Tekad Kuat Mengalahkan Segala Hambatan

Jurnalis : Noorizkha(He Qi Barat), Fotografer : Dimin (He Qi Barat)

12 Oktober 2014, dengan dibantu Hendry Chayadi sebagai penerjemah, Liu Su Mei, Ketua Tzu Chi Indonesia yang berasal dari Taiwan menceritakan perjuangannya bersama teman – temannya mendirikan cabang Tzu Chi di Indonesia.

Minggu, 12 Oktober 2014 merupakan hari istimewa bagi insan Tzu Chi. Hari itu  dilakukan pelantikan kepada 240 relawan Biru Putih baru (relawan yang nantinya akan mengemban tanggung jawab menyebarkan ajaran Jing Si) yang sebelumnya mengenakan seragam Abu Putih. Setelah mengikuti training sejak 11 Oktober 2014,  relawan yang berasal dari seluruh Indonesia ini mendapat kesempatan untuk dilantik oleh Liu Su Mei selaku Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Sebelum dilantik, para relawan mendapat kesempatan mendengarkan sharing dari Liu Su Mei mengenai perjalanannya mendirikan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Dengan dibantu Hendry Chayadi sebagai penerjemah, Liu Su Mei yang berasal dari Taiwan ini menceritakan perjuangannya bersama teman – temannya mendirikan cabang Tzu Chi di Indonesia.

Jalinan Jodoh dengan Indonesia

Awal kedatangan Liu Su Mei ke Indonesia bersama suami pada 1992,  karena ingin mendirikan pabrik sepatu yang saat itu sedang berkembang. Indonesia dianggap sebagai negara yang memiliki potensi cukup besar. Saat itu meskipun berasal dari Taiwan, Ia mengaku belum mengenal Tzu Chi dengan baik. Perkenalannya dengan Tzu Chi dimulai saat bertemu dengan salah satu relawan Tzu Chi yang tengah berada di Indonesia, Liang Cheung. Pada saat kembali ke Taiwan bersama dengan teman – temannya barulah mereka bertemu dengan Master dan meminta ijin untuk mendirikan cabang Tzu Chi di Indonesia. Dengan bijak Master memberi nasihat : Tinggal beratapkan langit orang, berpijak pada tanah orang, haruslah membalas budinya. Selain itu Liu Su Mei dan kawan – kawan juga mendapat nasihat dari salah seorang shifu mengenai jalinan jodohnya dengan Indonesia yakni : Berjodoh dengan masyarakat harus digenggam erat jalinan jodohnya dan meneguhkan hati untuk menjalankannya.

Di negara (Indonesia) yang beraneka ragam suku, ras, kebudayaan dan agama, tentu saja Liu Su Mei berusaha menjalin jodoh dengan baik dan berusaha menyesuaikan diri dengan berbagai kepribadian orang yang berbeda – beda. Sebagai ketua berarti sebagai penanggung jawab untuk itu ia harus melatih diri untuk bersabar sehingga tidak merasa sedang bersabar. Liu Su Mei juga memberikan pesan dalam menjalin jodoh haruslah dilakukan dengan baik dan berani memikul tanggung jawab dengan sepenuh hati. Usahanya saat itu dalam menjalin jodoh tidaklah sia – sia, Ia tidak menyangka Tzu Chi di Indonesia dapat berkembang sebesar ini jika dibandingkan dengan awal mula pendiriannya.

240 relawan biru putih yang berasal dari seluruh Indonesia ini mendapat kesempatan untuk dilantik oleh Liu Su Mei selaku Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. (baris ke-2 dari kiri)

Memulai dari Nol dan Bermodalkan Tekad

Tzu Chi di Indonesia berdiri pada 1994 dengan beranggotakan 6 orang relawan wanita (Shijie) yang semuanya belum bisa berbahasa Indonesia.  Meskipun memiliki keterbatasan bahasa dan tenaga, keenam Shijie ini tetap bersemangat mengirimkan bantuan ketika bencana gunung meletus di Yogyakarta. Sejumlah hambatan pun dirasakan ketika menggunakan kontainer untuk mengirimkan bantuan dan ternyata tidak dapat melewati akses tempat bencana dan mereka harus mencari truk kecil yang dapat membawa bantuan.

Selain itu, Liu Su Mei juga menceritakan pengalamannya ketika terjadi gempa di Gunung Kerinci pada 1995, Tzu Chi bekerja sama dengan PT. Indah Kiat yang saat itu juga ikut mengirimkan bantuan. Kerjasama ini ternyata berhasil menghalau keterbatasan pengetahuan bahasa. Ia juga menceritakan ketika dalam perjalanan dimana jauh dari jalan besar, truk yang ditumpanginya kehabisan bahan bakar sehingga pada malam itu mereka harus mengetuk pintu rumah penduduk satu persatu guna mendapatkan bensin. Pada saat kejadian, Liu Su Mei mengaku pada saat memberi bantuan belum melapor ke Hualien sehingga Master Cheng Yen merasa khawatir dengan kondisi murid – muridnya. Belajar dari pengalaman itu, Liu Su Mei juga meminta agar relawan harus mengutamakan keselamatannya sendiri dan tidak membuat Master khawatir.

Untuk mencapai tahap saat ini, dimana jumlah relawan dan kantor cabang  atau penghubung di berbagai wilayah Indonesia menjadi banyak tidaklah mudah. Liu Su Mei dibantu  relawan lainnya telah bekerja keras dan teguh dalam menjalankan misi yang diemban. Untuk itu, kita dapat belajar dari Liu Su Mei, semangat dan tekad yang baik tentunya akan selalu membuka jalan meskipun di tengah kesulitan. Master Cheng Yen pun pernah memberi nasihat melalui kata perenungannya ”Bila seseorang memiliki ketiga unsur : keyakinan, keuletan, dan keberanian, maka tidak ada hal yang tidak berhasil dilakukannya di dunia ini”. Semoga sharing Liu Su Mei menginspirasi kita semua untuk membulatkan tekad dalam menjalankan visi dan misi Tzu Chi.


Artikel Terkait

Pelatihan Relawan Biru Putih: Manfaatkanlah Waktu dengan Bijaksana

Pelatihan Relawan Biru Putih: Manfaatkanlah Waktu dengan Bijaksana

15 Oktober 2015

“Pada umumnya orang tidur 8 jam sehari. Jika usianya 60 tahun berarti selama 20 tahun (sama dengan 17.520 jam), waktunya  sudah dipakai hanya untuk tidur,” papar Andy Wang, yang menjadi pembicara  ‘Ilmu Ekonomi Kehidupan’ pada Pelatihan Relawan Biru Putih pada Sabtu, 10 Oktober 2015 di Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Tekad Kuat Mengalahkan Segala Hambatan

Tekad Kuat Mengalahkan Segala Hambatan

29 Oktober 2014 Awal kedatangan Liu Su Mei ke Indonesia bersama suami pada 1992,  karena ingin mendirikan pabrik sepatu yang saat itu sedang berkembang. Indonesia dianggap sebagai negara yang memiliki potensi cukup besar. Saat itu meskipun berasal dari Taiwan, Ia mengaku belum mengenal Tzu Chi dengan baik. Perkenalannya dengan Tzu Chi dimulai saat bertemu dengan salah satu relawan Tzu Chi yang tengah berada di Indonesia, Liang Cheung.
Berlombalah demi kebaikan di dalam kehidupan, manfaatkanlah setiap detik dengan sebaik-baiknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -