Susan dan Tidur Lelapnya

Jurnalis : Yang Lien Hua, Fotografer : Yang Lien Hua & Tjie Khin Tjung
 
foto

Djong Mie Chin saat sedang menunggui Susan, putrinya yang terbaring koma di rumah sakit karena menderita infeksi otak.

Tanggal 2 November 2007, ketika saya sedang tugas survei kasus, telepon genggam saya berdering. Begitu saya angkat, Lulu Shijie relawan Tzu Chi meminta saya mengunjungi Rumah Sakit Royal Progres untuk melihat seorang gadis belia yang tak sadarkan diri. Pertama kali saya menemuinya, tubuh gadis belia itu sudah dipenuhi dengan selang-selang yang terhubung ke mesin. Dengkuran nafasnya terdengar begitu keras. Gadis itu bernama Susan, dan baru berusia 15 tahun.

Orangtuanya bercerita, semula Susan mengeluh sakit gigi. Saat diberi antibiotik (pereda rasa sakit), ia masih tetap merasa sakit, dan bahkan kepala dan wajahnya menjadi keram sebelah. Dua hari kemudian, Susan jatuh di kamar mandi. Begitu jatuh Susan tidak bisa bangun lagi, dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Milenia untuk berobat jalan. Masih dalam kondisi tak sadarkan diri, dua hari berikutnya Susan dibawa ke Rumah Sakit Royal Progres dan masuk ruang ICU.

Susan diterima sebagai pasien rawat inap di rumah sakit itu tanpa adanya uang muka. Esoknya barulah terkumpul Rp 980.000 untuk uang muka. Rumah sakit itu memberi kebijaksanaan pada Susan dan keluarganya dengan tidak meminta uang muka sebesar Rp 10.000.000 dari yang seharusnya dibayarkan oleh keluarga pasien.

Susan dirawat dengan baik, itulah yang saya lihat. Sakit yang diderita Susan memerlukan perawatan intensif dan biaya yang mahal. Sedangkan keluarga Susan hidup dengan ekonomi yang sangat pas-pasan. Bersaudara tujuh orang, Susan adalah anak bungsu pasangan Djong Mie Chin dengan Liu Fut Khoen. Empat anak pertama adalah anak yang dibawa oleh Djong Mie Chin (ibu –red) dari pernikahan sebelumnya dengan Chang Chen Kong.

Lika-liku Kehidupan
Setelah anak keempat lahir, Chang Chen Kong pergi meninggalkan keluarga. Dengan hati perih dan keadaan ekonomi yang sangat memprihatinkan, Mie Chin membawa keempat anaknya pulang ke rumah orangtuanya di Kalimantan. Mie Chin tidak tahu harus berbuat apa, sampai dua tahun kemudian mereka kembali lagi mengadu nasib di Jakarta. Sampai di Jakarta mereka tinggal di rumah lamanya yang sangat sederhana.

Suatu ketika, Mei Chin bertemu dengan Liaw Fut Khoen. Mei Chin melihat Fut Khoen sangat menyayangi ia dan anak-anaknya. Akhirnya mereka pun menikah dan dikaruniai 3 orang anak. Jumlah anak pun bertambah menjadi 7 orang. Sebagai kepala keluarga, penghasilan Liaw Fut Khoen juga tidak besar, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga. Kondisi ini terus berlanjut hingga kelima anaknya menikah dan tinggal terpisah dari mereka dengan kehidupan yang sederhana.

Tinggallah Susan dan A Chiau kakak lelakinya. Saat itu Susan sudah kelas 2 SMP, sementara A Chiau sudah tidak bersekolah karena tidak ada biaya. Walaupun hidup serba kekurangan, mereka tetap hidup dengan damai, rukun, dan saling menolong. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, Susan yang semula sehat mendadak mengeluh sakit gigi hingga membawanya sampai tak sadarkan diri di ruang ICU.

foto  foto

Ket : - Yang Lien Hua bersama orangtua Susan dan kakak perempuannya. Lien Hua mengenal keluarga Susan
           mulai akhir tahun 2007. (kiri)
         - Liaw Fut Khoen (almarhum) saat sedang dirawat di rumah ketika menderita sakit diabetes. Alm. Fut Khoen
         sangat menyayangi keluarga meski beberapa di antaranya bukanlah anak kandung. (kanan)

Siang malam orangtuanya menjaga di rumah sakit, tidak pulang, tidur di lantai beralaskan tikar atau di kursi rumah sakit. Saudara-saudaranya juga saling bergantian jaga. Semua mengharapkan Susan bisa lekas sadar dan sembuh.

Saat saya datang, Mei Chin dan Fut Khoen menangis. Mereka sangat memohon bantuan dari Yayasan Buddha Tzu Chi demi kesembuhan putri tercintanya. Kesedihan begitu dirasakan oleh Fut Khoen, sampai ia mengatakan rela menggantikan penderitaan putrinya. “Biarlah saya yang menderita,” katanya. Kedua orangtua itu sering berlutut di samping ranjang Susan, berdoa untuk kesembuhannya.

Hampir setiap hari saya datang mewakili yayasan untuk membayar obat-obatan sekaligus menjenguk Susan. Kondisi Susan naik-turun. Para dokter di rumah sakit berusaha keras mengobati dan menjaga Susan. Begitu juga dengan para perawatnya. Salah satunya adalah Retno yang setia membantu meringankan penderitaan Susan, baik moril maupun materil.

Saya sangat kagum dengan rumah sakit ini, karena walaupun mereka tahu Susan adalah pasien penerima bantuan pengobatan, tetapi para tim medis berusaha memberikan kemudahan hingga meringankan biaya pengobatannya. Dokter Julius dan dr Ramzi malah rela membebaskan biaya jasa kunjungan mereka. Kedua dokter itu juga membantu membuatkan alat bantu penunjang pada kaki Susan agar aliran darahnya lebih lancar— karena Susan sudah lama terbaring tidak bergerak.

Dua bulan telah berlalu, yayasan telah berhenti membiayai Susan karena kondisinya tak kunjung membaik—masih tetap koma. Meski begitu, hubungan relawan Tzu Chi dengan keluarga Susan tetap terjaga dengan baik. Setiap kali kami menjenguk, doa-doa selalu kami panjatkan. Dukungan dan pemberian semangat juga tak pernah berhenti kami lakukan untuk menguatkan hati keluarga malang itu. Saya melihat kondisi Fut Khoen mulai menurun. Ia terlihat lelah, frustasi, sering mengeluh, dan sedih tak berkesudahan, terlebih saat berada di dekat putrinya.

Fut Khoen sendiri menderita diabetes. Di kakinya ada luka bekas gigitan nyamuk. Makin lama makin parah hingga harus dirawat di rumah. Karena semakin parah, akhirnya dirawat di Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat pada 23 Januari 2009. Saya ikut mendampinginya ke rumah sakit. Fut Khoen menangis menyesali sakitnya, sehingga tidak dapat mendampingi Susan. Tekadnya untuk sembuh sangat kuat agar dapat melihat putrinya lagi.

Namun nasib berbicara lain, karma kehidupan seseorang tak dapat dihindari. Di saat Susan sedang tertidur pulas, ayahnya meninggal. Susan tetap dengan dunianya sendiri, tidak tahu bahwa ayahnya kini tak dapat menemaninya lagi.

foto  foto

Ket : - Dengan dibantu alat-alat kedokteran inilah Susan bisa bertahan selama 20 bulan di rumah sakit dalam
          keadaan tak sadarkan diri. (kiri)
         - Berbagai cara telah dilakukan oleh orangtua Susan untuk memulihkan kesadarannya, salah satunya dengan
          memutarkan tape recorder berisikan lagu-lagu pujian di samping Susan. (kanan)

Waktu terus berjalan, 6 bulan sudah Susan dirawat di ruang ICU. Biaya-biaya perawatannya dibantu oleh pihak rumah sakit dan seorang donatur. Dalam kondisi yang sama, Susan akhirnya dipindahkan ke ruang kelas 2. Hingga saat ini Susan telah dirawat selama 1 tahun 8 bulan. Kondisinya sekarang sudah menunjukkan kemajuan, Susan sudah bisa makan walau masih disuapi dan duduk di kursi roda. Dokter telah menganjurkan untuk dirawat di rumah agar mendapat suasana dan udara yang baru. Tetapi ada hambatan lain untuk membawa Susan pulang, yakni keadaan rumahnya yang tidak layak huni. Kondisinya begitu parah, tidak mungkin dihuni oleh orang sehat apalagi yang sakit. Bila air pasang rumah itu banjir, terlebih jika hujan turun. Kami segera memikirkan cara terbaik untuk membantu Susan. Dari hasil rapat akhirnya diputuskan membelikan ranjang dan sofa untuknya.

Karma baik Susan kembali berbuah, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia melakukan bedah rumah di daerah Pademangan, Jakarta Utara. Mei Chin dan anak lelakinya juga turut mengajukan permohonan. Setelah disurvei dan melalui proses rapat, akhirnya pada bulan Juli 2009 disetujui jika rumah Susan memang layak untuk dibantu. Suasana haru dan gembira mewarnai keluarga Susan. Mereka sangat berterima kasih kepada Yayasan Tzu Chi. Mereka sangat mendambakan Susan dapat berkumpul lagi bersama mereka.

Semoga Susan dapat segera kembali ke rumahnya. Kehangatan dan cinta kasih keluarga akan memulihkan kesadaran Susan, sehingga dapat segera bangun dari tidur panjangnya selama 20 bulan ini. Sehat kembali, bersekolah kembali, dan ah… begitu banyak mimpi yang diharapkan menjadi nyata.

Mei Chi hingga kini tetap khusyuk memanjatkan doa. Ia setiap hari rutin membersihkan wihara yang terletak di lantai atas rumah sakit. Kebijaksanaan tumbuh dari pengalaman hidup mereka. Bahkan kini mereka sekeluarga berdana setiap bulan melalui Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sesuai dengan kemampuan mereka. Kini mereka semakin mengerti akan artinya cinta kasih.  

 

Artikel Terkait

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-98: Jalinan Jodoh yang Tak Pernah Putus

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-98: Jalinan Jodoh yang Tak Pernah Putus

09 Mei 2014 Selain dari Biak, relawan juga menerima 3 pasien dari sebrang pulau Biak, Manokwari, yang telah menjalin jodoh dengan Tzu Chi pada tahun 2012 lalu ketika Tzu Chi melaksanakan bakti sosial di Manokwari.
Saling berbagi, Saling mengasihi

Saling berbagi, Saling mengasihi

23 Agustus 2017
Relawan muda Tzu Chi atau Tzu Ching Bandung mengunjungi anak-anak yang tinggal di Panti Asuhan Al-Amin. Di sana, relawan muda Tzu Chi ini menghibur anak-anak dengan persembahan isyarat tangan, sharing, juga games.
Mempersiapkan Karakter Baik untuk Masa Depan

Mempersiapkan Karakter Baik untuk Masa Depan

23 Januari 2024

Sebanyak 29 relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pusat menghadiri Kelas Bimbingan Budi Pekerti pada Minggu, 14 Januari 2024 dengan tema Kerendahan Hati, Berbakti dan Merawat, Menumbuhkan Anak dengan Cinta Kasih.

Memiliki sepasang tangan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, sama saja seperti orang yang tidak memiliki tangan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -