Tergugah dari Pengalaman Diri
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto Selain ditentukan faktor medis, kesembuhan pasien juga didukung faktor non medis, seperti dukungan keluarga, teman, dan sahabat. “Waktu relawan datang mengunjungi, saya merasa senang dan bangga," kata Marliana, mantan pasien yang kini menjadi relawan Tzu Chi. |
“Kamu harus makan, Kom. Kalau kamu nggak makan, nanti badan kamu makin lemas,” kata Marliana, relawan Tzu Chi memberi saran. “Tapi sakit, Bu. Tenggorokan masih sakit,” jawab Kokom lirih. Perban putih masih menutupi sebagian besar mulut Kokom hingga ke tenggorokan. Kokom memang baru saja menjalani operasi pengangkatan tumor mandibula di rahangnya beberapa hari lalu. “Ya memang sakit. Sama, aku juga waktu itu habis operasi sakit sekali, Kom. Tapi kita harus jaga kesehatan kita juga,” saran Marliana. Relawan Tzu Chi yang menjadi pendamping pasien di RSCM Jakarta ini pun menambahkan, “Kita harus tegar, kita harus kuat, kita harus sembuh. Sakit itu nggak enak. Enak sehat, bisa kumpul sama keluarga. Belajar sedikit demi sedikit untuk makan. Kita harus pikirin kesehatan kita juga.” Kokom pun menggangguk. “Ya, Bu, makasih nasihatnya,” jawab Kokom.
|
Bukan tanpa dasar Marliana bisa memberi nasihat. Ia tahu persis rasa sakit pascaoperasi, dan ditambah harus makan dan minum yang membuat nyeri di tenggorokan. Delapan bulan lalu, Marliana pun menjalani operasi pengangkatan kelenjar tiroid di lehernya. Sama seperti Kokom yang dikunjunginya pada Jumat, 13 Agustus 2009, dulu Marliana adalah pasien pengobatan yang juga dibantu oleh Tzu Chi. Berseragam relawan Tzu Chi (abu-abu putih), Marliana kini turut bergabung membantu sesama. Memberi Support Pasien Ket : - Sebagai mantan pasien pengobatan yang dibantu Tzu Chi, Marliana dapat merasakan bagaimana kuatnya Berangkat dari rumahnya di daerah Cipinang Bali, Jatinegara, Jakarta Timur, Marliana harus 3 kali berganti angkutan umum untuk sampai ke RSCM. Semua itu dilakoninya tanpa pernah mengeluh. Hanya, sebelum berangkat, Marliana terlebih dulu menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai ibu rumah tangga. “Masak untuk suami dan anak. Kalau anak-anak kan sudah besar, jadi sudah pada mandiri. Lagipula rumah saya ngggak jauh dengan rumah ibu dan adik-adik,” terangnya. Marliana pun mengaku bukan orang yang berkelebihan, tapi ia selalu mengupayakan untuk tetap bisa mendampingin pasien-pasiennya. “Kalo sehari nggak datang, rasanya gimana gitu. Kepikiran mereka (pasien-pasien –red) itu bisa nggak ngurus surat-suratnya,” ungkap Marliana. Beruntung suaminya mendukung aktivitas barunya sebagai relawan Tzu Chi. Jodoh dengan Tzu Chi “Untung ada Bidan Rosita yang ngasih tahu tentang Yayasan Buddha Tzu Chi,” kata Marliana. Ia pun mendaftarkan diri dan juga nenek beserta tantenya untuk mengajukan bantuan pengobatan. Tidak perlu menunggu lama, Marliana pun dioperasi. Operasi pertama pada Desember 2008 dan yang kedua Januari 2009. Ternyata tumor Marliana ini tergolong ganas dan harus dibersihkan. Rencananya, pada bulan Oktober 2009, Marliana harus menjalani operasi kembali untuk pembersihan sisa-sisa tiroid yang masih ada. “Kalau nggak ada bantuan dari Tzu Chi, saya nggak tahu harus bagaimana,” ungkapnya. Bayangkan, untuk operasi pertama dengan menggunakan SKTM saja, Marliana harus merogoh kocek sebesar Rp 5 juta, dan tanpa SKTM ia harus menyediakan Rp 15 juta. “Apalagi saat-saat sekarang, ekonomi keluarga saya sedang sulit sekali,” ujarnya. Sebelumnya suami Marliana adalah tenaga maintenance di salah satu perusahaan swasta di daerah Cibinong. “Sekarang perusahaan itu bangkrut dan suami saya buka usaha sendiri,” jelas Marliana. Ket : - Kokom yang mengalami tumor rahang akhirnya berhasil dioperasi oleh dokter atas bantuan Tzu Chi. Dengan Masih Ada yang Lebih Susah Banyak pengalaman yang diperoleh Marliana selama menjalani tugas kemanusiaan ini, baik yang menyenangkan maupun yang kurang mengenakkan baginya. “Saya merasa bersyukur kalo pasien dah operasi dan sudah sembuh itu ada kesenangan tersendiri,” ungkapnya. Selain itu, ada juga pengalaman yang menguji kesabarannya. “Ada pasien yang dah dijelasin, tapi salah-salah terus. Dah dijelasin dan rapikan surat-suratnya, tapi masih nggak ngerti juga. Kalo dah gitu ya kita juga yang turun (urus –red),” kata Marliana sembari tertawa. Hal lain yang dipelajarinya adalah bagaimana ia bisa mensyukuri kehidupannya. Di sini Marliana seringkali bertemu dengan orang-orang yang lebih susah dari dirinya. “Walaupun saya susah, tapi ada lagi yang lebih susah dari saya. Saya nggak nengok ke atas, tapi ke bawah, saya seperti ini bersyukur,” ungkapnya. Rasa bahagia juga mengalir dalam dirinya setiap hari yang berdampak positif pula bagi keluarganya dalam memotivasi hidup mereka. “Senang bisa membantu orang. Walaupun saya orang susah, tapi saya masih bisa bantu orang susah,” tegas Marliana.
| |
Artikel Terkait
Mengasah Kreativitas Anak Melalui Lomba Mewarnai
07 Desember 2018Memperingati Hari Anak International yang jatuh pada tanggal 20 November setiap tahunnya, maka pada Sabtu, 24 November 2018, sepuluh relawan Dharmawanita Tzu Chi perwakilan Sinar Mas Xie Li Kalimantan Tengah (Kalteng) 4 menyelenggarakan kegiatan lomba mewarnai di TK Sekar Bangsa, Sulin Estate.
Melangkah dengan Penuh Keberanian
13 Agustus 2019Minggu, 21 Juli 2019, hari terakhir Bazar Cinta Kasih, Tzu Chi Batam kembali mengadakan kegiatan donor darah. Kegiatan yang rutin diadakan di berbagai mall di Kota Batam ini, kali ini untuk kedua kali diselenggarakan di Aula Jing Si Batam.
Bulan Tujuh Penuh Berkah: Kekuatan Ikrar
23 Agustus 2015Tzu Chi terus mengajak masyarakat dalam memaknai bulan tujuh penuh berkah dengan melakukan doa bersama setiap tahunnya. Di tahun 2015 ini, sebanyak 600 tamu undangan hadir dalam acara bulan tujuh penuh berkah di Aula Jing Si lantai 3, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara untuk bersama-sama melantunkan doa. Dalam acara ini para tamu undangan diajak untuk menyelami makna bulan tujuh melalui pementasan drama yang diikuti 150 relawan Tzu Chi.