Tak Hanya Berdebat Saja!

Jurnalis : Himawan Susanto , Fotografer : Himawan Susanto
 
foto

* Tidak hanya berdebat, para peserta debat pelestarian lingkungan juga terjun langsung dan merasakan bagaimana proses sampah yang dipilah dan kemudian didaur ulang. Dari sampah menjadi emas dan kemudian berbuah menjadi cinta kasih.

Senin sore, 3 November 2008 pukul 14.00, ruang serbaguna Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat riuh rendah oleh mahasiswa dan mahasiswi peserta lomba debat bertema lingkungan yang digagas oleh debating club (kelompok debat) Universitas Atmajaya Jakarta bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup RI.

Jika biasanya mereka ramai berdebat, sore itu mereka dengan serius menyimak materi misi pelestarian lingkungan yang disampaikan oleh Suriadi dari divisi pelatihan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.

Sebanyak 56 peserta debat yang berasal dari Universitas Indonesia Jakarta, Institut Teknologi Bandung, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Jakarta, Universitas Bina Nusantara Jakarta, Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Universitas Udayana Bali, Universitas Parahyangan Bandung, dan Universitas Bina Nusantara Internasional Jakarta ini dengan antusias menyaksikan tayangan profil Tzu Chi dan isyarat tangan berjudul Sebuah Dunia yang Bersih yang dipersembahkan oleh murid-murid SD Cinta Kasih Tzu Chi.

"Kegiatan ini adalah bagian dari praktek kepada lingkungan," ungkap Paula, panitia debat dari Universitas Atmajaya. Di satu kesempatan, Suriadi bertanya kepada para peserta usai menyaksikan tayangan misi pelestarian lingkungan Tzu Chi, "Apa bedanya Tzu Chi dengan mereka yang berprofesi sebagai pemulung?" "Kalau Tzu Chi dananya digunakan untuk membantu orang lain yang membutuhkan, sedangkan para pemulung untuk diri mereka sendiri," jawab Edwin Dirgantara, seorang peserta debat dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.


foto   foto

Ket : - Edwin dari STAN menjawab pertanyaan Suriaadi tentang perbedaan Tzu Chi dengan pemulung dalam
           mengumpulkan sampah daur ulang. (kiri)
        - Sebelum memilah sampah, sarung tangan dan masker pun diberikan kepada para peserta lomba debat
           tentang lingkungan ini. (kanan)

Usai menyaksikan tayangan tentang pelestarian lingkungan, para peserta dibagi menjadi 6 kelompok dan segera menuju posko daur ulang Tzu Chi. Tiba di depan posko, sarung tangan dan masker pun segera dibagikan. Mereka pun satu demi satu mulai mengenakan masker dan sarung tangan. Awalnya mereka diperkenalkan tentang berbagai jenis sampah yang ada di posko daur ulang. Setelah puas melihat sampah yang menggunung, barulah mereka melakukan proses daur ulang. Ada yang bertugas memilah kertas, plastik botol kemasan, alumunium, plastik biasa, dan sampah umum.

Dari sekian banyak peserta, Febi dari universitas Atmajaya tampak asyik dan menikmati proses mendaur ulang sampah sore itu. Ia bahkan duduk di atas tumpukan sampah kertas yang sedang dipilahnya. "Abis yah penasaran sama milah-milah sampah. Pengin tahu gimana rasanya. Ini Pengalaman pertama kali. Belum pernah sama sekali," urainya.

Awalnya ia berpikir bahwa sampah yang akan dipilah adalah sampah yang benar-benar seperti sampah yang tercampur satu sama lain seperti di kali, bau, dan segala macamnya. "Tidak yang seperti ini, bener-bener sampah yang bersih banget. Adanya tempat ini berguna banget, cuman masih kurang banyak karena sampah di Jakarta sedemikian banyak. Tambahin lagi (poskonya) aja," ujarnya.

Edwin pun kembali memberikan pendapatnya. Menurutnya, ia dan mahasiswa lain awalnya tidak begitu sadar akan lingkungan, namun karena dalam lomba debat biasanya ada topik mengenai lingkungan, maka mereka akhirnya lalu mencari data mengenai lingkungan. Data ini digunakan untuk debat. Dari proses ini mereka menjadi tahu apa yang terjadi terhadap lingkungan. Dari situ mereka menjadi tahu dan sadar akan lingkungan. "Di teman-teman debater sendiri kita telah belajar untuk mengurangi penggunaan botol minuman kemasan dan menggantinya dengan botol minum sendiri. Saat mengadakan acara pun tidak lagi dengan menggunakan plastik yang banyak," tuturnya dengan pengucapan yang cepat.


foto   foto

Ket : - Bagi sebagian besar peserta, inilah pengalaman pertama kalinya mereka mengetahui berbagai macam
           sampah dan melakukan sendiri proses daur ulang. (kiri)
         - Dengan semangat, seorang peserta debat memilah sampah kaleng minuman kemasan. Satu demi satu
           kaleng itu ia pilih dan masukkan ke dalam keranjang yang telah tersedia. (kanan)

"Dalam lomba debat ini awalnya kita memang ingin menjadi juara. Sesuai berjalannya waktu akan ada pelajaran langsung, ingin mengetahui jenis dan barang yang bisa dipilah," tambahnya.

Edwin pernah mendengar Tzu Chi dari DAAI TV. Saat itu tayangannya mengenai program kesehatan dan pendidikan. Kini saat ia datang dan melihat langsung misi pelestarian lingkungan yang dilakukan Tzu Chi, ia terkesan.

"Pada saat memilah, pada intinya ada perasaan ketidakinginan kali yah. Tetapi ketika sudah terjun ada perasaan dimana kesadaran itu timbul bahwa ini nih kalau kita terlalu banyak menggunakan plastik namun ternyata ada orang yang memilah untuk kita dan hasilnya untuk kebaikan lagi. Dari sampah itu bisa menghasilkan kebaikan," paparnya panjang lebar.

Kelompok debat yang biasanya hanya mendebatkan suatu topik kini perlahan berpraktek langsung. Dari praktek langsung, khasanah dan wawasan pun bertambah.

 

Artikel Terkait

Bersama-sama Menghadapi Pandemic Covid 19

Bersama-sama Menghadapi Pandemic Covid 19

30 Agustus 2021

Tzu Chi Medan komunitas Heqi Jati dalam rangka Bulan Tujuh Penuh Berkah, mengadakan kegiatan Gathering relawan pada tanggal 23 Agustus 2021 yang diikuti 75 orang relawan dengan tema Bersama-sama Menghadapi Covid 19 dan Marilah berpola hidup vegetarian.

Kasih Tanpa Pamrih di Desa Tanjung Batu Kecil

Kasih Tanpa Pamrih di Desa Tanjung Batu Kecil

12 November 2021

Relawan Tzu Chi Tanjung Balai Karimun merenovasi rumah seorang lansia bernama Siti Kaum (92) di Desa Tanjung Batu Kecil, Provinsi Kepulauan Riau karena kondisi rumahnya sangat memprihatinkan.

Internasional: Bantuan Bagi Korban Banjir

Internasional: Bantuan Bagi Korban Banjir

15 Juli 2011
Lebih dari 500.000 orang menjadi korban bencana topan yang melanda Filipina pada tanggal 16 Juni. Relawan Tionghoa dan Filipina segera menolong Kota Marikina, kawasan Metro Manila, dimana mereka menyampaikan bantuan kepada korban topan Ketsana.
Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tidak terhingga.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -