Tangan Menengadah Itu Kini Berbalik Arah
Jurnalis : Kartini (He Qi Utara), Fotografer : Indarto (He Qi Barat), Aris Widjaja (He Qi Utara), Henry TandoHong Ju Jen, relawan komunitas Hu Ai Jelambar, He Qi Utara mengenal Tzu Chi setelah dia mengajukan bantuan ke Tzu Chi. Kini, dia bersama dua putrinya bertekad meringankan penderitaan sesama.
Senyum merekah terlihat jelas di wajah Hong Ju Jen, salah satu relawan abu putih dari komunitas Hu Ai Jelambar, He Qi Utara menjelang hari pelantikannya menjadi relawan biru putih di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Ia bersama kedua putrinya, Evelyn dan Cindy menjadi tiga dari 300 relawan abu putih lain yang mengikuti Kamp Pelatihan dan Pelantikan Biru Putih 2015 yang digelar pada 9-11 Oktober 2015.
Pada tahun 2010, tumor otak yang diderita suami Hong Ju Jen membawa awal perkenalan mereka dengan Tzu Chi. Perawatan selama satu bulan di rumah sakit tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Saat kepanikan dan kebingungan melanda akibat kekurangan dana, teman dari Evelyn menyarankan keluarga Hong Ju Jen mengajukan permohonan bantuan ke Tzu Chi.
Setelah melewati survei, akhirnya Yayasan Buddha Tzu Chi memberikan bantuan berupa biaya pengobatan selama tiga hari. Namun, apa daya. Suami Hong Ju Jen berpulang karena penyakitnya tersebut. Tapi, pendampingan yang diberikan relawan belum berhenti. Memang, sejak awal, para relawan terus melakukan pendampingan dan memberikan perhatian baik selama proses perawatan di rumah sakit maupun di rumah duka hingga kunjungan rutin ke rumah untuk memberikan dukungan moril agar keluarga dapat bangkit kembali.
Hong Ju Jen (kiri) bersama kedua putrinya saat mengikuti Pelatihan Relawan Abu Putih 6 September 2015 silam. Mereka merasa tersentuh akan perhatian dari para relawan yang memberi dukungan moril saat suami Ju Jen berpulang.
Ketulusan hati para relawan tersebut telah menyentuh hati wanita yang akrab disapa Ju Jen ini. Dimulai dengan menjadi donatur rutin di tahun 2010, keinginan untuk menjadi relawan pun akhirnya terwujud di tahun 2014, setelah perekonomian keluarga kembali stabil. "Kita kan sudah merasakan bagaimana paniknya, bingungnya, sedihnya, saat menghadapi kondisi seperti itu. Jadi saya ingin belajar dan berbuat lebih banyak lagi di Tzu Chi," ucap ibu dari tiga orang putri ini dengan penuh keyakinan dan semangat untuk ikut serta dalam barisan biru putih.
Hal serupa juga disampaikan Evelyn. Perhatian yang pernah ia rasakan saat menghadapi masa sulit dalam kehidupannya, membuatnya ingin turut bersumbangsih dengan menjadi orang yang juga dapat mendukung orang lain untuk bangkit melewati masa-masa sulit. Itulah yang membuat mereka sekeluarga ingin mengemban tanggung jawab lebih, terutama di misi amal.
Harapan Ju Jen (tengah), dengan menjadi relawan, dia dan dua putrinya, Evelyn (kiri) dan Cindy (kanan) dapat membantu sesama dan pada saat yang sama menapaki jalan menjadi pribadi yang lebih baik.
Perubahan yang positif mulai dirasakan oleh Cindy beserta keluarga setelah bergabung dengan Tzu Chi. Dulu, Cindy tidak ragu membunuh serangga. "Kalau sekarang, lihat kecoa, bisa berpikir bahwa ternyata kecoa punya kehidupan juga, jadi lebih menyayangi makhluk hidup," ujarnya. Tak hanya itu, Cindy yang semula sama sekali tidak pernah menyentuh sayur, perlahan-lahan mulai belajar mengonsumsi sayur dan mengurangi daging. "Dulu, Cindy makan kwetiau, satu per satu tauge dipisahin," tambah Ju Jen sambil tertawa kecil mengenang saat itu.
Ju Jen juga merasakan hubungannya dengan kedua putrinya menjadi lebih dekat dan penuh kasih sayang. Harapan Ju Jen sederhana. Ia ingin menapaki jalan Bodhisatwa Tzu Chi sehingga mereka sekeluarga dapat belajar menjadi manusia yang lebih baik.
Tangan yang pernah menengadah itu kini telah berbalik arah. Berhasil keluar dari penderitaan membuat cinta kasih tumbuh di hati para penerima bantuan. Sehingga lahir tekad untuk bersumbangsih bagi sesama untuk membuat kehidupan manusia semakin indah.