Tanam Padi untuk Kemandirian

Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan Susanto
 
 

fotoDi siang hari yang terik, relawan Tzu Chi dan karyawan DAAI TV memerhatikan petunjuk yang disampaikan seorang penyuluh pertanian tentang bagaimana caranya menanam padi yang benar di sawah.

Sabtu siang, tanggal 10 April 2010, Veronika Berna Dian Ekayani bersama dengan para relawan Tzu Chi He Qi Selatan dan Karawang, karyawan DAAI TV Jakarta, mahasiswa IPB, serta anggota Sispandu (Sistem Pengamanan Terpadu) melakukan penanaman padi di sawah milik Pesantren Nurul Iman Parung Bogor. Sawah seluas 16,7 hektar milik pesantren ini terletak di Dusun Cinara, Kelurahan Tirtajaya, Kecamatan Rengasdengklok, Karawang.

Belajar Bertani
Bagi Veronika Berna Dian Ekayani, reporter program Mata Hati DAAI TV Jakarta, menanam padi di sawah adalah pengalamannya yang pertama. “Teori juga tidak tahu, bener-bener takjub dan kaget ya,” katanya. Apalagi ia juga tidak pernah membayangkan jika kaki yang terendam dalam lumpur sawah itu sangat berat untuk digerakkan. “Kaya kram sampe berat banget ya, udah gitu panas banget,” kata Veronika yang biasa dipanggil Nana ini.

Saat itu, Nana juga mengatakan bahwa dalam menanam benih di sawah kita juga harus teliti dan sesuai dengan sudut-sudut penanaman yang telah disiapkan. Apa pelajaran yang ia dapat hari itu? “Bagi kita yang tadinya cuma bisa makan nasi aja, sekarang paham ternyata susah banget nanem padi itu,” katanya lagi.

Makna lainnya bagi Nana adalah dapat menjalin komunikasi dengan para petani, jadi lebih banyak tahu, dan bertanya kepada mereka. “Kita yang biasanya lewat dan lihat petani biasa aja sekarang dapat berempati dan merasakan apa yang dirasakan para petani. Di tengah sawah yang terik banget kaya begini ternyata itu susah,” ujarnya berempati.

foto  foto

Ket : - Dua santri dari Pesantren Nurul Iman ini tampak sedang mempersiapkan benih padi yang akan              ditanam. (kiri)
          - Seorang relawan Tzu Chi tengah diajari seorang santri cara menanam padi di sawah. Meski lambat,             namun hasil penanamannya sempurna karena sesuai dengan petak-petak yang ada. (kanan)

Ketika menanam padi di sawah, Nana juga sempat diajarkan oleh Mamad Rahmat, seorang anggota Sispandu Karawang. “Emang gampang-gampang susah, karena kita dari biji sampe jadi (padi) harus menanam dengan teratur dan rapi. Karena ini buat dimakan. Nana bagus juga mengikuti sudah ada yang di lapangan,” kata Mamad Rahmat. Mendengar hal tersebut, Nana pun lantas berujar, “Bapaknya juga komunikatif, mau ngajarin dan tidak diacuhin. Pelajaran hari ini pastinya semakin tinggi kita seharusnya semakin merunduk seperti padi. Jangan menyepelekan profesi yang namanya petani.”

Sawah Wujud Kemandirian
Menurut ustad Prawoto, Koordinator Santri Pesantren Nurul Iman yang tinggal di lokasi, program penanaman padi ini adalah upaya kemandirian pangan yang tengah diupayakan oleh pesantren dibawah bimbingan dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. “Saat ini kebutuhan beras pesantren adalah 60 ton setiap bulannya,” jelas ustad Prawoto.

Bagi pesantren, sawah di Karawang ini memang telah sejak lama dipersiapkan untuk mengimbangi konsumsi beras yang dibutuhkan setiap bulannya. Jika dahulu dikelola sendiri, sekarang bekerja sama Tzu Chi. Untuk pengelolaannya, dimulai dari tahap penggarapan, pembibitan hingga panen tiba. “Diharapkan dengan adanya penanaman padi ini, 50 % kebutuhan pangan para santri dan santriwati pesantren dapat terpenuhi,” kata ustad lagi.

Sebenarnya, bagi para santri di pesantren mengelola sawah dan menanam padi bukanlah yang pertama. Sebelumnya, mereka juga telah menanam padi di pesantren. Hal itu dilakukan oleh para santri dalam mata pelajaran kewirausahaan. “Hasilnya cukup memuaskan walau skalanya juga masih kecil,” katanya. Maka tak heran, para santri yang terlibat dalam penanaman padi pagi itu sangat mendukung walau banyak kendalanya. Dari yang tadinya hanya belajar di kelas sekarang harus di sawah. “Sesuatu yang tak pernah terbayangkan sebelumnya,” imbuhnya.

foto  foto

Ket : - Bagi Nana (bertopi), menanam padi di sawah adalah pengalamannya yang pertama. Hari itu, ia             menyadari betapa tidak mudahnya menjadi seorang petani. (kiri).
         - Untuk menghilangkan lelah usai menanam padi, relawan Tzu Chi melakukan pijat bersama. Rasa letih             dan capek berganti dengan senyum dan tawa bahagia. (kanan)

Solusi Jangka Panjang
Menurut Winarso, penanaman padi yang dilakukan hari ini adalah salah satu solusi bagaimana pesantren nantinya dapat mandiri, khususnya dalam kemandirian pangan. “Seperti yang diutarakan oleh Ustad Prawoto, 60 ton beras setiap bulannya. Walaupun Tzu Chi telah melakukan support beras, hal ini tentu tidak akan menyelesaikan masalah. Namun kita ada upaya, punya solusi agar mereka tidak kita support beras terus namun juga bisa mandiri,” katanya.

Karena itu, terkait dengan managemen dan teknologi pertanian, Yayasan Buddha Tzu Chi kemudian menggandeng PT Sumber Alam Sutera (SAS) sebagai mitra teknis dalam hal bagaimana menghasilkan panen yang baik. “Kita coba kelola dan tularkan kepada para santri semuanya. Dan nantinya mereka dapat menanamnya sendiri. Apa yang hendak mereka capai adalah untuk kemajuan pesantren,” ujar Winarso.

Winarso juga mengatakan bahwa Tzu Chi juga berharap para santri ke depannya akan lebih bisa mandiri dan giat memajukan pesantren. Dalam program kemandirian pangan ini, rencananya Tzu Chi akan melakukan pendampingan minimal 2 kali panen. “Khawatir kalau satu kali tidak mateng,” tandas Winarso.

  
 
 

Artikel Terkait

Belajar dari Kunjungan Kasih

Belajar dari Kunjungan Kasih

20 April 2017

Minggu, 16 April 2017 oleh 26 relawan dan sukarelawan Tzu Chi Pekanbaru mengunjungi Panti Tresna Werdha (Jompo) Khusnul Khotimah yang terletak di jalan KH. Nasution, Pekanbaru

Lima Tahun RSKB Cinta Kasih

Lima Tahun RSKB Cinta Kasih

14 Januari 2013 Di tanggal 10 Januari 2013 ini pun, Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat merayakan hari besar ini di Aula lantai 3 RSKB. Sebanyak lebih kurang 192 orang hadir untuk memeriahkan acara tersebut.
Sembuh Fisik, Sembuh Batin

Sembuh Fisik, Sembuh Batin

24 Juni 2010
Kelainan mata Angga bermula ketika ia terjatuh dari sepeda saat kelas 5 SD. “Setelah jatuh, dia (Angga-red) memang tidak langsung mengeluh tentang matanya. Tapi lama-kelamaan saya perhatikan muncul bintik putih pada mata kanannya. Bintik itu lama-lama semakin besar, dan baru-baru ini ia mengeluh kalau matanya seperti berpasir,” ucap Tajudin, ayah Angga.
Giat menanam kebajikan akan menghapus malapetaka. Menyucikan hati sendiri akan mendatangkan keselamatan dan kesejahteraan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -