Tak Kenal Maka Tak Sayang (bagian kedua)
Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan SusantoLelah dan letih selama perjalanan seketika hilang saat para guru ini menerima pemberian sebuah handuk dingin dari relawan Tzu Chi yang dIpergunakan untuk menyeka wajah dan tangan yang berpeluh. |
| ||
Siang itu, udara cukup terik bersinar. Jalan raya yang di pagi hari lenggang kini telah ramaii dengan lalu lalang kendaraan, baik yang berukuran kecil maupun besar. Maka, waktu tempuh pun menjadi lebih lama lagi. Mari kita tinggalkan rombongan ini sejenak dan beralih ke Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi yang juga berada di Cengkareng. Di sana, para relawan Tzu Chi dengan sabar menanti kedatangan rombongan. Untuk memastikan sudah sampai di mana jalan yang dilalui rombongan, beberapa relawan tak henti-hentinya bertanya kepada beberapa guru sekolah Cinta Kasih Tzu Chi yang ikut di dalam bus. Hingga pukul 15:00 Wib, rombongan belum jua tiba di tempat. Tak lama terdengar informasi jika bus sudah memasuki halaman Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi. Para relawan pun lantas bersiap-siap menyambut kedatangan mereka. Saat rombongan tiba dan memasuki ruangan acara, lagu selamat datang dan tepuk tangan yang dilakukan oleh relawan Tzu Chi pun berkumandang. Tak pernah mendapat sambutan seperti ini, beberapa guru tampak terlihat senyum sumringah. Rasa lelah dan letih yang dirasakan para guru usai menempuh perjalanan jauh dari Parung pun seketika hilang saat relawan Tzu Chi menyodorkan sehelai handuk putih yang dingin dan basah. Dengan senyum para guru ini menerima handuk yang diberikan dan segera menyeka muka serta tangan mereka. Wajah-wajah yang tadinya terlihat lelah kini telah bersinar dan bersemangat kembali. Apalagi, mereka segera dipersilahkan menikmati makan siang, walau memang agak sedikit terlambat. Makin Kenal Makin Sayang Tidak itu saja, 2 orang relawan Tzu Chi juga tampil memberikan sharingnya. Mereka adalah Abdul Rojak Baasyir dan Ustad Agus Yatim. Di sharing ini, Ustad Agus Yatim menjelaskan secara singkat bagaimana ia awalnya mengenal Tzu Chi. Dari yang tadinya hanya mengenal, kemudian menganalisa lantas memutuskan serta yakin bahwa Tzu Chi adalah sebuah organisasi yang lintas suku, agama, ras, dan golongan. Pendapat serupa juga dituturkan oleh Abdul Rojak. Menurut mereka, masuk dan bergabung menjadi relawan Tzu Chi adalah sebuah keputusan yang baik dan tepat.
Ket : - Usai menjalankan shalat Ashar bersama, Helmi - guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi pun membuka acara perkenalan di sore hari itu. (kiri) Tak lengkap rasanya jika di dalam kunjungan luar biasa ini tak ada sesi tanya jawab. Maka Suryadi Shixiong pun membuka lebar-lebar ruang tanya jawab. Kesempatan itu rupanya tidak disia-siakan oleh Yunazar Manjang, Ketua Komite Sekolah SMA Negeri 1 Padang. Bukannya bertanya, Yunazar Manjang malah mengucapkan terima kasih kepada Tzu Chi yang secara langsung memberikan bantuan ke Sumatera Barat, tidak saja pada saat gempa namun juga paska gempa. ”Tetapi sekarang sudah dapat membantu pembangunan sekolah terbaik di Sumbar, SMA 1 Padang. Dampaknya dapat berguna untuk anak didik di masa mendatang,” katanya. Menurutnya lagi, Yunazar mendapatkan gambaran yang bagus dari tinjaun hari ini bahwa mereka ini (Tzu Chi) betul-betul cinta kasih tanpa membedakan Suku, Agama, Ras, dan Golongan. ”Yang jelas itu eksyen mereka gitu. Mereka (Tzu Chi) melaksanakan apa yang terasa,” tambahnya. Ia pun mencontohkan apa yang dilihatnya di Posko Daur Ulang Tzu Chi. Bahwa sampah-sampah di sini dibersihkan dengan cepat dan dana yang dihasilkan dipergunakan untuk membantu mereka yang membutuhan. ”Ini satu hal yang perlu ditiru. Salah satu misi mereka (Tzu Chi) adalah menimbulkan perasaan, saya ini betul-betul tersentuh,” kata Yunazar Manjang yang merupakann salah satu guru besar di Universitas Andalas ini. Terakhir Yunazar mengatakan, ”Kalau kita dibantu, sekurang-kurangnya harus mengembalikan bantuan itu dengan cara lain. Saya sebagai ketua komite sekolah, langsung mendukung dan menjadi anggota yayasan Buddha Tzu Chi. Karena di lagu tadi dikatakan tidak ada orang yang tidak kita kasihi, tidak ada orang yang saya percaya, dan tidak ada orang yang tidak saya maafkan.” Guru Harus Pandai Bersikap dan Memutuskan Ia menambahkan, ”Ternyata di sini kami dapat melihat. Jujur kami katakan Buddha Tzu Chi betul-betul sangat memperhatikan semua aspek agama yang ada di seluruh Indonesia.”
Ket : - "Dari Padang saya baru yakin 33,9% terhadap Tzu Chi, sekarang sudah 99%," kata Ernella Med, guru SMAN 1 Padang saat sesi tanya jawab. (kiri). Ernella pun kemudian menerawang keadaan di Sumatera Barat yang memang suasana pendidikannya paska gempa dalam keadaan menyedihkan. ”Kami takut lost generasi secara kualitas dan mutu. Kalau lost generasi, otomatis para intelektual yang ada di SMA 1 berkurang. Padahal SMA 1 ini sangat diharapkan khususnya untuk Sumatera Barat. Kami takut ini tidak terjalin dan tidak meningkat lagi,” ungkapnya prihatin. Ia pun lantas berharap dengan adanya uluran tangan dari Buddha Tzu Chi ini, mudah-mudahan lost generation dapat dihindari. Apalagi dalam satu bulan ke depan, insya Allah, mereka dari Pokja Kesiswaan SMA 1 Padang akan mencoba menguji dalam bentuk sistem ujian mandiri untuk merekrut siswa siswi kelas 1 atau kelas 10 untuk masuk ke SMA 1 Padang. Dalam kunjungan ini, Ernella kembali berkata bahwa, ”Gambaran awal sangat berbeda dengan apa yang dilihat kemudian. Jujur kami katakan sangat berbeda, Tapi saya pribadi setelah melihat itu semua seperti langit dan bumi. Sangat-sangat jauh sekali perbedaannya.” ”Saya melihat dari awal sampai akhir, jujur saya katakan saya sebetulnya ingin melihat dengan mata kepala saya sendiri bagaimana nuansa dari Buddha Tzu Chi untuk bisa menjalin kerja sama dalam rangka lintas agama seperti ini,” tambahnya. Maka agar pemahaman yang didapat menyeluruh, ia pun banyak bertanya, baik kepada teman-teman guru di Aceh, Yogyakarta, dan bahkan di Jakarta. ”Apalagi guru-guru yang ada di Buddha Tzu Chi (Sekolah Cinta Kasih) juga banyak yang dari Sumatera Barat,” ujarnya. Tidak heran, sebelum sampai pada titik tujuan seperti pesantren ramadhan tadi, ia sudah banyak bertanya kepada guru-guru lainnya. Bagi Ernella, pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan sangatlah penting dan berguna. Baginya, seseorang itu harus melihat dengan mata sendiri, harus membuktikan, dan tidak boleh mudah percaya dengan orang lain, tetapi harus mencari tahu kebenaran sesungguhnya. ”Namanya juga guru. Guru harus selektif. Guru harus pandai bersikap, namun guru juga harus bisa memutuskan,” katanya. Sebab itu, Ernella pun mengatakan bahwa Buddha Tzu Chi itu adalah salah satu Yayasan Lintas Agama yang sangat memperhatikan dan menomorsatukan pendidikan di dunia khususnya Indonesia. Dengan itu, ia pun akan memberitahukan apa yang ia lihat kepada anak didiknya. ”Tanggung jawab saya sebagai seorang ibu. Sebagai seorang guru, saya akan memberitahu apa adanya yang ada di lapangan ini. Dengan apa yang tertera dan kami amati ini. Saya tidak akan membohongi siapa saja. Saya akan katakan Buddha Tzu Chi adalah salah satu lintas agama yang sangat memperhatikan pendidikan dunia,” ujarnya lagi. Ia juga mengajak semua orang untuk melihat kenyataan dan bersatu. ”Kita satu untuk tujuan pendidikan. Manfaatnya, pasti untuk perkembangan pendidikan-untuk memotivasi anak-anak kami yang dalam keadaan sudah hampir kehilangan kepercayaan. Mudah-mudahan dengan situasi seperti ini anak-anak kami bangkit kembali dan anak-anak bisa membangkitkan gairah belajar mereka dan mereka dapat mengatakan bahwa SMA 1 Padang tetap jaya,” tegasnya. Berlanjut ke bagian tiga...Tak Kenal Maka Tak Sayang..... | |||