Tanda Cinta Kasih untuk Kampung Majuwa

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari

Bantuan untuk Nepal

Pada 18 Mei 2015, 13 relawan Tzu Chi membagikan barang bantuan kepada warga di Kampung Majuwa, Distrik Bhaktapur, Nepal.

Suasana mobil berisi 13 relawan Tzu Chi terasa begitu senyap. Hanya ada suara pendingin udara dan deru mesin mobil. Kepala para relawan terlihat menunduk atau bersandar pada kursi. Sebagian masih mengenakan topi putih berlogo Tzu Chi. Lelah, kata yang rasanya tepat menggambarkan apa yang dirasakan oleh para relawan. Namun, di saat yang bersamaan mereka juga nampak bahagia. Suasana hening ini pun terus berlangsung. Sangat berbeda dengan kondisi dalam mobil ini beberapa waktu sebelumnya.  

Sekitar dua jam sebelumnya, 13 relawan Tzu Chi masih bergulat dengan keriuhan di bawah panas matahari. Saat itu, mereka tengah melakukan pembagian paket bantuan kepada warga Kampung Majuwa, Distrik Bhaktapur. Sejak pukul 8.30, mereka telah melakukan perjalanan ke wilayah yang baru dijangkau oleh bantuan. Kampung Majuwa memang terletak cukup jauh dari pusat kota Kathmandu. Perjalanan umumnya dapat ditempuh dalam waktu 1 hingga 2 jam. Namun, rusaknya infrastruktur jalan serta medan yang sempit dan berliku membuat perjalanan makin panjang.

Bantuan untuk Nepal

Medan yang sulit dan penuh tanjakkan harus dilalui oleh para relawan guna menuju Kampung Majuwa.

Kampung Majuwa berada di ketinggian 1.600 mdpl dan masuk dalam wilayah pegunungan. Jalan menuju wilayah ini banyak yang menanjak. Beberapa jalan bahkan menanjak dengan kemiringan sekitar 50 hingga 60 derajat. Tak jauh dari Kampung Majuwa, terdapat lokasi yang menjadi tempat wisata turis. Namanya Nagarkot. Para wisatawan dari berbagai negara sering berkunjung untuk sekedar melihat pemandangan dari puncak pegunungan. Meski begitu, hiruk-pikuk bisnis pariwisata tersebut tidaklah membantu meningkatkan kondisi perekonomian warga. Mereka harus tetap mengandalkan sektor pertanian untuk hidup sehari-hari.

Pendapatan warga di Kampung Majuwa tergolong minim. Buruh tani yang menggarap lahan orang lain diupah Rs. 35 per hari atau kira-kira setara dengan Rp. 5.000,-. Mereka mulai bekerja pukul 10 pagi hingga pukul 6 sore tanpa upah tambahan untuk makan. Padahal, untuk  sekali makan saja, setiap orang mesti membayar Rs. 15 – 20 atau sekitar Rp 2.000. “Bagaimana kalau mereka punya keluarga lebih dari 2 orang?” ujar Hoklay, relawan Tzu Chi dengan terheran-heran.

Bantuan di Kampung Majuwa ini dirasa tepat oleh para relawan Tzu Chi. Pasalnya, wilayah ini memiliki taraf hidup yang sulit ditambah semakin sulitnya akses ke wilayah ini pascagempa. “Mereka susah untuk pergi karena infrastruktur yang masih sulit,” ucap Ramesh Lama, penggiat sosial di Kampung Majuwa. Selain itu, dampak dari gempa bumi 25 April lalu nampak jelas dari bangunan. Ramesh menuturkan bahwa sebagian besar rumah warga memang tidak hancur sepenuhnya, 0namun kebanyakan mengalami keretakan yang cukup parah dan membahayakan penghuninya.

Misalnya, rumah Siyo Bahadur Shrestha (70). Lantai dua rumahnya retak memanjang hingga batas lantai satu. Ia yang tinggal bersama istrinya, Kanchi Shrestha (65) kini sudah tidak menempati rumahnya lagi. “Masih suka takut kalau ada gempa susulan,” ucap Kanchi. Ia masih trauma dengan gempa yang melanda Nepal beberapa waktu lalu. Walaupun ia tidak kehilangan sanak saudara, namun gempa yang terjadi saat ia tengah bekerja di ladangnya itu masih membekas jelas di ingatannya. “Saya takut karena gempa itu membuat kami semua hancur. Banyak rumah yang hancur dan menimbun warga. Beruntung suami saya masih selamat,” tukasnya. Mereka kini memilih untuk tinggal di rumah gubuk milik sang kakak yang berada tidak jauh dari rumah mereka.

Bantuan untuk Nepal

Hok Lay, koordinator pembagian bantuan dengan sukacita membagikan bantuan meski tengah mengalami sakit di tumit kanannya.

Bantuan dari Tzu Chi pun mempunyai arti yang besar bagi mereka. “Kita merasa bersyukur bisa memberikan satu hal yang bermanfaat untuk mereka yang akhirnya membuat kita merasa bahwa kita sudah melakukan hal yang benar yang tepat sasaran karena semua memang membutuhkan,” ucap Hok Lay, koordinator pembagian bantuan ini saat menanggapi ungkapan terima kasih dari para warga. Meski sedang mengalami sakit pada tumit sebelah kanan, dia sama sekali tidak lengah dalam pembagian bantuan. “Sakit sih, cuma saya berusaha bersahabat dengan sakit,” ucapnya. “Yang sakit kan kakinya, tapi hatinya lagi bahagia,” tambah relawan dari komunitas He Qi Utara ini.

Hari itu, Senin 18 Mei 2015, tim relawan mampu membagi 120 paket berisi yang terdiri dari 30 kg beras, minyak 2 liter, 1 kg gula, 6 Kg kacang dal, 2 lembar selimut, dan 80 lembar terpal. Selain itu, para relawan juga membagikan enam karton  biskuit dan 2 bungkus permen kepada para warga. Tak sampai di situ, para relawan Tzu Chi memberikan uang pemerhati kepada dua keluarga yang ditinggalkan oleh sanak keluarganya akibat gempa.

Bantuan untuk Nepal

Kanchi Shrestha (kiri) dan Siyo Bahadur Shrestha (kanan) masih belum mau menempati rumahnya yang mengalami kerusakan karena trauma akibat gempa bulan lalu.

Bantuan Datang dari Semua Orang

Tzu Chi mampu membagi 120 paket untuk warga kampung Majuwa. Semua ini tidak lepas dari kerja sama setiap orang. Selain itu, perlu ditekankan bahwa semua ini adalah dalam tujuan kemanusiaan. Itulah yang dikatakan oleh Sree Kreesna Ghimire, seorang pemuda meminjamkan mobil kepada relawan untuk menyalurkan bantuan. “Mobil kami nggak bisa naik tadi. Tanjakannya curam sekali,” ujar Andi Setioharto, relawan Tzu Chi yang menjadi koordinator logistik sembari berjalan terengah-engah menaiki tanjakan. Kala mobil yang membawa barang bantuan tidak bisa bergerak, relawan memutuskan untuk berhenti di pinggir jalan untuk menurunkan sebagian muatan. Mereka berencana membagi penyaluran bantuan dalam dua gelombang.

Bantuan untuk Nepal

Sree Kreesna Ghimire dengan sukacita ikut membantu dan meminjamkan mobil kepada para relawan.

Saat itulah Sree Kreesna Ghimire melintas dengan mobilnya. Relawan kemudian meminta bantuan Kreesna. Sree Kressna dengan senang hati membantu mengangkut sisa barang. “Saya tidak tahu apa itu Tzu Chi sebelumnya. Tapi, karena saya melihat mereka membawa barang bantuan untuk warga, maka saya dengan senang hati membantu,” ucapnya. Dia justru berterima kasih kepada Tzu Chi karena telah hadir membantu warga menghadapi kesulitan pascagempa yang terjadi.

Ramesh Lama pun demikian. Ia menulis secarik surat ungkapan terima kasihnya kepada Yayasan Buddha Tzu Chi yang ia bacakan sebelum pembagian bantuan dimulai. Isi surat tersebut kurang lebih adalah ungkapan terima kasih karena Tzu Chi bersedia datang dan membantu warga di daerahnya. “Tzu Chi sungguh luar biasa,” ucap Ramesh.


Artikel Terkait

Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -