Tak Merasa Sendirian Karena Mendapat Perhatian Relawan Tzu Chi
Jurnalis : Khusnul Khotimah, Fotografer : Khusnul KhotimahBantuan dari Tzu Chi juga perhatian para relawan membuat Wahyudianto (28) tak merasa sendirian. Yudi, begitu ia biasa disapa sudah 17 tahun ini didera rasa sakit yang luar biasa karena penyakit TBC Tulang. Akibat penyakit ini, ia lumpuh. Dan untuk tetap bisa beraktivitas, Yudi pun mesti merangkak.
Selasa pagi itu, 9 Agustus 2022, Johan Kohar, Ketua Misi Amal He Qi Timur menyempatkan untuk mengunjungi Yudi, sekaligus memberikan jatah bantuan Yudi.
“Silahkan masuk, Pakde…,” sambut Yudi sangat senang. Yudi memang selalu memanggil Johan Kohar Pakde, yang berarti paman.
Tujuh belas tahun tentu bukan waktu yang sebentar, apalagi jika harus menahan rasa sakit. Itulah yang dirasakan Yudi, penderita TBC Tulang, tepatnya sejak ia duduk di bangku kelas 2 SD. Akibat sakitnya tersebut, Yudi hanya bisa mengenyam bangku sekolah hingga kelas 4 SD.
Obrolan mereka mengalir, terutama tentang kondisi kesehatan Yudi saat ini, pengobatan yang Yudi jalani, usaha yang dijalankan Yudi, juga kerinduannya pada sang ibu, yang meninggal dua tahun lalu akibat Covid-19.
Kondisi kesehatan Yudi sendiri kadang menurun, kadang juga baik. Namun sama sekali tak ada kemajuan. Kalau sedang tidak baik, badannya ngilu, panas, perih, terutama pada anggota badan sebelah kanan.
“Sekarang yang paling terasa itu di bagian tangan dan badan bagian belakang. Kalau kaki lebih dulu sakit jadi seperti sudah terbiasa,” kata Yudi pelan.
Kalau sudah begitu, Yudi berusaha untuk diam saja, menerima rasa sakitnya. Obat yang ia konsumsi pun hanya bisa mengurangi rasa nyeri 20 hingga 30 persen saja.
Yudi menunjukkan miniatur hasil karyanya.
Yudi yang tinggal di Pondok Kopi, Jakarta Timur ini berobat ke RS Fatmawati di Jakarta Selatan. Untuk bisa ke rumah sakit, Yudi mencari tukang ojek yang mau menemaninya seharian. Saat naik ojek, badan Yudi mesti dibebat dengan kain yang diikat pada badan tukang ojek. Begitulah perjuangannya untuk bisa berobat.
Saat ini Yudi tinggal bersama ayah yang sudah tak bekerja dan dua saudaranya. Dua saudaranya bekerja tapi tak bisa banyak membantu perekonomian keluarga. Karena itu di tengah rasa sakit yang ia rasakan, Yudi harus memutar otak agar bisa punya penghasilan.
Saat ini, sejak tahun 2019 tepatnya, Yudi membuat action figure, yakni sebuah miniatur karakter baik anime atau superhero yang terbuat dari plastik atau material lainnya. Karakter-karakter ini biasanya dari tokoh film, komik, atau video game. Selain action figure, Yudi juga membuat miniatur seperti motor maupun perabotan, meja maupun kursi. Setelah merancang action figure, biasanya Yudi menghubungi seorang produsen yang bisa mencetak rancangannya.
Awalnya, Yudi membeli action figure bekas di sebuah market place. Sejak itu, ia pun jadi tahu bahwa di luar sana penggemar action figure sangat banyak, tapi barang yang dijual sedikit.
“Ada orang cari barang, tapi pabrik besar hanya ada sedikit. Nah itu saya pelajari barangnya apa, dan bagaimana, modelnya seperti apa,” katanya.
Dari situlah awalnya. Memang dalam sebulan Yudi tak mesti dapat penghasilan. Selalu ada proses revisi dalam pembuatan action figure sehingga Yudi mesti mengeluarkan ongkos pengiriman barang bolak-balik. Dalam setahun, ia dapat menjual hingga 7 barang, yang satu barangnya bisa mencapai ratusan ribu rupiah.
Meski baru saja menjalani sebuah tindakan operasi, dan belum dapat duduk jongkok, Johan Kohar menyempatkan untuk mengunjungi Yudi. Sudah dua tahun ini Yudi menjadi Gan En Hu atau penerima bantuan Tzu Chi jangka panjang.
Tak berhenti di sini, Yudi juga telah menelurkan dua novel yakni The Last Smile Forever dan juga The Feel dengan nama pena, Faghan. Dua novel Yudi ini dapat dibaca di NovelToon, sebuah platform berisi karya novel asli dengan berbagai genre.
Bagi Yudi, karena ia tak bisa mengandalkan fisiknya, ia pun mesti menggunakan daya imajinasi untuk tetap bisa berkarya dan mendapatkan penghasilan.
“Kalau saya kan kerjanya pakai imajinasi, kalau lagi kumat langsung blank. Apalagi kalau ada masalah-masalah yang lain, karena bertahun-tahun merasakan sakit,” tambah Yudi.
Karena itu Yudi sangat bersyukur bisa mengenal Tzu Chi yang tak hanya memberikan bantuan biaya pengobatan yang tak di-cover BPJS serta biaya transportasi berobat, tapi juga perhatian yang tulus dari relawan.
“Yang penting support itu sih, jadi kayak yang tadinya sendirian, sekarang ada teman cerita. Terima kasih banyak sudah dibantu. Pak Eko (staf Bakti Amal Tzu Chi) juga sering tanya kabar dan menyemangati,” kata Yudi.
Bagi Johan Kohar, Yudi punya pola pikir yang luar biasa, serta kreativitas yang juga luar biasa. Walaupun memiliki kekurangan, tapi dia menonjol di bidang yang lain. Ia pun tak patah arang dalam menjalani ujian hidup yang berat.
“Tentunya kami sebagai insan Tzu Chi selalu memberikan dia support, agar menjadi sosok yang percaya diri dan punya masa depan yang baik,” tutur Johan Kohar.
Editor: Arimami Suryo A.
Artikel Terkait
Kunjungan Kasih Ke Panti Werdha Santa Anna Lembean
01 Oktober 2018Hari yang dijadwalkan pun tiba. Relawan Tzu Chi Manado tiba di Panti Werdha Santa Anna Lembean. Kedatangan relawan disambut dengan baik dan ramah oleh Kepala Suster Santa Anna Lembean Sr.Jeanne Santie.
Kehidupan Herry yang Berubah
08 September 2020Herry Cahyadi (38), pemuda asal Tanjung Duren, Jakarta Barat, tetap tegar meski kondisi wajah dan fisiknya sangat berubah. Anak pasangan Tjoa Eng Hoi (65) dan Mahadjah Zaleha (60) ini menderita tumor di gusinya.