Program Tantangan 21 Hari Diet Vegan Utuh tahap tiga telah usai per tanggal 1 Juli 2022 lalu. Sebanyak 125 peserta sukses menjalani programnya dan 91 di antaranya kembali mengikuti medical check-up.
Program Tantangan 21 Hari Diet Vegan Utuh tahap tiga telah usai per tanggal 1 Juni 2022 lalu. Sebanyak 125 orang peserta sukses menjalani programnya dan kembali melakukan Medical Check-up (MCU) di Tzu Chi Hospital, Sabtu 2 Juli 2022. Tidak semuanya, hanya ada 91 peserta yang mengikuti MCU ini, hasilnya tentu seperti yang diinginkan semua pihak.
Seperti yang dirasakan oleh Purwanto, Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi yang sukses menurunkan berat badannya sebanyak 5 kg, juga menurunkan lingkar pinggangnya sebanyak 4 sentimeter. Itu baru hasil kasat mata saja, yang nyatanya sudah membuatnya bersukacita. “Kalau untuk keluhan, sekarang malah nggak ada keluhan. Dulu sih sering pusing dan kaki terasa panas begitu. Nah sekarang tidak terasa lagi,” ungkap Pak Pur, panggilan akrabnya. “Masalahnya, saya harus mengecilkan semua ukuran baju saya nih,” tambahnya senang sembari tertawa penuh canda.
Sebuah Komitmen yang Berbuah Manis
Menuai data kesehatan yang ternyata hasilnya bagus, Pak Pur, panggilan akrabnya mengutip sebuah ungkapan bahwa, hasil tidak mengkhianati prosesnya. Ternyata benar, dari komitmennya untuk 21 hari penuh menjalankan program itu, membawa dampak positif untuk kesehatannya. Tapi tentu saja, semuanya tentu tidak mudah untuk dijalani.
Pak Pur menuturkan, ada saja kendala yang ia rasakan ketika ikut dalam program diet vegan ini. Mulai dari penyesuaian diri dengan rasa makanan vegan dan minim perasa, hingga kendala ketika hadir dalam acara di luar sekolah maupun ketika makan ke luar rumah bersama keluarga.
“Satu ketika pas anak saya ulang tahun dan pergi makan ke luar, saya tetap membawa menu makan saya di kotak yang disediakan itu. Ya diledekin sama anak, katanya, ‘Papa kasihan banget sih, makanannya beda sama kita-kita,’” kata Pak Pur meniru ucapan anaknya. Tapi Pak Pur tetap konsisten dan merasa baik-baik saja.
Purwanto, Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi ketika makan ke luar rumah bersama keluarga untuk merayakan ulang tahun anaknya. Saat itu ia tetap membawa catering vegannya.
Begitu pula ketika ia sedang bertugas mengikuti bimbingan teknis dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta di luar sekolah. Pak Pur memilih untuk tidak ikut menginap di fasilitas yang disediakan melainkan pulang pergi hanya untuk bisa sekalian mengambil catering makanan vegan yang sudah disiapkan relawan Tzu Chi. “Saya merasakan itu sebagai komitmen dan juga sebuah perjuangan ya. Makanya setelah melihat hasilnya, terasa jadi lebih bermakna,” kata Pak Pur.
Apalagi di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, Pak Pur juga tidak sendiri menjalani diet vegan ini. Selain dia, ada 15 guru dan 1 orang relawan yang ikut serta saling dukung dan berbagi motivasi. “Kalau saya sendirian ya saya nggak tahu ya, mungkin saya nggak bisa menyelesaikan dengan komitmen seperti ini,” ungkapnya berterima kasih kepada rekan-rekannya yang terus saling menyemangati satu sama lain.
Tak berhenti di sana, ia juga mengajak rekan lainnya untuk mencoba karena program yang bermuara pada kesehatan diri sendiri ini baik untuk dijalankan. “Kita tahu kesehatan itu nomor satu, segala-galanya. Walaupun kita mempunyai semuanya, tapi kalau kita sakit, apa artinya? Saya pun termotivasi untuk sehat karena saya mencintai keluarga saya. Maka temen-temen, yuk kita ikuti program ini supaya kita sehat. Kalau kita sehat, kita pasti bisa menikmati itu,” tutur Pak Pur.
“Selain itu, dengan vegan, berarti kita juga menyelamatkan bumi dan kita membangun lingkungan menjadi lebih sehat, mewariskan lingkungan lebih elok kepada generasi berikutnya. Jadi selain sehat secara fisik dari keluarga, kita juga berkontribusi untuk menyelamatkan bumi ini. Apa yang mau diragukan lagi?” lanjutnya mengajak seluruh teman dan masyarakat.
Merasakan Cinta Kasih dari Setiap Suapan
Tak hanya Pak Pur, Ningsih Ang, kenalan dari Livia Tjin, relawan Tzu Chi juga menuturkan hal yang tidak jauh berbeda. Sebelumnya Ningsih yang menderita diabetes dan keluhan di liver sudah ingin mengubah pola makan, namun sebagai tenaga professional yang kesehariannya selalu sibuk, ia mengaku susah menyiapkan kebutuhan makanan sehat seorang diri. Apalagi kalau harus menghitung nilai gizi, kalori, kadar natrium berapa, gula, dan lainnya, rasanya sedikit memakan waktu. Beruntungnya, Livia menawarkan catering diet vegan ini kepada Ningsih.
