Tabah di Kala Terkena Musibah

Jurnalis : Lo Wahyuni (He Qi Utara), Fotografer : Lo Wahyuni (He Qi Utara)

fotoRelawan Tzu Chi memberikan kupon bantuan kepada warga korban kebakaran di Rawa Bebek, Jakarta Utara pada tanggal 21 Januari 2012.

“Siang yang naas itu, 16 Januari 2012, pukul 11.30 WIB, semua orang sedang sibuk bekerja. Tiba-tiba kompor gas dari salah satu rumah di RT 001 Kelurahan Penjaringan meledak dan melumatkan semua harta kami, rumah dan semua isinya hangus terbakar,” ucap Ibu Ismail (35) dengan suara lirih. Ia  sehari-hari bekerja sebagai pembantu rumah tangga harian di daerah Bandengan.

Ibu Ismail sambil menggendong putra bungsunya menjelaskan peristiwa kebakaran ini di lokasi bekas rumahnya yang terbakar  setelah  menerima kupon paket bantuan kebakaran dari Tzu Chi.

Dua hari menjelang hari raya Imlek, tepatnya tanggal 21 Januari 2012, sebanyak 23 orang relawan Tzu Chi dari  Hu Ai Pluit  datang ke lokasi kebakaran di daerah Rawa Bebek Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, tepat pada pukul 09.15 WIB. Setelah tiba relawan kemudian dibagi menjadi dua kelompok untuk membagikan kupon ini.  Kelompok pertama  dipimpin oleh Airu Shijie, Ketua Hu Ai Pluit untuk membagikan kupon di RT 001, dan kelompok kedua  di RT 014  dipandu oleh Koordinator Lapangan Hok Lay Shixiong. Tenda Posko Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia ini didirikan tepat di depan lokasi bekas kebakaran.

Menyusuri jalanan setapak yang sempit dan kumuh, saya mengikuti kelompok pertama membagikan kupon. Ditemani oleh Ketua RT 001, para relawan sampai di lokasi kebakaran.  Bambang Ng Shixiong, relawan Tzu Chi mulai memanggil para warga satu per satu sesuai daftar nama yang tercantum di kertas untuk menyerahkan kupon bantuan. 

foto    foto

Keterangan :

  • Sebelum memberikan bantuan, relawan Tzu Chi melakukan survei ke rumah-rumah warga agar bantuan yang diberikan dapat tepat sasaran (kiri).
  • Kebakaran yang terjadi pada tanggal 16 Januari ini mengakibatkan ratusan keluarga kehilangan tempat tinggal (kanan).

“Sepeda Baru”
Saat berjalan menyusuri ujung gang, ada sebuah rumah berlantai dua yang menjadi korban keganasan si “jago merah”. Tampak di dalamnya seorang anak perempuan cantik berusia 8 tahun yang memandangi puing reruntuhan yang telah menghitam seperti arang.  Semua isi  rumah termasuk buku pelajaran dan sepeda barunya hangus terbakar. Saya datang menghampiri Felicia, demikian dia dipanggil. “Mama Feli baru beliin sepeda,” katanya dengan wajah murung sambil menunjukkan sisa sepeda yang telah menjadi rangka besi hitam akibat hangus terbakar. Saya menuntun Feli keluar dari rumah karena takut fondasi rumahnya yang tersisa akan ambruk. Di depan rumah yang hangus itu tampak neneknya, Oma Yong (76) yang terus memerhatikan sebagian besar rumahnya yang terbakar. “Sekarang ini kita mengungsi ke rumah saudara di Tomang,” ucapnya pilu. “Saya hanya lari keluar rumah bawa tas surat penting, semuanya ludes,” Kata Oma Yong sambil meneteskan air mata dan tidak dapat melanjutkan pembicaraan.  Mama Feli, Ibu Kwe Yen (41 tahun)  yang menemaninya datang menjenguk rumah turut  menimpali, “Waktu kejadian kebakaran, saya sedang kerja di pabrik konveksi di Tanggerang, Feli lagi sekolah. Jadi mama hanya lari  menyelamatkan diri saja. Entah kapan bisa bangun rumah ini lagi, hasil kerja payah puluhan tahun hilang dalam sekejap. Saya menyesal tidak bisa cepat pulang untuk menyelamatkannya!” Suaranya parau menahan kepedihan yang dirasakan.

“Ibu, jangan menyesali musibah yang sudah terjadi, yang terpenting tidak ada korban jiwa, semua selamat dan harta yang hilang masih dapat dicari lagi,” demikian saya menyemangati  Ibu Kwe Lan dan Oma Yong sambil memegang tangan Feli. Saya pun teringat akan kata perenungan: “Kita Harus berusaha keras agar hidup tidak dilalui dengan penyesalan,  hidup yang demikian baru dikatakan bermakna.”  

Semangat tanpa kenal putus asa telah ditunjukkan oleh Bapak Kholid di usia senjanya (60), meskipun tempat tinggalnya sudah luluh lantak dilumat kobaran api. “Ini cobaan hidup saya,” katanya. Setelah menerima kupon untuk paket bantuan kebakaran, ia tetap melanjutkan bekerja membangun kembali rumahnya itu secara gotong royong dengan dibantu oleh kerabat dan adiknya dari puing-puing batu bata yang masih utuh.  “Saya membeli bahan bangunan setahap demi setahap sesuai dengan bantuan materi yang diterima,” ucap Kholid dengan keringat membasahi  keningnya di antara teriknya matahari.

foto  foto

Keterangan :

  • “Sekarang ini kita mengungsi ke rumah saudara. Saya hanya lari keluar rumah bawa tas surat penting, semuanya ludes,” kata Oma Yong sedih (kiri).
  • Sebanyak 105 paket bantuan kebakaran diberikan kepada para korban kebakaran. Bantuan berupa handuk, selimut, dan keperluan sehari-hari lainnya (kanan).

Siang hari pukul 13.15 WIB sebanyak 116 kupon kebakaran berhasil dibagikan oleh para relawan, dan hanya sekitar 105 paket kebakaran yang diambil oleh para korban kebakaran yang datang ke Posko Bantuan Tzu Chi.  Di dalam setiap kotak besar berisikan antara lain handuk, selimut, dan keperluan sehari-hari lainnya. Tampak senyuman terpancar dari para penerima bantuan paket ini yang membuat hati  para relawan turut berbahagia melihatnya.  

Selama hidup kita harus senantiasa belajar. Semakin banyak belajar maka semakin tumbuh jiwa kebijaksanaan kita. Belajar langsung dari seorang Bapak Kholid yang luar biasa dan sangat patut  kita acungkan jempol karena dapat menerima sebuah musibah sebagai suatu percobaan hidup dengan bersikap tabah, pasrah dan tetap optimis menjalaninya.  Belajar semangat seperti ini tentu tidak dapat diperoleh dari bangku pendidikan formal di sekolah manapun, tetapi kita harus terjun langsung di lapangan dan turut merasakan penderitaan yang dialaminya. Tugas kita sebagai relawan adalah bukan hanya semata memberikan bantuan materi,  tetapi juga bantuan spiritual (semangat) kepada mereka yang sedang menderita.

Kisah para korban si “jago merah” ini  memberikan pengalaman yang sangat berarti bagi kita bahwa di dalam menjalani kehidupan ini, kita harus senantiasa hidup penuh dengan rasa bersyukur dan turut berempati atas penderitaan orang lain. Dengan membaur di dalam kehidupan masyarakat dan melakukan sesuatu secara nyata, baru kita dapat mengenal arti kehidupan yang sesungguhnya.    Kehidupan yang penuh berkah dan kepuasan adalah ketika mampu menjadikan kegembiraan orang lain sebagai kebahagiaan diri sendiri ataupun ketika kita turut merasakan penderitaan orang lain sebagai  rasa duka  yang dapat menambah jiwa kebijaksanaan kita.

  
 

Artikel Terkait

Memberikan Pendampingan Kekeluargaan

Memberikan Pendampingan Kekeluargaan

18 Oktober 2019

Agar bisa mempertajam tekad relawan amal, Tzu Chi Batam kembali mengadakan pelatihan bersama (Gong Xiu) bagi para relawan amal. Kegiatan yang diadakan pada tanggal 15 September 2019 ini diikuti oleh 53 orang peserta.

Waisak 2555: Tzu Chi Pekanbaru

Waisak 2555: Tzu Chi Pekanbaru

26 Mei 2011
Kegiatan ini mendapatkan tanggapan positif dari para hadirin. Seperti yang dikatakan oleh Phie Siong Leng beserta istri, “Kegiatan cuci kaki ini adalah wujud nyata bakti anak kepada orangtua, dan ini adalah pendidikan nyata di dalam masyarakat yang saat ini sudah sangat jarang kita temui dan Tzu Chi melakukannya,” katanya.
Secangkir Teh Hangat untuk Ayah dan Ibu

Secangkir Teh Hangat untuk Ayah dan Ibu

04 Januari 2021
Cuaca mendung tak menyurutkan semangat peserta kelas budi pekerti Tzu Chi di He Qi Barat untuk mengikuti Temu Kangen secara virtual yang mengusung tema “Bakti kepada Orang Tua”. Kegiatan kali ini sungguh berbeda dengan pertemuan sebelumnya yang juga berlangsung secara virtual akibat pandemi COVID-19 yang tak kunjung usai. 
Melatih diri adalah membina karakter serta memperbaiki perilaku.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -