Teladan bagi Buah Hati

Jurnalis : Ivana, Fotografer : Ivana
 
foto

* Di masa kini, mendidik seorang anak agar memiliki karakter yang baik menghadapi bermacam tantangan zaman.

Seorang orangtua memiliki tugas untuk mengajar anak-anak mereka. Namun, ke mana mereka harus belajar cara mengajari anak-anak mereka itu?

Di Indonesia, dulu, usia pernikahan tergolong dini. Banyak perempuan berusia belasan tahun yang sudah melahirkan anak. Bagaimana cara mereka mendidik anak, adalah sebagaimana orangtua dulu mendidik mereka. Tapi sekarang, proses mendidik anak memiliki tantangannya sendiri. Perubahan zaman membuat rasa hormat anak pada orangtua semakin berkurang, begitu pula kemampuan orangtua untuk memberikan bimbingan pada anak semakin menurun.

Cukup mengejutkan bahwa banyak orangtua masa sekarang yang membutuhkan bantuan untuk mendidik anak mereka. “Anak saya karakternya keras, kadang-kadang juga kasar,” cerita Molly tentang Jansen, putra sulungnya. Ia sempat kebingungan apa yang harus dilakukan untuk mengubah sifat Jansen agar lebih baik.

Kelas Matahari Kecil (Xiao Tai Yang) Tzu Chi di wilayah He Qi Barat berjalan sejak pertengahan tahun 2008. Kelas yang diikuti tak lebih dari 50 anak ini diadakan sekali tiap bulan. Kegiatannya mengajarkan budi pekerti pada anak-anak dengan media seperti kerajinan tangan, bahasa isyarat tangan, kunjungan ke panti-panti, cerita, dan sebagainya. Tanggal 23 November 2008 lalu, kelas ini baru saja menutup tahun ajarannya dengan 24 anak. Maka, tanggal 14 Desember 2008, dibuka pendaftaran untuk kelas tahun 2009.

foto   foto

Ket : - Pendaftaran Kelas Matahari Kecil untuk tahun 2008, tanggal 14 Desember 2008 dari pukul
           09.30 sampai 11.00 menerima 46 anak. (kiri)
         - Sewaktu baru datang, Arvin dan Owen begitu pemalu hingga tak mau melepaskan gandengan tangan ibu
            mereka. (kanan)

Membuka Hati Dua Anak Pemalu
Pagi pukul 09.30, pendaftaran sudah dibuka untuk para orangtua dan anak yang ingin mengikutkan anak mereka di Kelas Matahari Kecil. Fue Tjhai-shia membawa kedua anak laki-lakinya, Arvin (7) dan Owen (6). Wajah kedua anak yang sama-sama berbaju biru itu tidak terlalu bergembira. Kepala dan tangan mereka tertelungkup di atas meja sementara sang ibu sibuk mengisi formulir pendaftaran. Di sekeliling banyak anak sebaya mereka yang bermain, tapi Arvin dan Owen tidak tertarik untuk bergabung. Setelah formulir diserahkan, Arvin dan Owen diajak Da Ai Mama (sebutan relawan Tzu Chi yang membimbing di Kelas Matahari Kecil) untuk masuk kelas bersama anak-anak yang lain. Saat itulah timbul kerepotan, mereka tidak mau melepaskan gandengan dari ibunya.

Dengan terpaksa, Tjhai-shia ikut ke dalam kelas tempat anak-anak sedang membuat kalung dari kertas kado. Ia jadi peserta yang tertua. Arvin dan Owen masih acuh. Mereka hanya menunduk, duduk di sudut kelas. Seorang Da Ai Mama menghampiri dengan membawa setumpuk potongan kertas kado untuk bahan. “Ini, coba kita buat ya,” katanya sambil memeragakan cara membuat kalung kertas pada Arvin. Anak laki-laki yang semula acuh itu lama-kelamaan tertarik juga. Da Ai Mama menunggu dengan sabar hingga Arvin mau mengulurkan tangan untuk mengambil kertas kado. Sesekali dipujinya Arvin setiap menyelesaikan satu mata kalung. Owen yang melihat kakaknya asyik, ingin ikut membuat. Maka, Da Ai Mama beralih membimbing Owen.

“Saya kepingin mereka tu bisa lebih mandiri. Soalnya dua-dua sifatnya keras, susah dibilanginnya. Tapi kalo di luar penakut. Apa-apa maunya saya ikut,” cerita Tjhai-shia tentang kedua anaknya. Memang sejak pagi, Arvin dan Owen selalu meminta Tjhai-shia ikut bersama mereka. Walau kelihatan sudah asyik beraktivitas, sesekali mereka melirik untuk memastikan sang mama ada di dekat mereka.

Menurut Tjhai-shia, di manapun memang kedua anaknya seperti ini. Ketergantungan yang begitu besar membuatnya khawatir anak-anaknya tidak tumbuh mandiri. Selain itu, ia jadi tidak leluasa melakukan aktivitas yang lain. “Dikasi tau sama mama temennya Arvin, jadi saya pikir coba aja,” katanya menjelaskan awal mula mendengar informasi Kelas Matahari Kecil ini. Tjhai-shia cukup terkesan dengan kunjungan pertamanya, “Saya liat pengajarnya baik-baik. Pada sabar banget.” Maka, ia mau saja, meski harus menempuh 1 jam lebih perjalanan dari rumahnya di Poris, Jakarta Barat.

foto   foto

Ket : - Dengan kesabaran, Da Ai Mama menarik perhatian dan membujuk Arvin dan Owen untuk ikut membuat
            kalung kertas kado. (kiri)
         - Stania mengaku, sejak Marcella, putri bungsunya mengikuti Kelas Matahari Kecil, kini justru putrinya yang
            lebih sering menasehati dia. (kanan)

“Sekarang Dia yang Sering Bilangin Saya” Sekitar pukul 10.30, semua anak dan orangtua mereka diajak ke lantai 2 untuk mengikuti penjelasan tentang Kelas Matahari Kecil, juga melihat penampilan isyarat tangan dari anak-anak lama dan kilas balik kegiatan Kelas Matahari Kecil. Yang hadir pada hari itu tidak hanya anak baru, tapi juga anak lama. Setiap orangtua juga hadir, sebab sudah ketentuan dari kelas ini bahwa satu anak harus didampingi satu orangtua atau wali.

Di salah satu sesi, orangtua dari anak lama diminta untuk berbagi pengalaman mereka selama mengikuti kelas. Stania Komala, ibu dari Marcella, berkata, “Sekarang Marcella sudah banyak berubah. Kadang-kadang kalau papanya baru pulang dari kerja, dia bisa ambilin air. ‘Papa capek habis kerja,’ kata dia.” Marcella yang merupakan anak bungsu ini juga rupanya sangat menyukai isyarat tangan. Ia sering ikut tampil dalam pementasan isyarat tangan oleh Kelas Matahari Kecil.

Setelah setengah tahun mengikuti kelas ini, kini Stania merasa keadaan justru berbalik. “Dia bisa bantu hemat listrik seperti kalau TV nyala tapi nggak ada yang nonton, dia matikan. Kalau saya lagi cuci sayur, dia juga bilang, ‘Mama pake airnya jangan banyak-banyak.’ Sekarang dia yang sering bilangin saya,” katanya lagi. Stania pun banyak belajar, karena setiap kali menemani putri bungsunya, lama-kelamaan ia tertarik untuk bergabung menjadi relawan Tzu Chi juga menjadi Da Ai Mama. Berdua dengan suami, ia sempat mengikuti sosialisasi calon relawan Tzu Chi. “Kalau bantu dana mungkin kami belum bisa, tapi kalau tenaga pasti bisa,” tekadnya.

Marcella yang sudah menginjak usia 9 tahun, harus dipindahkan ke Kelas Budi Pekerti (Er Tong Ji Jing Ban) di ITC Mangga Dua. Meski jaraknya jadi lebih jauh, Stania tidak keberatan.

foto   foto

Ket : - Wang Shu-hui membagi pengalamannya mengenai mendidik anak dengan para orangtua. Ia menekankan
            pentingnya untuk selalu berkata lembut pada anak-anak.(kiri)
         - Molly mengaku sangat tersentuh dengan sharing dari Wang Shu-hui. Selama ini ia selalu bingung
            bagaimana membentuk sifat Jansen putra sulungnya agar lebih lembut. (kanan)

Mulai dari Membina Diri
Setengah jalan sosialisasi berlangsung, anak-anak diminta kembali turun ke lantai dasar untuk membuat kerajinan tangan, sementara para orangtua tetap tinggal untuk menyaksikan video ceramah Master Cheng Yen. Saat itu kembali Tjhai-shia harus turun bersama anak-anaknya. Bila tidak, Arvin dan Owen tidak mau turun sendiri.

Mama-Papa, sewaktu saya datang ke Sekolah Tzu Chi, saya melihat semua guru-gurunya sangat baik dan selalu memuji anak. Padahal sebaliknya, pada waktu anak-anak pulang ke rumah, orangtua biasanya selalu mengomel tentang kesalahan anak-anak,” usai tayangan video, Wang Shu-hui, relawan Tzu Chi berbagi pengalaman dengan para orangtua tersebut. Menurut Shu-hui, cara mendidik yang seperti ini menyebabkan anak jadi lebih suka di sekolah daripada di rumah. Ia membandingkan kata ‘mo fan’ (teladan) dan ‘mo kui’ (monster) yang dalam bahasa Mandarin sama-sama menggunakan awalan ‘mo’. Shu-hui bertanya, “Apakah Mama-Papa di sini, ingin menjadi ‘mo fan’ atau ‘mo kui’ untuk anak kalian?”

Sharing dari Shu-hui ini menyentuh hati Molly. “Saya merasa kena banget ‘note’-nya. Sangat tersentuh sekali,” katanya. Molly langsung merefleksi bahwa selama mendidik Jansen, ia sering tidak sabaran dan berkata kasar. Ia bertekad, “Saya harus mulai dari bina diri dulu, baru ajak anak supaya lebih baik.”

Selama Jansen mengikuti kelas ini, belum terlalu banyak perubahan. Namun Molly menyadari bahwa mengubah karakter anak memang membutuhkan waktu. Hari itu ia juga mendaftarkan Janice, adik perempuan Jansen.

foto   foto

Ket : - Rasa sayang dan terima kasih harus diungkapkan, salah satunya dengan kerajinan tangan buatan sendiri
            dan kartu ucapan sederhana. (kiri)
         - Dengan tatapan lugu, anak-anak menyerahkan kalung dan kartu ucapan kepada orangtua mereka sambil
            berlutut. (kanan)

Sebentuk Tanda Cinta
Ada kejutan yang disimpan untuk para orangtua. Sementara papa-mama mendengarkan sharing, di lantai bawah anak-anak membuat kartu ucapan yang dipasang ke kalung kertas kado. Kemudian mereka dilatih oleh Da Ai Mama untuk berlutut di depan papa-mama mereka lalu mengalungkannya. Bagi Tjhai-shia, ada kejutan lain yang lebih besar. Arvin dan Owen rupanya mulai merasa nyaman dengan lingkungan baru. Mereka bahkan tidak menyadari ketika Tjhai-shia diam-diam naik kembali ke lantai 2. “Tumben lho sudah bisa ditinggal,” katanya setengah takjub.

Pukul 11.30, anak-anak berbaris rapi dan naik ke lantai 2. Kemudian mereka berjalan menyusuri lingkaran dan berhenti di depan orangtua masing-masing. Sambil berlutut, dengan wajah polos dan tatapan lugu itu mereka menyodorkan kalung kertas beserta kartunya. Ada yang berbunyi, “I love you, Mother” atau “Wo Ai Papa, Mama” atau hanya menuliskan nama mereka. Tidak sedikit orangtua yang berkaca-kaca menerima ungkapan cinta ini. Biarpun sayang, seringkali rasa itu tidak disampaikan secara terbuka seperti ini. Anak-anak dan orangtua pun saling berpelukan. Beberapa mama terlihat menyeka mata dan hidung mereka.

Kegiatan hari itu ditutup dengan isyarat tangan Satu Keluarga. Sejak itu keluarga-keluarga kecil ini telah menjadi satu keluarga besar Tzu Chi. Sejumlah 46 anak baru diterima untuk mengikuti Kelas Matahari Kecil sepanjang tahun 2008. Pendaftaran ini tidak hanya untuk anak-anak tapi juga untuk orangtua yang harus mendampingi hadir setiap bulannya. Bersama-sama mereka belajar membentuk karakter yang lebih baik dan keluarga yang lebih harmonis bahagia.

 

Artikel Terkait

Tzu Chi Bagikan 550 Selimut untuk Korban Kebakaran di California

Tzu Chi Bagikan 550 Selimut untuk Korban Kebakaran di California

16 November 2018
Relawan Tzu Chi mengirimkan 550 selimut kepada para korban kebakaran hutan yang menghancurkan Paradise City, California Utara. "Api Unggun" berkobar pada 8 November di sisi timur Paradise City.
Kamp Musim Panas yang Berkesan

Kamp Musim Panas yang Berkesan

15 Juli 2009 George menjelaskan, di Universitas Tzu Chi, jenazah yang digunakan untuk studi anatomi disebut sebagai silent mentor (guru tanpa suara). Disebut demikian karena sesungguhnya dari pendonor tubuh inilah mahasiswa belajar akan anatomi tubuh manusia secara mendalam. Pendonor adalah guru yang mengajarkan ilmu yang berharga dalam dunia kedokteran meski kini ia tidak lagi dapat berkomunikasi dengan para mahasiswa.
Bila kita selalu berbaik hati, maka setiap hari adalah hari yang baik.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -