang, Nusa Tenggara Timur, untuk melakukan survei langsung ke rumah-rumah penerima beasiswa karir Tzu Chi yang nanti akan menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint. Carolus, Jakarta. Kerjasama pendidikan antara Tzu Chi dengan Sekolah tersebut membuat salah satu sekolah perawat terbaik di Jakarta ini merekomendasikan Kupang sebagai tempat mencari potensi-potensi berbakat untuk menjadi perawat dan bidan. Di sana banyak anak-anak yang memiliki prestasi akademis yang baik namun tidak dapat melanjutkan sekolah karena biaya.

Sejak tiba di Kupang, keesokan harinya relawan langsung berangkat menuju ke Kabupaten Lembata. Karena berbeda pulau relawan harus menyeberanginnya dengan pesawat lagi tapi pesawat tersebut hanya membawa relawan sampai di Kabupaten Larantuka. Setibanya di sana ada dua orang relawan Tzu Chi yaitu Lulu yang menjadi koordinator kegiatan ini dan Vivian. Mereka telah tiba hari sebelumnya dan telah melakukan survei di Kabupaten tersebut. Mereka pun mengantarkan kami ke pelabuhan untuk menyeberang ke pulau lainnya menggunakan kapal.  Sejak hari itu sebanyak 6 orang relawan melakukan survei di tiga pulau yang berbeda dan semuanya adalah tempat yang belum pernah mereka datangi.

Rute yang cukup rumit harus ditempuh oleh relawan untuk mencapai rumah para penerima beasiswa. Mulai dari menggunakan moda transportasi udara (pesawat komersil dan pesawat kecil), moda transportasi darat (mobil dan motor), juga mode transportasi laut (kapal laut).

Survei di ketiga pulau yang berbeda ini memberikan pengalaman sekaligus tantangan bagi relawan karena lokasi yang jauh diluar dugaan mereka. Seperti yang dirasakan oleh Lulu. Berdua bersama Vivian ia melakukan survei di Kabupaten Larantuka. Jalan yang ditempuh tidak mudah dan jauh karena menaiki pegunungan. Pada hari pertama survei yang mereka lakukan berlangsung hingga pukul 11 malam, itu pun belum semua anak bisa dikunjungi rumahnya. Melihat relawan yang belum makan, beberapa orang tua pun bersama-sama membawa makanan masing-masing untuk disantap bersama di salah satu rumah. Seminggu sebelum keberangkatan, kaki Lulu sempat sakit tapi beruntung dua hari menjelang keberangkatan kakinya pun sembuh, karena di sana ia harus berjalan melewati batu-batu besar menuju rumah warga.

Masuk ke dalam hutan yang sudah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya senter, harus memanjat batu yang tinggi untuk memasuki rumah warga, hingga harus menahan rasa lapar sampai tengah malam, tidak membuat mereka lelah. Mereka merasa senang berkunjung dari satu rumah anak asuh ke rumah berikutnya karena melihat semangat yang tinggi dari orang tua yang walaupun kesulitan ekonomi namun ingin anaknya tetap bersekolah. Para orang tua tidak ingin kehidupan anak-anaknya seperti mereka dan mereka pun menyadari sangat bahwa pendidikan adalah salah satu jalan keluarnya.

Lokasi yang terletak di pulau-pulau membuat relawan harus menyeberanginya dengan kapal-kapal. Beruntung relawan masih sempat menyeberang karena kondisi angin yang besar sehingga beberapa hari ini penyeberangan ditiadakan.

Keadaan yang tidak jauh berbeda juga dirasakan oleh relawan yang melakukan survei di pulau lainnya di Kabupaten Lembata. Sekitar pukul 3 sore, dua orang relawan  tiba dan ditemani koordinator setempat, mereka berpencar melakukan survei. Kedua relawan ini adalah ibu-ibu yang sudah berusia diatas 60 tahun, namun mereka tetap bersemangat dan kuat.

Salah satunya adalah Anna Tukimin, yang akrab disapa Ye Jiao. Usianya sudah 64 tahun tapi semangatnya tidak kalah dengan anak muda. Saat usai melakukan survei dimalam hari, ia kehilangan salah satu sepatunya. Di dalam kegelapan, dengan senter dan ditemani warga ia berkeliling sekitar rumah untuk mencari sepatunya. Akhirnya setelah mencari sepatunya ditemukan di seberang rumah yang ia kunjungi. Sepatu itu dibawa oleh seekor anjing dan talinya digigit hingga putus. Keesokan harinya saat mengambil foto dari rumah salah satu anak asuh, karena tidak berhati-hati ia tersandung dan jatuh. Apakah ia marah dan kesal? Tidak sedikitpun, ia justru selalu tertawa gembira dan berbagi pengalamannya. “Kita ada jodoh datang kesini, kita harus gengam jodoh ini,” ucapnya. Ia merasa banyak belajar dari survei kasus di Lembata, NTT ini. “Memang di sini kehidupannya kurang, tapi tekadnya bagus, tiap anak pendidikannya dipentingkan dulu. Malah ada orang tua yang bilang, ‘Kita boleh miskin tapi ilmu harus ada’,”tambahnya yang selalu semangat karena tertular semangat dari para orang tua anak penerima beasiswa.

Anna Tukimin, walaupun sudah berusia 64 tahun tapi tetap kuat dan bersemangat melakukan survei di berbagai tempat yang untuk menuju tempat tersembut jalanan sangat rusak dan menaiki gunung.


Artikel Terkait

Survei Penerima Beasiswa Karir di NTT

Survei Penerima Beasiswa Karir di NTT

06 Agustus 2014 Sejak tanggal 1 Agustus 2014, sebanyak 4 relawan Tzu Chi Jakarta bertolak menuju Kupang, Nusa Tenggara Timur, untuk melakukan survei langsung ke rumah-rumah penerima beasiswa karir Tzu Chi yang nanti akan menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint. Carolus, Jakarta.
Keteguhan hati dan keuletan bagaikan tetesan air yang menembus batu karang. Kesulitan dan rintangan sebesar apapun bisa ditembus.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -