Rumah Neneng menjadi rumah pertama yang dikunjungi dan disurvei oleh para relawan Tzu Chi.
Walau cuaca pada Sabtu pagi 29 Mei 2021 mendung, semangat relawan Tzu Chi komunitas He Qi Utara 2 untuk mengadakan survei Program Bebenah Kampung Tahap Kedua di Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara tak juga surut. Ladang berkah itu digarap oleh 7 relawan Tzu Chi dengan dibantu oleh 2 staf badan misi dari Yayasan Buddha Tzu Chi.
Tzu Chi telah memutuskan untuk membantu membangun kembali 5 rumah warga di wilayah Kamal Muara. Kali ini, survei dilakukan kembali untuk mengadakan kesepakatan bersama dan mendapatkan pernyataan para warga yang akan dibantu.
Kesehatan Kaki Neneng Menurun Karena Rumah Tergenang
Neneng (kanan) beserta adiknya, Muhammad (kiri) berbincang dengan para relawan survei di depan rumahnya.
Rumah Neneng merupakan rumah pertama yang dikunjungi dan disurvei. Tepat di belakangnya, berdiri rumah Muhammad atau akrab dipanggil Mamat, adik kandung dari Neneng. Mereka berdua telah memenuhi berbagai syarat yang telah ditentukan Tzu Chi, mulai dari rekomendasi pejabat setempat hingga dokumen legalitas rumah.
Kondisi rumah mempengaruhi kondisi kaki Neneng. Rumahnya yang selalu tergenang banjir ketika hujan membuat kakinya terendam air kotor setiap saat sehingga mengakibatkan kakinya berkeriput dan memutih seperti berjamur.
“Kondisi tergenang begini, jadinya banyak ikan kecil-kecil di sini. Kadang cucu saya sama temannya suka ambil ikan untuk bermain. Yah, karena rumah juga sudah bocor jadi kalau hujan langsung tergenang,” ujar Neneng.
Rumah kakak beradik itu merupakan warisan dari orang tuanya yang bergayakan Betawi Kuno dengan kayu nangka sebagai pondasi. Pembatas rumah keluarga mereka hanyalah sekat berupa papan kayu biasa.
Keluarga Saidup Terus Mempertahankan Warisan Keluarga
Kondisi tak jauh berbeda juga dijumpai pada rumah Saidup dan istrinya yang akan tergenang ketika hujan turun.
Kondisi tak jauh berbeda dijumpai pada rumah Saidup. Ketika relawan mengunjungi rumahnya, Saidup sedang mengeluarkan air yang menggenangi rumahnya dengan menggunakan pompa air. Dalam kesehariannya sebagai anggota Linmas (Perlindungan Masyarakat) yang berpenghasilan minim membuat Saidup harus berhemat. Oleh karena itu, untuk mendapatkan penghasilan tambahan, sang istri juga membantu suaminya mengumpulkan botol plastik bekas untuk dijual.
Para relawan bersungguh hati mencatat hal-hal yang telah disepakati bersama antara Tzu Chi dan Saidup beserta istrinya, termasuk mendapatkan pernyataan mengenai hunian sementara mereka.
“Rumah ini warisan dari nenek istri saya. Kami diamanatkan untuk tidak menjual rumah ini. Hanya untuk ditinggali oleh keturunannya. Anak cucunya,” ungkap Saidup. “Tapi ya, sekarang rumah juga sudah pada bocor dan ini sudah kami pompa airnya dari semalam, jadi sudah lumayan berkurang,” tambahnya.
Berdasarkan keterangan dari Saidup, pondasi rumahnya juga telah diuruk beberapa kali dengan menggunakan tanah. Namun, karena jalanan depan rumahnya telah diperbaiki dan ditinggikan, posisi rumahnya tetap lebih rendah dari jalan dan banjir terus menggenangi rumahnya ketika hujan.
Keluarga Sakti yang Berteman dengan Genangan
Para relawan menyeberangi genangan melalui balok kayu yang sengaja disediakan oleh para warga.
Untuk menuju rumah Sakti yang menjadi tempat terakhir survei pada hari itu, relawan harus menyusuri jalanan dan gang sempit yang berliku. Termasuk harus menyeberangi genangan banjir dengan menggunakan balok kayu.
Ketika memasuki teras rumah Sakti, para relawan harus sedikit membungkukkan badan dan menundukkan kepala agar tidak membentur langit-langit rumah.
Kesehariannya, kakek yang hidup bersama 8 anggota keluarganya ini menjajakan dagangan gorengannya selama 10 tahun belakangan ini. Sebelumnya, Sakti pernah menjadi seorang nelayan, yang menjual tangkapan ikannya di tempat pelelangan ikan tak jauh dari tempat tinggalnya. Namun, lambat laun kondisi fisiknya tidak lagi mendukung. Seiring bertambahnya usia, ia mengambil keputusan untuk berhenti melaut pada tahun 2007.
Berdasarkan keterangan Sakti, posisi rumah yang ditinggalinya selama 38 tahun ini dulunya lebih tinggi dari jalanan. Tapi seiring dengan pembangunan rumah dan jalan yang semakin tinggi, posisi rumahnya kini menjadi lebih rendah dari jalanan dan selalu tergenang banjir ketika hujan.
“Mau hujan dikit, mau hujan besar, pasti banjir. Air pasti turun dari jalan ke rumah. Soalnya rumah lebih rendah dari jalan,” tutur Sakti.
Sakti beserta istrinya menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh para relawan ketika mengunjungi rumahnya.
Memberikan Kenyamanan untuk Warga
Dalam kesempatan itu, Teksan Luis yang mendampingi relawan survei juga menjelaskan kepada para warga mengenai syarat yang diajukan Tzu Chi bila rumahnya selesai dibangun dan siap dihuni.
“Rumah yang telah dibedah dan dibangun tidak boleh diperjualbelikan selama 10 tahun. Denah rumah yang telah disepakati tidak bisa diubah lagi karena penerima bantuan telah menandatangani kesepakatan bersama,” ujar Teksan.
“Tzu Chi membangun kembali rumah bapak ibu untuk memberikan kenyamanan, tidak untuk diperjualbelikan. Apabila dijual, kan orang lain yang menempati dan merasakan kenyamanannya. Kami melakukan bedah rumah ini juga tidak memakai syarat apapun, hanya tolong dijaga rumahnya,” lanjutnya.
Kesan dan Pesan dari Relawan Survei
Kondisi rumah warga yang disurvei oleh para relawan Tzu Chi meninggalkan kesan yang tak terlupakan bagi relawan, baik bersyukur atas berkah yang diterimanya saat ini maupun perasaan lainnya. Seperti Tjan Nari yang turut serta dalam survei kali ini.
Fie Yen (kiri) dan Tjan Nari (bertopi Tzu Chi) merasakan keharuan yang mendalam dan memunculkan keinginan untuk selalu berbagi kepada sesama.
“Saya sungguh merasa terharu melihat kondisi seperti ini. Membayangkan mereka yang tidak bisa tidur dengan nyenyak karena kalau hujan selalu bocor dan banjir. Sungguh membangkitkan perasaaan bersyukur saya dan rasa selalu ingin berbagi kasih dengan yang membutuhkan,” ungkap Tjan Nari.
Senada dengan Tjan Nari, Fie Yen juga turut merasakan haru dan sukacita setiap kali melakukan survei program Bebenah Kampung di Kamal Muara ini. Ia bersama relawan Tzu Chi lainnya telah mengikuti kegiatan survei sebanyak 3 kali dan tentunya juga meninggalkan kesan yang mendalam baginya.
“Saya ikut survei bedah rumah sudah 3 kali. Tzu Chi itu sangat mementingkan tempat tinggal yang nyaman bagi keluarga penerima bantuan. Jadi kalau sudah selesai dibangun, semoga mereka dapat merawat dengan baik dan menjaga kebersihannya agar lebih enak ditinggali,” tutur Fie Yen.
Sebuah rumah yang bersih, nyaman dan hangat akan membawa kehidupan yang lebih baik bagi penghuninya. Para relawan Tzu Chi yang melakukan survei kali ini telah berpartisipasi dalam mewujudkan mimpi mereka yang kurang mampu menjadi kenyataan, yaitu mendapatkan rumah idaman mereka selama ini.
Editor: Metta Wulandari