Selain merasa lebih sehat, Ningsih Ang (tengah) juga merasa dicintai dan dikasihi karena relawan tim konsumsi menyiapkan langsung berbagai menu vegan yang sehat untuk para peserta diet vegan.
“Sebenarnya saya sudah 3 kali diajak sama Livia Shijie, dua kali saya menolak. Nah sampai ketiga kali ini saya tidak enak hati untuk menolak,” aku Ningsih tersipu. “Saya orangnya keras, tapi luluh juga karena cinta kasih dan kepedulian Livia Shijie terhadap saya yang waktu itu tahu saya sedang sakit,” lanjutnya.
Ikut dalam program ini, Ningsih mengaku merasa semakin aman karena mengonsumsi menu-menu sudah pasti baik untuk kondisinya. “Merasa lebih sehat, pasti iya. Selain itu saya juga merasa dicintai dan dikasihi juga loh,” katanya. Ningsih menuturkan sebabnya karena relawan tim konsumsi dan pelayanan begitu memikirkan menu yang benar-benar menyehatkan untuk para peserta. “Karena atas cinta kasih, mereka telah memberikan kehidupan dan waktu untuk membantu kami yang kesulitan memulai hidup sehat. Ini sangat-sangat membantu,” lanjutnya.
Mengapresiasi kerja keras setiap relawan, Ningsih selalu mem-posting menu makannya di media sosial pribadinya. Tak hanya itu, ia juga tak tega untuk mencuri-curi makan camilan yang “diharamkan” dalam program ini. Ia ingat betul bagaimana perjuangan relawan demi menyukseskan program ini dengan tujuan semua demi kesehatan para peserta.
“Tapi karena sering posting, teman pun ada yang tertarik dan sudah pesan kalau nanti ada tahap selanjutnya, dia mau ikut. Semoga nanti benar terlaksana ya,” katanya antusias.
Menjaga Tubuh Sejak Muda
Sementara itu, Tjong Mia Yolanda, ketua relawan komunitas He Qi Timur yang juga menjadi peserta program ini ikut mewanti-wanti peserta lainnya untuk bisa melanjutkan program ini sendiri sebelum nantinya ada program lanjutan.
“Saya pikir memang dari kegiatan ini kita diajak mengubah kebiasaan kita ya. Kenapa 21 hari kan karena untuk me-reset kebiasaan tubuh kita, kita diajak beradaptasi. Sayang sekali kalau tubuh sudah mulai beradaptasi, tapi kita kembali ke kebiasaan yang kurang baik untuk tubuh. Apalagi kita pun sudah tahu apa yang lebih enak dan lebih baik untuk tubuh,” tutur Mia, panggilan karibnya.
Tjong Mia Yolanda (kanan) menjalani berbagai prosedur pemeriksaan medical check-up setelah ikut program Tantangan 21 Hari Diet Vegan Utuh tahap tiga.
Mia sendiri telah merasakan manfaat yang besar dari program ini. Sejak program diet vegan ini dibuka tahap pertama, ia pun sudah menjadi pelanggan. Tapi dia absen pada tahap kedua karena berada di luar negeri hampir setengah tahun lamanya. Nah selama di luar negeri itu, ia mengaku sering memakan berbagai keripik aneka rasa yang memanjakan lidah. Itu pula makanan kesukaannya selain kerupuk tahu.
“Pulang ke Indonesia, langsung ingat harus kontrol lagi semuanya. Karena kalau udah berumur begini, metabolisme tubuh juga sudah beda, dia gampang naik, tapi susah turun,” kata Mia yang tahun ini berusia 65 tahun. “Nah program ini sangat membantu sekali,” ucapnya.
Melalui program ini, Mia kini sudah bisa mengontrol tekanan darah tingginya. Ia juga bisa mulai menghindari minum obat penurun tekanan darah karena tensinya selalu normal. Namun begitu, ia selalu rutin mengecek tensi secara mandiri sebagai tindakan preventif. Mia pun berbagi bahwa betul sekali, pola makan memberikan pengaruh yang besar pada kondisi tubuh. Ia mencontohkan dirinya sendiri.
Dulu, sebelum bergabung menjadi relawan dan masih aktif berolahraga golf, Mia sering menghabiskan waktu untuk mencoba berbagai makanan ini dan itu. Itulah pencetus darah tingginya. “Memang pola makan itu sangat berpengaruh. Jangan karena menganggap usia masih muda, kita bisa enak-enak makan semaunya. Tapi justru karena usia masih muda, kita harus menjaga pola makan sehingga di masa tua kita masih bisa aktif karena tubuh selalu sehat,” pesan Mia.
Harapan itu pula yang disampaikan oleh Mei Rong, koordinator kegiatan ini. Ia ingin seluruh peserta paham tentang makna kesehatan. Bukan berarti ketika program selesai, pola makan mereka bisa berubah, melainkan sebisa mungkin dipertahankan.
“Walaupun program ini telah selesai, namun untuk tetap menjaga pola makan berbasis nabati yang sehat ini, tentu peserta perlu disiplin mempertahankan terus,” tutur Mei Rong. “Semoga program ini bisa terus kita kembangkan. Melalui gaya hidup yang ramah lingkungan ini, tidak hanya kita meningkatkan kesehatan diri, tetapi juga berdampak baik untuk lingkungan,” lanjutnya.
Editor: Hadi Pranoto