Tenang dan Nyaman Bekerja

Jurnalis : Hadi Pranoto, Desi Amizir (He Qi Selatan), Fotografer : Hadi Pranoto
 

fotoSungkono (54) merasa sangat bersyukur dan terbantu dengan adanya baksos kesehatan ini. Ia bahkan menunda kepulangannya agar dapat ikut memeriksakan kesehatannya.

 

Cuaca cukup bersahabat pagi itu. Wilayah Pantai Indah Kapuk (PIK) yang biasanya terik, kini terasa sejuk. Saat itu beberapa relawan Tzu Chi tengah menyiapkan meja dan kursi untuk pelaksanaan baksos kesehatan. Baksos kesehatan bagi para pekerja pembangunan Aula Jing Si yang diadakan pada hari Minggu, 20 Desember 2009. Ruangan kantin yang biasanya dipenuhi dengan meja dan kursi makan, disulap menjadi ruangan pengobatan (apotek) sekaligus ruangan acara sosialisasi tentang Tzu Chi.

 

Sebelum baksos kesehatan dimulai, relawan Tzu Chi dari He Qi Utara ini juga memperkenalkan lebih dalam tentang Tzu Chi kepada para pekerja. “Kami tidak hanya ingin baksos kesehatan saja, tapi kita juga harus terus memperkenalkan Tzu Chi kepada mereka,” kata Like Shijie, Ketua Tzu Chi He Qi Utara.

Baksos kesehatan kali ini merupakan baksos kedua yang dilakukan oleh Tzu Chi. Dan kebetulan, penyelenggara baksos kali ini adalah relawan Tzu Chi dari He Qi Utara. Melihat penanganan pra dan pelaksanaan baksos yang tertata rapi, tak heran jika ada beberapa relawan Tzu Chi dari He Qi lainnya turut hadir membantu dan sekaligus mencontoh pola pelaksanaan baksos ini. Setiap meja diisi dengan 10 buah kursi dan seorang relawan Tzu Chi yang bertugas sebagai pendamping. Dengan adanya pendamping, diharapkan interaksi antara para pekerja dengan relawan Tzu Chi semakin erat terjalin.  

Satu Keluarga
“Mulai sekarang, kami akan memanggil Bapak-bapak dengan panggilan shixiong (kakak). Begitu pula Bapak-bapak memanggil kami dengan shixiong. Jadi bukan memanggil bapak ataupun engkoh,” kata Karim, relawan yang bertindak sebagai pembawa acara. Tzu Chi sendiri memiliki panggilan khusus untuk para pekerja pembangunan Aula Jing Si, yaitu “seniman bangunan.” Mengapa? Karena Tzu Chi tidak hanya memandang mereka sebagai pekerja, tetapi lebih kepada orang yang telah turut berjasa dalam terwujudnya rumah bagi insan Tzu Chi di Indonesia. “Kami tidak hanya memandang Bapak sebagai orang lain yang bisa kami bayar, tidak. Shixiong-shixiong adalah bagian dari keluarga besar Tzu Chi,” terang Karim.

Dalam waktu sekitar 30 menit itu, para seniman bangunan ini menyaksikan tayangan video sejarah berdirinya Tzu Chi dan pendiri Tzu Chi, Master Cheng Yen. Mereka juga menyaksikan tayangan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh Tzu Chi di dunia, khususnya Indonesia. Dalam kesempatan itu, relawan juga mengajak para seniman bangunan ini untuk menjadi relawan ataupun donatur Tzu Chi. “Jumlahnya tidak dibatasi berapa besarnya, tergantung keikhlasan shixiong-shixiong,” ajak Karim lagi.

Karim menganalogikannya seperti sebuah botol infus dan jarum infus sebagai bentuk berartinya sebuah sumbangsih setiap orang. “Botol infus yang harganya sekitar 50 ribu, bisa nggak masuk ke tubuh pasien tanpa adanya jarum. Jadi dengan uang seribu rupiah pun kita sama artinya dalam membantu sesama. Jangan remehkan uang seribu rupiah,” tegasnya.

foto  foto

Ket : - Sebelum pelaksanaan baksos kesehatan dan sosialisasi Tzu Chi dimulai, Ketua He Qi Utara, Like shijie              terlebih dahulu memberikan pengarahan kepada para relawan Tzu Chi lainnya. (kiri)
          - Agar interaksi antara relawan Tzu Chi dan para pekerja terjalin. Setiap 10 orang pekerja didampingi seorang             relawan Tzu Chi yang bertugas mendampingi mereka. (kanan)

Ada Ketenangan
Bagi Sungkono (54), yang telah menggeluti profesi sebagai tukang bangunan selama 15 tahun lebih, bekerja di pembangunan Aula Jing Si memberikan pengalaman yang berbeda baginya. “Di sini ada ketenangan dan kenyamanan bekerja. Semuanya aman, nggak pernah ada pencurian,” ujarnya. Meski baru 2 bulan bekerja, Sungkono memiliki kesan tersendiri selama bekerja, terlebih setelah mengikuti sosialisasi Tzu Chi ini, “Yayasan Buddha Tzu Chi cukup baik, baik dalam bidang sosial maupun kepada para tenaga kerja di sini. Kami semua mengucapkan banyak terima kasih.”

Saat berobat, pria asal Gunung Kidul, Yogyakarta ini mengeluhkan rasa sakit di sekitar lehernya. Oleh dokter, Sungkono disarankan untuk tidak banyak mengonsumsi daging dan makanan yang mengandung banyak garam karena ia diagnosis mengidap darah tinggi. Hal ini tercermin dari tensinya yang terbilang tinggi. Seperti kebetulan, Sungkono pun mengaku senang karena setiap kali makan siang, semua menunya adalah makanan vegetarian— terbuat dari bahan-bahan nabati.

Manfaat lainnya dari adanya makan siang terjangkau ini adalah ia bisa menghemat pengeluarannya. “Bayangkan kalau di sini makan cuma Rp 3.500, sementara kalau di luar bisa 7 – 10 ribu,” terang bapak dengan dua orang anak ini. Dengan begitu, uang yang bisa dibawanya pulang untuk keluarga pun bisa lebih banyak.

Walau di lokasi pembangunan banyak peraturan yang diterapkan oleh pihak Tzu Chi, Sungkono merasa mahfum (maklum-red) dan menganggap itu semua untuk kepentingan para pekerja, seperti juga dirinya. “Larangan merokok itu sih benar untuk kesehatan, dan juga untuk keamanan. Untuk menghindari kebakaran,” ungkapnya. Ia sendiri merasa kurang nikmat jika merokok dilakukan sambil bekerja. “Nggak bisa konsentrasi jadinya,” tandas Sungkono lagi.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Rohmad (23). “Baksos kesehatan dan makan siang murah ini bagus. Kalau semua harus makan di warung, gaji kita nggak ada sisanya,” ujarnya seraya tertawa. Rohmad juga merasakan perbedaan saat bekerja di Aula Jing Si yang nantinya akan menjadi rumah bagi insan Tzu Chi Indonesia. “Di sini ibaratnya kesehatan terjamin, makan terjamin, lain dari yang lain. Relawannya juga ramah-ramah,” aku Rohmad, yang siang itu salah satu giginya dicabut karena rusak dan berlubang.

foto  foto

Ket::- Para pekerja pembangunan Aula Jing Si ini juga turut memperagakan isyarat tangan "Satu Keluarga"             bersama relawan Tzu Chi. Hubungan yang terjalin bukan hanya antara pemilik bangunan dan pekerja,             tetapi lebih erat bagaikan satu keluarga besar. (kiri).
        - Posan, relawan Tzu Chi tengah membujuk seorang pekerja yang merasa takut ketika dokter akan mencabut            giginya yang rusak dan sakit. (kanan)

Rohmad yang asal Kebumen, Jawa Tengah ini merasa kagum dengan kegiatan sosial yang dilakukan Tzu Chi. “Benar-benar acungin jempol deh. Benar-benar peduli pada sesama,” ungkapnya. Bertugas di bagian pemasangan besi, Rohmad mengetahui jika pekerjaan yang digelutinya itu berisiko tinggi terhadap kecelakaan kerja. Karena itu ia merasa sangat senang dan bersyukur karena Tzu Chi menerapkan standar keamanan kerja yang tinggi di lokasi proyek, “Ada safety-nya di sini, standar keamanannya bagus. Kalau kerja harus memakai sepatu dan helm.”

Rohmad pun tidak merasa terbebani dengan aturan yang diberlakukan, karena menurutnya semua itu diterapkan untuk keselamatan para pekerja seperti dirinya. “Kalo nggak pake helm, ada sesuatu yang jatuh dari atas menimpa kepala kita, itu sangat bahaya. Begitu juga kalo ada besi yang terinjak, kalau nggak pakai sepatu bisa terluka,” ujarnya. Satu hal lain yang menurutnya merupakan bentuk perhatian relawan Tzu Chi adalah tersedianya tempat sampah, toilet, dan kamar mandi yang memadai untuk para pekerja.

Badan Sehat, Kerja Semangat
Menurut Alwin K. Leonardus, relawan Tzu Chi yang bertugas mensosialisasikan Budaya Humanis Tzu Chi dalam proyek pembangunan Aula Jing Si,  baksos kesehatan ini merupakan bentuk perhatian dari relawan Tzu Chi terhadap para pekerja. Pada pelaksanaannya kali ini, relawan Tzu Chi mencoba melakukannya dengan cara yang berbeda. “Tahap pertama kan yang ringan-ringan dulu, setelah itu baru kita sisipkan bagaimana caranya mereka bisa mengenal Tzu Chi dan budaya humanisnya supaya bisa melekat ke dalam perasaan mereka,” terang Alwin.

Jika dilakukan secara terus-menerus, Alwin percaya para pekerja ini akan semakin memahami Tzu Chi dan bahkan menjadi relawan ataupun donatur. Begitu pula dengan baksos kesehatan yang tentunya akan memberi manfaat besar bagi pekerja maupun produktivitasnya. “Kalau mereka memiliki tubuh yang sehat dan hati yang jernih, maka mereka bekerja itu otomatis akan lebih giat dan hasilnya lebih maksimal. Kalau mereka sakit kan hasil kerjanya juga tidak maksimal,” ungkap Alwin.  

 
 

Artikel Terkait

Bersumbangsih untuk Korban Gempa Aceh

Bersumbangsih untuk Korban Gempa Aceh

09 Desember 2016

Pasca terjadinya bencana gempa 6,4 SR yang melanda Pidie Jaya, Aceh pada Rabu, 7 Desember 2016 pukul 05.03 WIB, Tzu Chi Indonesia melalui relawan dari Lhokseumawe pada pukul 11.00 WIB segera turun ke lapangan. Relawan mensurvei lokasi bencana dan melihat apa yang paling dibutuhkan oleh korban bencana.

Ungkapan Saya Bersedia, Menggema di Pelatihan Relawan Tzu Chi Medan

Ungkapan Saya Bersedia, Menggema di Pelatihan Relawan Tzu Chi Medan

11 Juli 2024

Relawan Tzu Chi Medan mengadakan Pelatihan Relawan Abu Putih Ketiga di Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Medan yang diikuti oleh 232 relawan dengan tema Wo Yuan Yi (saya bersedia).

Suara Kasih: Mempraktikkan Empat Daya Upaya

Suara Kasih: Mempraktikkan Empat Daya Upaya

25 Juli 2011
Ada beberapa pasien yang merasa sudah seharusnya dokter mengobatinya. Bila penyakitnya kambuh, mereka akan kembali untuk mencari pengobatan. Namun, bila penyakitnya tak bisa disembuhkan seperti sebelumnya, mereka akan menyalahkan dokter.
Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -