Tak Ada Kata Menyerah

Jurnalis : Himawan Susanto , Fotografer : Anand Yahya
 
foto

* Usai memeriksa mata kanan Doni dan mengetahui penglihatannya tak bisa kembali normal, Eva Wiyogo pun membelainya penuh kelembutan. Di usia yang masih belia, Doni harus kehilangan cahaya terang di dalam kehidupan, selamanya.

Semoga Anda masih ingat dengan Doni, pasien anak di bakti sosial kesehatan mata Tzu Chi yang diadakan di Klinik Brimob Kelapa Dua, Depok tanggal 25 Oktober 2008 lalu. Saat kontrol pertama pascaoperasi, tanggal 26 Oktober, penglihatan Doni tak bisa normal kembali. Namun, saat itu Suster Wenny mencoba memberikan mereka harapan, semoga saat kontrol kedua di Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat tanggal 31 Oktober terjadi perubahan dan mukjizat bagi Doni sehingga mendatangkan kebahagiaan bagi Doni dan kedua orangtuanya.

   
Juma’t pagi, pada hari yang dijanjikan Suster Wenny, pukul 06.00 pagi Doni dan kedua orangtuanya telah terlihat duduk menunggu di halaman RSKB Cinta Kasih. Mereka akan memeriksakan kembali kondisi mata kanan Doni di kontrol kedua. Selama menunggu waktu kontrol, mereka tinggal sementara di rumah kontrakan bibi Doni di Sunter, Jakarta Utara. Selama waktu menunggu itu, Doni biasanya memanfaatkan waktu dengan berjalan mondar-mandir ke depan dan belakang rumah.

Pagi itu, Doni mendapatkan nomor antrian 38. Saat saya bertanya kepada Estini, ibunda Doni, bagaimana jika penglihatan Doni tak bisa normal kembali? “Sedih kali yah, kalau sampai tidak berhasil. Gimana yah, kita usahakan dulu,” jawab Estini yang selalu tidak pernah merasa putus harapan.

“Kita sudah menjalani 2 tahun (pengobatan –red), kita hanya pasrah dan menerima. Jika anaknya mau sekolah, akan disekolahkan. Namun sekarang ia tidak mau sekolah,” tambah Estini yang juga mengatakan jika pengobatan telah selesai mereka akan segera kembali ke Pacitan, Jawa Timur, kampung halaman mereka. Dahulu mereka sebenarnya sempat berobat ke sebuah rumah sakit khusus mata di Jakarta, namun karena biaya yang tak terjangkau mereka pun mundur dan tidak melanjutkan pengobatan.

foto   foto

Ket : - Sebelum masuk dan diperiksa di ruang poli mata, Hendra membuka perban yang selama ini menutupi mata
           kanan Doni. Saat itulah, kenyataan perlahan terkuak, Doni tak lagi bisa melihat indahnya dunia. (kiri)
         - Di usia yang masih sangat belia, Doni harus menerima kenyataan terpahit dalam hidupnya karena tak lagi
           dapat melihat dunia untuk selamanya. (kanan)

Sebelum berobat di Tzu Chi, selama lebih dari 2 tahun mereka telah melakukan berbagai upaya pengobatan yang kesemua hasilnya nihil. Meski begitu, Doni tidak merasa lelah untuk menjalani pengobatan. ”Pengin sembuh,” tuturnya polos beralasan. Setelah menunggu selama 30 menit, saat untuk diperiksa pun tiba. Ditemani ayah tercinta, Doni memasuki ruang poli mata RSKB Cinta Kasih.

Eva Wiyogo, relawan Tzu Chi kemudian membimbing Doni duduk di sudut ruangan. Ia membuka perban yang menutup mata kanan Doni. Lalu ia bertanya berapa angka yang dapat dilihat Doni. “Tak kelihatan,” jawabnya. Jarak 1 meter, 30 sentimeter, dan kemudian di depan mata kanan Doni, Doni tetap berkata tak melihat apapun. Eva pun menggelengkan kepala. Gelengan kepala pertanda Doni tak dapat melihat sama sekali.

foto   foto

Ket : - Eva menggerak-gerakkan tangan kanannya di hadapan mata kanan Doni, namun cahaya terang itu tak
           kunjung datang, dan menghampiri mata kanan Doni. (kiri)
         - Bulir-bulir air mata kesedihan dan kekecewaan Estini mengalir deras saat ia mengetahui buah hatinya
           tak lagi dapat melihat untuk selamanya. Usaha mereka selama lebih dari 2 tahun ini belum dapat
           mengembalikan cahaya terang di mata Doni. (kanan)

Ia lalu membimbing Doni menemui dr Esti yang akan segera mendiagnosa mata kanannya dan memanggil ayah Doni yang menunggu di sudut lain. “Sudah berapa lama ia tak dapat melihat, dan apakah sebelumnya matanya suka jalan-jalan dan goyang-goyang?” tanya dr Esti kepada Ale, ayah Doni. “Sudah hampir 3 tahun tidak melihat, sejak kelas 5 SD. Dan memang matanya suka jalan-jalan dan goyang-goyang. Dan ia juga pernah jatuh,” jawab Ale. Dr Esti pun kemudian menjelaskan kondisi yang dialami Doni. Akibat jatuh, Doni mengalami peradangan di syaraf-syaraf matanya. Operasi kataraknya telah berhasil dilakukan. Dokter telah bekerja dengan baik. Setelah kataraknya berhasil dibersihkan, baru terlihat bahwa syaraf mata Doni telah rusak. Ibarat lampu senter, operasi katarak adalah operasi penggantian bola lampu. Namun karena kabel-kabel (syaraf mata –red) Doni telah mengalami kerusakan maka penglihatan Doni tak bisa lagi kembali. Donor mata pun tak bisa dilakukan karena kornea mata Doni baik-baik saja. Kondisi yang hampir sama terjadi di mata kirinya.

Dr Esti kemudian menyarankan Ale untuk mendatangi Yayasan Mitra Netra di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. “Pak, kita sudah berusaha maksimal namun ternyata tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Agar anak bisa mandiri, Doni khan masih kecil, ia harus bisa mandiri. Tidak bisa bergantung sama Bapak dan Ibu terus,” tambah Suster Wenny seusai memberikan alamat Yayasan Mitra Netra kepada Ale.

foto   foto

Ket : - "Silau," itulah kata-kata yang terucapkan oleh Doni saat dr Esti memeriksa mata kanannya. Doni hanya
           mampu melihat kilauan cahaya dengan intensitas tinggi. (kiri)
         - Kasih orangtua tiada batasnya. Meski harus mengorbankan materi, waktu, tenaga, dan pikiran, orangtua
           Doni terus berjuang mencari penyembuhan bagi buah hati tercinta mereka. Selamat berjuang Doni, doa
           kami selalu menyertaimu! (kanan)

Kesedihan, harapan yang tak terwujud, dan penyesalan terlihat jelas di wajah Ale. Usahanya menyembuhkan Doni belum jua terwujud. “Perasaannya sudah berusaha ke sana ke sini, namun hasilnya begini. Penyesalan sih ada, namun tetap terima kasih sama Tzu Chi,” ungkapnya penuh syukur.

Ale lalu membimbing keluar Doni dan menemui Estini yang sedari tadi telah menunggu dengan cemas berita yang akan ia terima. Saat mengetahui bahwa kedua mata Doni dipastikan tak lagi dapat melihat, ia pun tertegun dan terdiam. ”Sedih. Kurang tahu apa yang akan dilakukan. Kami ingin berusaha lagi. Mencoba untuk berobat lagi. Tidak ada rasa penyesalan. Tapi gimana yah, penginnya sembuh. Kami mau pulang ke Pacitan,” itulah untaian kata-kata yang meluncur dari Estini disertai bulir-bulir air mata yang mengalir keluar dari kedua kelopak matanya.

Keluarga sederhana itu pun perlahan berjalan beriringan meninggalkan halaman depan RSKB Cinta Kasih. Lambaian tangan kami melepas kepulangan mereka. Perasaan sedih, kecewa, dan tersentuh pun kami rasakan meski belum lama kami mengenal mereka. Sayangnya, harapan mereka dan kami saat ini tidak terwujud bagi Doni tercinta!!

 

Artikel Terkait

Setetes Darah untuk Kemanusiaan

Setetes Darah untuk Kemanusiaan

11 Oktober 2024

Membantu persediaan stok darah yang terbatas, relawan Tzu Chi Medan rutin menggelar donor darah. Kali ini, relawan di komunitas Hu Ai Mandala Medan bekerja sama dengan UTD RS Adam Malik Meda mengadakan donor darah di Sekolah WR Supratman.

Kerja Sama Tzu Chi Indonesia dengan Politeknik PU untuk SDM Unggul, Profesional, dan Berkarakter

Kerja Sama Tzu Chi Indonesia dengan Politeknik PU untuk SDM Unggul, Profesional, dan Berkarakter

10 Juni 2024

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan Politeknik PU menandatangani kerja sama untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia Unggul dan Profesional dengan Karakter Budaya Humanis.

Pelatihan dan Sosialisasi Calon Anggota TIMA Medan

Pelatihan dan Sosialisasi Calon Anggota TIMA Medan

24 Oktober 2022

Para calon anggota TIMA Medan berkumpul di Kantor Tzu Chi Medan guna mengikuti rangkaian pelatihan dan sosialisasi gabungan (secara terpusat) anggota TIMA Indonesia secara daring dengan dipandu dr Willey Eliot dan diikuti oleh 28 peserta. 

Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -