Tak Kenal Maka Tak Sayang (bagian pertama)

Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan Susanto
 
 

fotoDisaksikan guru-guru SMAN 1 Padang, ribuan santri dan santriwati mempertunjukkan bahasa isyarat tangan Satu Keluarga yang telah mereka pelajari sejak lama.

Tak kenal maka tak sayang, makin kenal makin sayang, itulah ungkapan yang sering kita dengar dalam kehidupan kita sehari-hari. Sekilas, ungkapan itu mungkin terdengar klise atau basa basi di zaman yang katanya serba instant ini, namun pada kenyataannya ungkapan itu benar adanya. Apalagi jika dari awal kita memang senantiasa berpikir positif dan membuka pintu hati.

Sabtu pagi, pukul 07.30 wib tanggal 13 Maret 2010, di sudut Hotel Kalisma yang berada di daerah Tanah Abang Jakarta tampak sebuah bus berwarna biru langit yang di keempat dindingnya tertulis Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Ada apa gerangan? Mengapa bus yang biasanya ada di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng kini terparkir manis di sini. Tak lama, dari pintu hotel Kalisma berbondong-bondonglah puluhan laki-laki dan perempuan yang semuanya mengenakan baju seragam berwarna merah dan langsung menaiki bus. Siapakah mereka?

Tak lama, di dalam bus terdengar percakapan dalam Bahasa Minang antara para guru dari Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi dengan mereka yang berseragam merah tadi. Rupanya, orang-orang yang berseragam merah itu adalah guru-guru dari SMA Negeri 1 Padang yang sedang melakukan kunjungan di Jakarta. Pagi itu, didampingi oleh 8 guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, 35 guru SMA Negeri 1 Padang yang dipimpin oleh Jufril Siry akan menyambangi Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman, Parung Bogor.

Pukul 07:35 wib, bus pun perlahan meninggalkan Hotel Kalisma dan menyusuri jalanan kota Jakarta yang cukup lenggang. Tepat 1 jam kemudian, tanpa mengalami kemacetan dan halangan yang berarti bus pun tiba di Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman, Parung Bogor. Saat itu, Heming shixiong menyambut kedatangan mereka. Saat anggota rombongan telah lengkap, Heming shixiong pun mengantarkan rombongan menemui As Syekh Habib saggaf bin Mahdi bin Syekh Abu Bakar bin Salim yang sedang memberikan ceramah di Masjid Thoha.  

foto  foto

Ket : - Dalam kunjungan ini, para relawan Tzu Chi dari Kantor Penghubung Padang juga turut mendampingi           para guru dari SMA Negeri 1 Padang yang datang ke Pesantren Nurul Iman Parung, Bogor. (kiri)
       - Saat mengunjungi Kampus Biru, Habib pun menjelaskan, berdialog, dan berdiskusi dengan para guru          SMAN 1 Padang ini. (kanan)

Sambutan Nan Luar Biasa
Setibanya rombongan di Masjid Thoha, As Syekh Habib saggaf bin Mahdi bin Syekh Abu Bakar bin Salim, kerap disapa Habib Saggaf, yang sedang berceramah kepada ribuan santri dan santriwati pun menghentikan aktivitasnya. Ia dengan gembira menerima dan menyalami satu demi satu anggota rombongan. Di awal pertemuan ini, Habib Saggaf lantas berbagi informasi kepada rombongan bagaimana ia sejak awal mendirikan pesantren dan bagaimana perkembangannya hingga saat ini.

Saat itu, ia juga memperkenalkan beberapa produk yang sudah dihasilkan oleh para santri dan santriwati pesantren, salah satunya adalah air minum dalam kemasan yang saat itu diminum oleh seluruh anggota rombongan. Tidak itu saja, Habib Saggaf juga menjelaskan bagaimana pesantren ini berjodoh dengan Tzu Chi dari awal hingga kini. Dalam kesempatan itu, ditampilkan juga pertunjukkan kesenian marawis yang dibawakan oleh para santri. Saking merdu dan enaknya marawis yang ditampilkan membuat para guru khususnya para guru perempuan meminta tambahan pertunjukan. Sebuah permintaan baik yang sulit untuk ditolak para santri.

Saat itu, para santri juga menampilkan seni marawis modifikasi ala kesenian Jawa dan kembali sambutan meriah diberikan para anggota rombongan. Di akhir sesi, dipimpin oleh seorang santri senior, ribuan santri dan santriwati melakukan pertunjukkan bahasa isyarat tangan ”Satu Keluarga”. ”Kita satu keluarga, saling dukung saling percaya,” itulah kata-kata bijak dan indah yang dilantunkan para santri dan santriwati bersama-sama.

foto  foto

Ket : - Seorang guru SMAN 1 Padang tampak memperhatikan bagaimana para santri di Pondok Pesantren             Nurul Iman membuat roti yang sebagian besar produksinya dikonsumsi sendiri dan sebagian             kecil lainnya dijual kepada masyarakat. (kiri).
         - Selain belajar di pesantren, para santri juga belajar berwirausaha, salah satunya dengan memproduksi             air minum dalam kemasan yang diberi nama Ointika. (kanan)

Keliling Pesantren
Usai perkenalan sekilas, Habib Saggaf lantas mengajak rombongan berkunjung ke Kampus Biru. Kampus Biru sendiri adalah sebuah bangunan sekolah beratap biru yang dibangun oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Walau gedung itu didirikan oleh Tzu Chi, namun pengelolaan dan managemen keseluruhan tetap berada di bawah kendali pondok pesantren.

Selain bantuan gedung bagi para santri dan santriwati, Tzu Chi juga turut memberikan beras, pelatihan tata cara bercocok tanam, mengajarkan proses daur ulang sampah, membuat air minum dalam kemasan, serta pendirian pabrik roti. Semua program dibuat tak lain bertujuan untuk membuat pesantren mandiri.

Rombongan lantas melihat bagaimana proses pembuatan dan penyulingan air minum dalam kemasan. Dari sini, rombongan menuju pabrik roti untuk melihat bagaimana terampilnya tangan-tangan kecil santri di pondok pesantren ini membuat roti. Di dalam sebuah ruangan yang tak begitu luas, tangan-tangan terampil yang bersarung plastik tersebut tampak asyik menggeleng-geleng adonan dan memasukkan rasa roti yang diinginkan. Rupanya tidak cukup hanya melihat saja, para anggota rombongan lantas mencicipi roti matang yang ditawarkan para santri. ”Enak, hangat, dan nikmat,” itulah kata-kata yang terdengar dari mereka yang memakannya. Berlanjut ke bagian dua....Tak Kenal Maka Tak Sayang

  
 
 

Artikel Terkait

Sampah Bukan Warisan

Sampah Bukan Warisan

10 Juli 2019

Kegiatan pameran Jing Si Books & Cafe diadakan untuk kedua kalinya di Summarecon Mall Serpong, Tangerang, Banten dengan topik Misi Pelestarian Lingkungan bertema Sampah Bukan Warisan. Pameran yang diadakan pada hari Sabtu dan Minggu, 22 – 23 Juni 2019 ini banyak didukung oleh para relawan dari Komunitas He Qi Barat 2. Pada hari Sabtu 22 Juni tercatat 114 relawan dan 23 Juni ada 111 relawan Tzu Chi yang hadir untuk mendukung kegiatan pameran pelestarian lingkungan ini.

Menilai Karakter Bukan Masalah Bermain dengan Angka

Menilai Karakter Bukan Masalah Bermain dengan Angka

14 Oktober 2014 Seminar yang dilatarbelakangi oleh kepedulian para pendidik Buddhis akan pentingnya karakter berdasarkan nilai Buddhis ini dirasa penting bagi Badan Koordinasi Pendidikan Buddhis Indonesia (BKPBI). Dengan mengundang delapan pembicara, BKPBI mengajak peserta untuk saling berbagi pengetahuan mengenai pendidikan karakter.
Kamp Pelatihan Relawan Komite & Calon Komite 2017: Tzu Chi sebagai Ladang Pelatihan Diri

Kamp Pelatihan Relawan Komite & Calon Komite 2017: Tzu Chi sebagai Ladang Pelatihan Diri

13 Maret 2017

Selama dua hari, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan Kamp Pelatihan Relawan Komite & Calon Komite 2017. Kamp berlangsung di Gedung Aula Jing Si, Tzu Chi Center. Kamp dibuka tanggal 11 Maret 2017 dan dihadiri oleh 580 peserta dari berbagai daerah di Indonesia.

Umur kita akan terus berkurang, sedangkan jiwa kebijaksanaan kita justru akan terus bertambah seiring perjalanan waktu.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -