Tangis Bahagia Kariyah
Jurnalis : Sutar Soemithra, Fotografer : Anand Yahya Kariyah ditemani Kepala Staf KOSTRAD M. Noer Muis, menggunting pita peresmian bantuan Bebenah Kampoeng di Pademangan Barat yang dilakukan di rumahnya. | Air mata Kariyah mudah sekali meleleh hari itu. Wanita 58 tahun itu teringat akan anak ketiganya, Suhendra. Ia menyebut Suhendra sebagai anak yang paling menyayanginya. Joni, begitu Suhendra biasa dipanggil, bercita-cita menjadi petinju dan sempat berlatih di daerah Jalan Gajahmada, Jakarta. “Kalo belum bisa bikinin rumah yang bagus, saya nggak mau nikah,” janji Suhendra pada Kariyah. “Sampai sekarang masih kedengeran di telinga saya,” ucap Kariyah lirih. Tapi janji tersebut tak mungkin bisa dipenuhi karena seminggu kemudian Suhendra harus berpisah dengan Kariyah untuk selamanya. Suhendra yang kala itu berusia 18 tahun diciduk oleh aparat karena difitnah sebagai seorang preman oleh temannya yang menyimpan dendam padanya yang berujung pada terenggutnya nyawa Suhendra. Suhendra berjanji untuk memberi Kariyah rumah karena rumah mereka yang terletak di RT 11 RW 15 Pademangan Barat, Jakarta Utara terbuat dari kayu dan triplek yang sudah harus diganti karena sering kebanjiran. “Dulu kondisi rumahnya kalo banjir kebanjiran, kalo hujan kebocoran. Rumah saya kebanjiran segini,” terang Kariyah sambil menunjuk pinggang. Langit-langitnya juga sangat rendah sehingga Kariyah dan penghuni lain harus menunduk ketika masuk ke dalam rumah. “Berdiri sundul kepala saya. Kalau ke dalam jongkok,” ujar Kariyah. |
Banjir tidak hanya merendam rumahnya. “Kasur kerendem, lemari diangkat jebol. Baju dibuang semua karena terlalu sering kebanjiran,” kata Kariyah. Rasa dingin yang dibawa banjir menyebabkan Kariyah tidak bisa tidur meskipun matanya terasa sangat berat menahan kantuk. Sekitar pukul satu dini hari ia baru bisa tidur setelah rasa dingin mulai berkurang. “Saya berdoa setiap malem, sholat. Saya berdoa kepada Allah, ‘Semoga saya mampu bangun rumah’,” ujarnya lirih. Rumah Impian Tanggal 4 April 2008, program tersebut diresmikan oleh pimpinan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia beserta Walikota Jakarta Utara Effendi Anas dan Kepala Staf KOSTRAD M. Noer Muis. Peresmian tersebut menjadi sangat istimewa bagi Kariyah karena pemotongan pita peresmian dilakukan di rumahnya. “Dulu sering nangis malem karena sedih melihat rumah kebanjiran, nggak bisa tidur, sekarang saya nangis, nangis bahagia sekali,” ucap Kariyah yang hampir sepanjang hari itu matanya terus basah. Rumah Kariyah yang baru juga terdiri dari 2 lantai dan bercat putih. Bedanya bukan lagi terbuat dari triplek dan kayu, melainkan dari tembok yang kokoh dan lantainya cukup tinggi dari permukaan tanah. “Sekarang saya nggak kebanjiran kalau hujan,” ucapnya. Lantai atas memiliki 3 kamar sedangkan lantai bawah dibiarkan melompong dan kini telah diisi 2 ranjang dan sebuah meja pemberian Tzu Chi. Kariyah yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat, menempati rumah tersebut sejak berusia 7 tahun bersama kedua orangtuanya sejak wilayah tersebut masih berupa empang-empang. Kini Pademangan merupakan areal pemukiman padat yang diapit oleh kawasan niaga Mangga Dua dan kawasan pemukiman Sunter. Seperti yang diungkapkan oleh Effendi Anas yang menyatakan banyak warga Jakarta Utara yang termasuk kategori miskin struktural (miskin karena memang orangtuanya miskin), Kariyah juga ‘mewarisi’ kemiskinan dari orangtuanya yang bekerja sebagai tukang becak. Ket : - Dengan penuh kebahagiaan, ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su-mei memberikan kunci Tiga Kali Disiksa Suami “Nikah pertama yang punya 7 anak itu dipaksa orangtua, umur 14 tahun. Waktu itu boro-boro saya mengenal cinta,” Kariyah mengenang. Menurutnya, orangtuanya memiliki hutang jasa kepada orangtua suaminya sehingga menjodohkannya sebagai cara melunasinya. Bahtera rumah tangga yang ia bina dipenuhi dengan siksaan baginya. Ia harus menghadapi suami yang sering melakukan kekerasan fisik padanya. “Lahir batin tersiksa!” seru Kariyah. Meski begitu, ia tetap bekerja keras dengan bekerja pada pabrik konveksi sampai sering tertidur di mesin demi masa depan anak-anaknya. Ternyata kesabaran Kariyah ada batasnya, setelah 21,5 tahun hidup dalam siksa, ia mulai berontak. Ia membawa pulang anak-anaknya ke orangtuanya yang akhirnya berujung pada perceraian. “Makanya kalau saya punya anak cucu, saya nggak mau nikahin dengan paksa. Mau kerja apa kek, yang penting suka sama suka,” ia berjanji. Lalu Kariyah menikah lagi namun justru dengan orang yang sering mabuk sehingga rumah tangganya hancur kembali. Untuk ketiga kalinya ia kembali membina rumah tangga, kali ini dengan seorang satpam, tapi ternyata seorang pemalas. Ujung dari bahtera rumah tangga ini pun sama dengan dua sebelumnya: cerai! Ket : - Prajurit TNI bersama relawan Tzu Chi membawakan peragaan bahasa isyarat tangan 'Satu Keluarga' Ketika Kariyah berumah tangga, terutama dengan suami pertama, ternyata ada seseorang yang diam-diam memendam rasa suka kepadanya. Orang tersebut adalah salah satu tetangga dekatnya dan uniknya 20 tahun lebih muda darinya, masih seumuran dengan anak sulungnya. Namanya Kusnadi. Suatu ketika, Kusnadi bilang kepadanya, “Saya lihat kamu rumah tangga dengan yang lain, kamu baik, selalu menerima. Kalau nggak menikah dengan kamu, saya nggak mau berumah tangga dengan yang lain.” Ternyata cinta Kusnadi memang tulus sehingga akhirnya Kariyah menerimanya dan akhirnya mereka menikah pada tahun 2000. “Saya pengen berumah tangga dengan yang lebih tua dari saya biar ada yang membimbing saya,” Kusnadi mengungkapkan alasannya kepada Kariyah. Sebagai seorang ibu yang telah 3 kali berumah tangga, Kariyah tahu bagaimana membimbing Kusnadi yang menurutnya sangat pemalu. Kusnadi kini bekerja sebagai tukang bangunan dan meminta kepada Kariyah untuk tidak usah bekerja agar bisa mengurusi rumah lebih baik. Dulu ia berjualan kue keliling, namun berhenti karena kehabisan modal. Walaupun pernah memiliki suami yang lebih tua, tapi justru suami yang lebih muda ini yang bisa memberikan Kariyah kebahagiaan karena tidak hanya sayang kepadanya, namun juga terhadap anak dan cucunya, serta orangtuanya ketika masih hidup. “Sekalipun dia muda, tapi sayang banget dengan anak cucu saya. Saya juga sayang banget sama dia,” pungkas Kariyah. | |
Artikel Terkait
Penuangan Celengan Bambu di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi
16 Juni 2015Seluruh siswa-siswinya mengetahui tujuan akhir dari celengan tersebut ialah menyisihkan uang koin mereka untuk membantu sesama. Dengan pemahaman ini seluruh siswa-siswi Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng baik dari TK sampai SMK berbondong-bondong menuangkan hasil celengan mereka.